Friday, November 30, 2018

THT-TONSILITIS KRONIK

I. IDENTITAS
1. Nama : Nn. P.
2. Umur : 20 tahun
3. Jenis kelamin : Perempuan
4. Agama : Islam
5. Alamat : Peting, Ketawang, Grabag
6. Tanggal masuk RS : 30 November 2016
II. ANAMNESIS
1. Keluhan utama
Suara serak dan tidur mendengkur.
2. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke Poli THT RSUD dengan keluhan suara serak sejak dua minggu yang lalu dan tidur mendengkur sejak lima bulan yang lalu. Suara mendengkur terkadang sampai menyebabkan pasien terbangun. Pasien juga merasakan ada yang mengganjal ketika menelan.
3. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit dahulu yang sama disangkal
4. Riwayat penyakit keluarga
Riwayat penyakit serupa disangkal
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Status gizi : Baik
Kepala : Normal
Leher : Limfonodi tidak membesar
Thoraks : Tidak diperiksa
Abdomen : Tidak diperiksa
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)
IV. STATUS LOKALIS
1. Telinga
Dextra Sinistra
Auricula Normotia, nyeri tekan (-) Normotia, nyeri tekan (-)
Pre-auricula Fistel (-) Fistel (-)
Retro-auricula Fistel (-) Fistel (-)
Kanalis Aud. Externus Discharge (+) Discharge (+)
Memb. Timpani - -
2. Hidung dan sinus paranasal
Dextra Sinistra
Deformitas (-) (-)
Disharge Cairan (-), darah (-), pus (-) Cairan (-), darah (-), pus (-)
Konka - -
Tumor - -
Sinus paranasal Nyeri tekan, ketuk (-) Nyeri tekan, ketuk (-)
3. Oropharing
Dextra Sinistra
Palatum Mukosa merah muda, mengkilat, massa (-), luka (-), bercak putih (-), simetris Mukosa merah muda, mengkilat, massa (-), luka (-), bercak putih (-), simetris
Uvula Hiperemis (-), deviasi (-) Hiperemis (-), deviasi (-)
Tonsila palatine Hiperemis (+), T4 Hiperemis (+), T4
Tonsila lingualis Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Dinding belakang Hiperemis (-), granula (-) Hiperemis (-), granula (-)
4. Gigi dan Mulut
a. Gigi geligi : Caries (+)
b. Lidah : Normal, deviasi (-), atrofi papil (-), hiperemis (-)
c. Palatum : Massa (-)
d. Pipi : Permukaan halus
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan darah rutin lengkap
VI. DIAGNOSIS BANDING
1. Infiltrat tonsil
2. Limfoma
3. Tumor tonsil
VII. DIAGNOSIS KERJA
Tonsilitis kronis hiperemis
VIII. PENATALAKSANAAN
1. Tonsilektomi
IX. EDUKASI
1. Makan makanan lunak dan menghindari makan makanan yang mengiritasi
2. Menjaga kebersihan mulut
3. Menggunakan obat kumur antiseptik
X. PROGNOSIS
1. Ad sanationam : Bonam
2. Ad functionam : Bonam
3. Ad vitam : Bonam


TINJAUAN PUSTAKA
I. ANATOMI TONSIL
Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat dengan kriptus didalamnya. Terdapat tiga macam tonsil yaitu tonsila faringeal (adenoid), tonsil palatina dan tonsila lingual yang ketiga-tiganya membentuk lingkaran yang disebut cincin Waldeyer. Tonsil palatina yang biasanya disebut tonsil saja terletak didalam fossa tonsil. Fosa tonsil dibatasi oleh arkus faring anterior dan posterior. Batas lateralnya adalah m.kontriktor faring superior.



Gambar 1. Cincin Waldeyer
Permukaan medial tonsil bentuknya beraneka ragam dan mempunyai celah yang disebut kriptus. Epitel yang melapisi tonsil ialah epitel skuamosa yang juga meliputi kriptus. Di dalam kriptus biasanya ditemukan leukosit, limfosit, epitel yang terlepas, bakteri dan sisa makanan. Permukaan lateral tonsil melekat pada fasia pharynx yang sering juga disebut kapsul tonsil. Kapsul ini tidak melekat erat pada otot pharynx, sehingga mudah dilakukan diseksi pada tonsilektomi.
Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum glosoepiglotica. Di garis tengah, di sebelah anterior massa ini terdapat foramen sekum pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papilla sirkum valata. Tempat ini kadang-kadang menunjukkan penjalaran duktus tiroglossus dan secara klinik merupakan tempat penting bila ada massa tiroid lingual (lingual thyroid) dan kista duktus tiroglosus. 1
Tonsilla palatina adalah dua massa jaringan limfoid berbentuk ovoid yang terletak pada dinding lateral orofaring dalam fossa tonsillaris. Tiap tonsilla ditutupi membran mukosa dan permukaan medialnya yang bebas menonjol ke dalam faring. Permukaannya tampak berlubang-lubang kecil yang berjalan ke dalam cryptae tonsillares yang berjumlah 6-20 kripte. Pada bagian atas permukaan medial tonsilla terdapat sebuah celah intratonsil dalam. Permukaan lateral tonsilla ditutupi selapis jaringan fibrosa yang disebut capsula tonsilla palatina, terletak berdekatan dengan tonsilla lingualis.
Adapun struktur yang terdapat di sekitar tonsilla palatina adalah:
1. Anterior : arcus palatoglossus
2. Posterior : arcus palatopharyngeus
3. Superior : palatum mole
4. Inferior : 1/3 posterior lidah
5. Medial : ruang orofaring
6. Lateral : kapsul dipisahkan oleh m. konstriktor faring superior oleh jaringan areolar longgar. A. karotis interna terletan 2,5 cm dibelakang dan lateral tonsil.

Gambar 2. Struktur pada orofaring.
Tonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang arteri karotis eksterna, yaitu 1) arteri maksilaris eksterna (arteri fasialis) dengan cabangnya arteri tonsilaris dan arteri palatina asenden; 2) arteri maksilaris interna dengan cabangnya arteri palatina desenden; 3) arteri lingualis dengan cabangnya arteri lingualis dorsal; 4) arteri faringeal asenden. Kutub bawah tonsil bagian anterior diperdarahi oleh arteri lingualis dorsal dan bagian posterior oleh arteri palatina asenden, di antara kedua daerah tersebut diperdarahi oleh arteri tonsilaris. Kutub atas tonsil diperdarahi oleh arteri faringeal asenden dan arteri palatina desenden. Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus dari faring. Aliran balik melalui pleksus vena di sekitar kapsul tonsil, vena lidah dan pleksus faringea. Tonsil bagian bawah mendapat sensasi dari cabang serabut saraf ke IX (nervus glosofaringeal) dan juga dari cabang desenden lesser palatine nerves.
Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit. Limfosit B membentuk kira-kira 50-60% dari limfosit tonsilar. Sedangkan limfosit T pada tonsil adalah 40% dan 3% lagi adalah sel plasma yang matang. Limfosit B berproliferasi di pusat germinal. Immunoglobulin (IgG, IgA, IgM, IgD), komponen komplemen, interferon, lisozim dan sitokin berakumulasi di jaringan tonsilar. Sel limfoid yang immunoreaktif pada tonsil dijumpai pada 4 area yaitu epitel sel retikular, area ekstrafolikular, mantle zone pada folikel limfoid dan pusat germinal pada folikel ilmfoid.
Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi dan proliferasi limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil mempunyai 2 fungsi utama yaitu pertama menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif dan kedua sebagai organ utama produksi antibodi dan sensitisasi sel limfosit T dengan antigen spesifik.
II. TONSILITIS KRONIK
A. Definisi
Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan jaringan limfoid yang terdapat di dalam rongga mulut yaitu: tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina (tonsil faucial), tonsil lingual (tonsil pangkal lidah), tonsil tuba Eustachius (lateral band dinding faring/ Gerlach’s tonsil). Peradangan pada tonsila palatine biasanya meluas ke adenoid dan tonsil lingual. Penyebaran infeksi terjadi melalui udara (air borne droplets), tangan dan ciuman. Penyakit ini banyak diderita oleh anak-anak berusia 3 sampai 10 tahun.
Tonsilitis kronis adalah peradangan kronis tonsila palatina lebih dari 3 bulan, setelah serangan akut yang terjadi berulang-ulang atau infeksi subklinis, terjadinya perubahan histologi pada tonsil dan terdapatnya jaringan fibrotik yang menyelimuti mikroabses dan dikelilingi oleh zona sel-sel radang.
B. Patofisiologi
Proses radang berulang yang timbul akan menyebabkan epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripti melebar. Secara klinis, kripti ini tampak diisi oleh detritus. Proses berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan di sekitar fosa tonsilaris.
C. Penegakan Diagnosis
1. Anamnesis
a. Keluhan
1) Rasa kering di tenggorokan sebagai gejala awal.
2) Nyeri pada tenggorok, terutama saat menelan. Rasa nyeri semakin lama semakin bertambah sehingga pasien menjadi tidak mau makan.
3) Nyeri dapat menyebar sebagai referred pain ke telinga.
4) Demam yang dapat sangat tinggi sampai menimbulkan kejang pada bayi dan anak-anak.
5) Sakit kepala, badan lesu, dan nafsu makan berkurang.
6) Plummy voice/hot potato voice: suara pasien terdengar seperti orang yang mulutnya penuh terisi makanan panas.
7) Mulut berbau (foetor ex ore) dan ludah menumpuk dalam kavum oris akibat nyeri telan yang hebat (ptialismus).
8) Pada tonsilitis kronik, pasien mengeluh ada penghalang/mengganjal di tenggorok, tenggorok terasa kering dan pernafasan berbau (halitosis).
b. Faktor Risiko
1) Faktor usia, terutama pada anak.
2) Penurunan daya tahan tubuh dan kelelahan fisik.
3) Rangsangan menahun (misalnya rokok, makanan tertentu).
4) Higiene rongga mulut yang kurang baik.
5) Riwayat alergi.
6) Pengaruh cuaca.
7) Pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat.
2. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana
a. Pemeriksaan fisik pada tonsilitis kronik:
1) Tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak rata, kriptus melebar dan berisi detritus.
2) Pembesaran kelenjar limfe submandibula dan tonsil yang mengalami perlengketan.
b. Pemeriksaan penunjang: bila diperlukan

1) Darah lengkap
2) Swab tonsil untuk pemeriksaan mikroskop dengan pewarnaan Gram
D. Derajat Pembesaran Tonsil
Gambar 3. Gradasi pembesaran tonsil
Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan mengukur jarak antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak permukaan medial kedua tonsil, maka gradasi pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi:
1. T0: tonsil sudah diangkat.
2. T1: <25% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring atau batas medial tonsil melewati pilar anterior sampai ¼ jarak pilar anterior uvula.
3. T2: 25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaringatau batas medial tonsil melewati ¼ jarak pilar anterior-uvula sampai ½ jarak pilar anterior-uvula.
4. T3: 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring atau batas medial tonsil melewati ½ jarak pilar anterior-uvula sampai ¾ jarak pilar anterior-uvula.
5. T4: > 75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring atau batas medial tonsil melewati ¾ jarak pilar anterior-uvula sampai uvula atau lebih.
E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada kasus tonsilitis secara umum, meliputi:
1. Istirahat yang cukup
2. Makan makanan lunak dan menghindari makan makanan yang mengiritasi
3. Menjaga daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi makan bergizi dan olahraga teratur.
4. Selalu menjaga kebersihan mulut
5. Mencuci tangan secara teratur.
6. Pemberian obat topikal dapat berupa obat kumur antiseptik.
7. Melakukan pengobatan yang adekuat karena risiko kekambuhan cukup tinggi.
8. Berhenti merokok.
Penatalaksanaan pada kasus tonsilitis kronik berupa pemberian terapi suportif yaitu obat kumur untuk menjaga kebersihan mulut.
F. Indikasi Tonsilektomi
Berdasarkan panduan oleh American Academy of Otolaryngology & Head and Neck Surgery (AAO-HNS) 2011, adapun beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengindikasikan tonsilektomi, yaitu:
1. Klinisi merekomendasikan tonsilektomi pada pasien dengan: infeksi tenggorok berulang, dengan frekuensi hingga 7 episode dalam 1 tahun terakhir, atau 5 episode tiap tahun dalam 2 tahun berturut-turut, atau 3 episode tiap tahunnya dalam 3 tahun berturut-turut dengan catatan gambaran klinis suhu >38,3°C atau limfadenopati servikal (KGB nyeri atau diameter >2cm) atau eksudat tonsil atau kultur positif untuk streptokokus beta hemolitikus grup A.
2. Watchful waiting dilakukan untuk infeksi tenggorok berulang dengan frekuensi kurang dari kriteria tonsilektomi di atas.
3. Perhatikan bagi anak-anak yang tidak memenuhi kriteria namun termasuk dalam yang dipertimbangkan untuk tonsilektomi: alergi terhadap multipel antibiotik, stomatitis, faringitis, dan adenitis atau riwayat dengan abses peritonsiler.
4. Perhatikan pula pada anak-anak dengan gangguan tidur dan bernapas yang lebih baik bila dilakukan tonsilektomi, apalagi bila terdapat enuresis, retardasi pertumbuhan dan performa sekolah yang menurun.
5. Kontraindikasi dilakukannya tonsilektomi berupa anemia, infeksi akut, penyakit lainnya yang tidak terkontrol dan perdarahan.
G. Komplikasi
1. Komplikasi lokal
a. Abses peritonsil (Quinsy)
b. Abses parafaringeal
c. Otitis media akut
d. Rinosinusitis
2. Komplikasi sistemik
a. Glomerulonephritis
b. Miokarditis
c. Demam reumatik dan penyakit jantung reumatik



DAFTAR PUSTAKA
Ikatan Dokter Indonesia. (2013). Tonsilitis. In: Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. IDI Jakarta: 2013. p 352-357.
Klarisa, C& Fardizza, F. Tonsilitis. In: Kapita Selekta Kedokteran edisi IV, jil 2. Media Aesculapius FKUI Jakarta: 2014. p. 1067-1070.
Rusmarjono, & Kartoesoediro S. Faringitis, Tonsilitis dan Hipertrofi Adenoid. In: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher edisi Keenam. FKUI Jakarta: 2007. p217-225.

No comments:

Post a Comment