I. IDENTITAS
2. Hidung dan sinus paranasal
3. Oropharing
4. Gigi dan Mulut
a. Gigi geligi : Caries (+)
b. Lidah : Normal, deviasi (-), atrofi papil (-), hiperemis (-)
c. Palatum : Massa (-)
d. Pipi : Permukaan halus
2. Limfoma
3. Tumor tonsil
A. Definisi
Penatalaksanaan pada kasus tonsilitis secara umum, meliputi:
1. Istirahat yang cukup
2. Makan makanan lunak dan menghindari makan makanan yang mengiritasi
3. Menjaga daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi makan bergizi dan olahraga teratur.
4. Selalu menjaga kebersihan mulut
5. Mencuci tangan secara teratur.
6. Pemberian obat topikal dapat berupa obat kumur antiseptik.
7. Melakukan pengobatan yang adekuat karena risiko kekambuhan cukup tinggi.
8. Berhenti merokok.
Penatalaksanaan pada kasus tonsilitis kronik berupa pemberian terapi suportif yaitu obat kumur untuk menjaga kebersihan mulut.
F. Indikasi Tonsilektomi
Berdasarkan panduan oleh American Academy of Otolaryngology & Head and Neck Surgery (AAO-HNS) 2011, adapun beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengindikasikan tonsilektomi, yaitu:
1. Komplikasi lokal
a. Abses peritonsil (Quinsy)
b. Abses parafaringeal
c. Otitis media akut
d. Rinosinusitis
2. Komplikasi sistemik
a. Glomerulonephritis
b. Miokarditis
c. Demam reumatik dan penyakit jantung reumatik
1. Nama : Nn. P.
2. Umur : 20 tahun
3. Jenis kelamin : Perempuan
4. Agama : Islam
5. Alamat : Peting, Ketawang, Grabag
6. Tanggal masuk RS : 30 November 2016
II. ANAMNESIS
1. Keluhan utama
Suara serak dan tidur mendengkur.
2. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke Poli THT RSUD dengan keluhan suara
serak sejak dua minggu yang lalu dan tidur mendengkur sejak lima bulan yang
lalu. Suara mendengkur terkadang sampai menyebabkan pasien terbangun.
Pasien juga merasakan ada yang mengganjal ketika menelan.
3. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit dahulu yang sama disangkal
4. Riwayat penyakit keluarga
Riwayat penyakit serupa disangkal
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Status gizi : Baik
Kepala : Normal
Leher : Limfonodi tidak membesar
Thoraks : Tidak diperiksa
Abdomen : Tidak diperiksa
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)
IV. STATUS LOKALIS
1. Telinga
Dextra | Sinistra | |
Auricula | Normotia, nyeri tekan (-) | Normotia, nyeri tekan (-) |
Pre-auricula | Fistel (-) | Fistel (-) |
Retro-auricula | Fistel (-) | Fistel (-) |
Kanalis Aud. Externus | Discharge (+) | Discharge (+) |
Memb. Timpani | - | - |
Dextra | Sinistra | |
Deformitas | (-) | (-) |
Disharge | Cairan (-), darah (-), pus (-) | Cairan (-), darah (-), pus (-) |
Konka | - | - |
Tumor | - | - |
Sinus paranasal | Nyeri tekan, ketuk (-) | Nyeri tekan, ketuk (-) |
Dextra | Sinistra | |
Palatum | Mukosa merah muda, mengkilat, massa (-), luka (-), bercak putih (-), simetris | Mukosa merah muda, mengkilat, massa (-), luka (-), bercak putih (-), simetris |
Uvula | Hiperemis (-), deviasi (-) | Hiperemis (-), deviasi (-) |
Tonsila palatine | Hiperemis (+), T4 | Hiperemis (+), T4 |
Tonsila lingualis | Hiperemis (-) | Hiperemis (-) |
Dinding belakang | Hiperemis (-), granula (-) | Hiperemis (-), granula (-) |
a. Gigi geligi : Caries (+)
b. Lidah : Normal, deviasi (-), atrofi papil (-), hiperemis (-)
c. Palatum : Massa (-)
d. Pipi : Permukaan halus
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan darah rutin lengkap
VI. DIAGNOSIS BANDING
1. Infiltrat tonsil
2. Limfoma
3. Tumor tonsil
VII. DIAGNOSIS KERJA
Tonsilitis kronis hiperemis
VIII. PENATALAKSANAAN
1. Tonsilektomi
IX. EDUKASI
1. Makan makanan lunak dan menghindari makan makanan yang mengiritasi
2. Menjaga kebersihan mulut
3. Menggunakan obat kumur antiseptik
X. PROGNOSIS
1. Ad sanationam : Bonam
2. Ad functionam : Bonam
3. Ad vitam : Bonam
TINJAUAN PUSTAKA
I. ANATOMI TONSIL
Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh
jaringan ikat dengan kriptus didalamnya. Terdapat tiga macam tonsil yaitu
tonsila faringeal (adenoid), tonsil palatina dan tonsila lingual yang
ketiga-tiganya membentuk lingkaran yang disebut cincin Waldeyer. Tonsil
palatina yang biasanya disebut tonsil saja terletak didalam fossa tonsil.
Fosa tonsil dibatasi oleh arkus faring anterior dan posterior. Batas
lateralnya adalah m.kontriktor faring superior.
Gambar 1. Cincin Waldeyer
Permukaan medial tonsil bentuknya beraneka ragam dan mempunyai celah yang
disebut kriptus. Epitel yang melapisi tonsil ialah epitel skuamosa yang
juga meliputi kriptus. Di dalam kriptus biasanya ditemukan leukosit,
limfosit, epitel yang terlepas, bakteri dan sisa makanan. Permukaan lateral
tonsil melekat pada fasia pharynx yang sering juga disebut kapsul tonsil.
Kapsul ini tidak melekat erat pada otot pharynx, sehingga mudah dilakukan
diseksi pada tonsilektomi.
Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh
ligamentum glosoepiglotica. Di garis tengah, di sebelah anterior massa ini
terdapat foramen sekum pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papilla
sirkum valata. Tempat ini kadang-kadang menunjukkan penjalaran duktus
tiroglossus dan secara klinik merupakan tempat penting bila ada massa
tiroid lingual (lingual thyroid) dan kista duktus tiroglosus. 1
Tonsilla palatina adalah dua massa jaringan limfoid berbentuk ovoid yang
terletak pada dinding lateral orofaring dalam fossa tonsillaris. Tiap
tonsilla ditutupi membran mukosa dan permukaan medialnya yang bebas
menonjol ke dalam faring. Permukaannya tampak berlubang-lubang kecil yang
berjalan ke dalam cryptae tonsillares yang berjumlah 6-20 kripte.
Pada bagian atas permukaan medial tonsilla terdapat sebuah celah
intratonsil dalam. Permukaan lateral tonsilla ditutupi selapis jaringan
fibrosa yang disebut capsula tonsilla palatina, terletak berdekatan dengan
tonsilla lingualis.
Adapun struktur yang terdapat di sekitar tonsilla palatina adalah:
1. Anterior : arcus palatoglossus
2. Posterior : arcus palatopharyngeus
3. Superior : palatum mole
4. Inferior : 1/3 posterior lidah
5. Medial : ruang orofaring
6. Lateral : kapsul dipisahkan oleh m. konstriktor faring superior oleh
jaringan areolar longgar. A. karotis interna terletan 2,5 cm dibelakang dan
lateral tonsil.
Gambar 2. Struktur pada orofaring.
Tonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang arteri karotis eksterna,
yaitu 1) arteri maksilaris eksterna (arteri fasialis) dengan cabangnya
arteri tonsilaris dan arteri palatina asenden; 2) arteri maksilaris interna
dengan cabangnya arteri palatina desenden; 3) arteri lingualis dengan
cabangnya arteri lingualis dorsal; 4) arteri faringeal asenden. Kutub bawah
tonsil bagian anterior diperdarahi oleh arteri lingualis dorsal dan bagian
posterior oleh arteri palatina asenden, di antara kedua daerah tersebut
diperdarahi oleh arteri tonsilaris. Kutub atas tonsil diperdarahi oleh
arteri faringeal asenden dan arteri palatina desenden. Vena-vena dari
tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus dari faring. Aliran
balik melalui pleksus vena di sekitar kapsul tonsil, vena lidah dan pleksus
faringea. Tonsil bagian bawah mendapat sensasi dari cabang
serabut saraf ke IX (nervus glosofaringeal) dan juga dari cabang desenden lesser palatine nerves.
Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit. Limfosit B
membentuk kira-kira 50-60% dari limfosit tonsilar. Sedangkan limfosit T
pada tonsil adalah 40% dan 3% lagi adalah sel plasma yang matang. Limfosit
B berproliferasi di pusat germinal. Immunoglobulin (IgG, IgA, IgM, IgD),
komponen komplemen, interferon, lisozim dan sitokin berakumulasi di
jaringan tonsilar. Sel limfoid yang immunoreaktif pada tonsil dijumpai pada
4 area yaitu epitel sel retikular, area ekstrafolikular, mantle zone pada folikel limfoid dan pusat germinal pada folikel
ilmfoid.
Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi
dan proliferasi limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil mempunyai 2
fungsi utama yaitu pertama menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan
efektif dan kedua sebagai organ utama produksi antibodi dan sensitisasi sel
limfosit T dengan antigen spesifik.
II. TONSILITIS KRONIK
A. Definisi
Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari
cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan jaringan limfoid yang
terdapat di dalam rongga mulut yaitu: tonsil faringeal (adenoid), tonsil
palatina (tonsil faucial), tonsil lingual (tonsil pangkal lidah), tonsil
tuba Eustachius (lateral band dinding faring/ Gerlach’s tonsil). Peradangan pada tonsila palatine biasanya
meluas ke adenoid dan tonsil lingual. Penyebaran infeksi terjadi melalui
udara (air borne droplets), tangan dan ciuman. Penyakit ini banyak
diderita oleh anak-anak berusia 3 sampai 10 tahun.
Tonsilitis kronis adalah peradangan kronis tonsila palatina lebih dari 3
bulan, setelah serangan akut yang terjadi berulang-ulang atau infeksi
subklinis, terjadinya perubahan histologi pada tonsil dan terdapatnya
jaringan fibrotik yang menyelimuti mikroabses dan dikelilingi oleh zona
sel-sel radang.
B. Patofisiologi
Proses radang berulang yang timbul akan menyebabkan epitel mukosa dan
jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan
limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga
kripti melebar. Secara klinis, kripti ini tampak diisi oleh detritus.
Proses berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil dan akhirnya
menimbulkan perlekatan dengan jaringan di sekitar fosa tonsilaris.
C. Penegakan Diagnosis
1. Anamnesis
a. Keluhan
1) Rasa kering di tenggorokan sebagai gejala awal.
2) Nyeri pada tenggorok, terutama saat menelan. Rasa nyeri semakin lama
semakin bertambah sehingga pasien menjadi tidak mau makan.
3) Nyeri dapat menyebar sebagai referred pain ke telinga.
4) Demam yang dapat sangat tinggi sampai menimbulkan kejang pada bayi dan
anak-anak.
5) Sakit kepala, badan lesu, dan nafsu makan berkurang.
6) Plummy voice/hot potato voice: suara pasien terdengar seperti
orang yang mulutnya penuh terisi makanan panas.
7) Mulut berbau (foetor ex ore) dan ludah menumpuk dalam kavum
oris akibat nyeri telan yang hebat (ptialismus).
8) Pada tonsilitis kronik, pasien mengeluh ada penghalang/mengganjal di
tenggorok, tenggorok terasa kering dan pernafasan berbau (halitosis).
b. Faktor Risiko
1) Faktor usia, terutama pada anak.
2) Penurunan daya tahan tubuh dan kelelahan fisik.
3) Rangsangan menahun (misalnya rokok, makanan tertentu).
4) Higiene rongga mulut yang kurang baik.
5) Riwayat alergi.
6) Pengaruh cuaca.
7) Pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat.
2. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana
a. Pemeriksaan fisik pada tonsilitis kronik:
1) Tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak rata, kriptus melebar
dan berisi detritus.
2) Pembesaran kelenjar limfe submandibula dan tonsil yang mengalami
perlengketan.
b. Pemeriksaan penunjang: bila diperlukan
2) Swab tonsil untuk pemeriksaan mikroskop dengan pewarnaan Gram
D. Derajat Pembesaran Tonsil
Gambar 3. Gradasi pembesaran tonsil
Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan mengukur
jarak antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak permukaan
medial kedua tonsil, maka gradasi pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi:
1. T0: tonsil sudah diangkat.
2. T1: <25% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring atau
batas medial tonsil melewati pilar anterior sampai ¼ jarak pilar anterior
uvula.
3. T2: 25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaringatau batas
medial tonsil melewati ¼ jarak pilar anterior-uvula sampai ½ jarak pilar
anterior-uvula.
4. T3: 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring atau batas
medial tonsil melewati ½ jarak pilar anterior-uvula sampai ¾ jarak pilar
anterior-uvula.
5. T4: > 75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring atau
batas medial tonsil melewati ¾ jarak pilar anterior-uvula sampai uvula atau
lebih.
E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada kasus tonsilitis secara umum, meliputi:
1. Istirahat yang cukup
2. Makan makanan lunak dan menghindari makan makanan yang mengiritasi
3. Menjaga daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi makan bergizi dan olahraga teratur.
4. Selalu menjaga kebersihan mulut
5. Mencuci tangan secara teratur.
6. Pemberian obat topikal dapat berupa obat kumur antiseptik.
7. Melakukan pengobatan yang adekuat karena risiko kekambuhan cukup tinggi.
8. Berhenti merokok.
Penatalaksanaan pada kasus tonsilitis kronik berupa pemberian terapi suportif yaitu obat kumur untuk menjaga kebersihan mulut.
F. Indikasi Tonsilektomi
Berdasarkan panduan oleh American Academy of Otolaryngology & Head and Neck Surgery (AAO-HNS) 2011, adapun beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengindikasikan tonsilektomi, yaitu:
1. Klinisi merekomendasikan tonsilektomi pada pasien dengan: infeksi
tenggorok berulang, dengan frekuensi hingga 7 episode dalam 1 tahun
terakhir, atau 5 episode tiap tahun dalam 2 tahun berturut-turut, atau 3
episode tiap tahunnya dalam 3 tahun berturut-turut dengan catatan gambaran
klinis suhu >38,3°C atau limfadenopati servikal (KGB nyeri atau diameter
>2cm) atau eksudat tonsil atau kultur positif untuk streptokokus beta hemolitikus grup A.
2. Watchful waiting dilakukan untuk infeksi tenggorok berulang
dengan frekuensi kurang dari kriteria tonsilektomi di atas.
3. Perhatikan bagi anak-anak yang tidak memenuhi kriteria namun termasuk
dalam yang dipertimbangkan untuk tonsilektomi: alergi terhadap multipel
antibiotik, stomatitis, faringitis, dan adenitis atau riwayat dengan abses
peritonsiler.
4. Perhatikan pula pada anak-anak dengan gangguan tidur dan bernapas yang
lebih baik bila dilakukan tonsilektomi, apalagi bila terdapat enuresis,
retardasi pertumbuhan dan performa sekolah yang menurun.
5. Kontraindikasi dilakukannya tonsilektomi berupa anemia, infeksi akut,
penyakit lainnya yang tidak terkontrol dan perdarahan.
G. Komplikasi
1. Komplikasi lokal
a. Abses peritonsil (Quinsy)
b. Abses parafaringeal
c. Otitis media akut
d. Rinosinusitis
2. Komplikasi sistemik
a. Glomerulonephritis
b. Miokarditis
c. Demam reumatik dan penyakit jantung reumatik
DAFTAR PUSTAKA
Ikatan Dokter Indonesia. (2013). Tonsilitis. In: Panduan Praktik
Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. IDI Jakarta:
2013. p 352-357.
Klarisa, C& Fardizza, F. Tonsilitis. In: Kapita Selekta
Kedokteran edisi IV, jil 2. Media Aesculapius FKUI Jakarta: 2014. p.
1067-1070.
Rusmarjono, & Kartoesoediro S. Faringitis, Tonsilitis dan Hipertrofi Adenoid. In: Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher edisi Keenam. FKUI
Jakarta: 2007. p217-225.
No comments:
Post a Comment