Seorang pasien laki-laki usia 20 tahun datang ke instalasi radiologi
RSUD dengan rujukan dari dokter spesialis THT
dengan klinis nyeri pipi sebelah kanan. Dokter mendiagnosis sinusitis
atau polip. Setelah dilakukan pemeriksaan radiologi sinus paranasal
dengan posisi Waters, didapatkan gambaran sinusitis maksilaris dextra.
MASALAH YANG DIKAJI
1. Apa yang dimaksud dengan posisi Waters pada pemeriksaan sinus paranasal?
2. Bagaimana peran radiologi dalam menegakkan diagnosis sinusitis?
ANALISIS MASALAH
a: frontal sinus; b: innominate line; c: inferior orbital rim; d: posterior orbital floor; e: superior orbital fissure; f: greater wing of sphenoid; g: ethmoid sinus; h: medial orbital wall; i: petrous ridge: j: zygomatic-frontal suture
MASALAH YANG DIKAJI
1. Apa yang dimaksud dengan posisi Waters pada pemeriksaan sinus paranasal?
2. Bagaimana peran radiologi dalam menegakkan diagnosis sinusitis?
ANALISIS MASALAH
Sinus paranasal adalah rongga berisi udara yang dikelilingi oleh tulang
yang tidak dapat terakses secara langsung oleh pemeriksaan klinikal
semata, kecuali dengan meningkatkan penemuan teleskop. Secara
tradisional, film konvensional merupakan pilihan pencitraan terbaik
pada pemeriksaan paranasal sinus. Akan tetapi, secara perlahan CT mulai
menggantikan pencitraan konvensional ini sebagai peralatan utamanya.
MRI merupakan metode pencitraan yang paling baik pada pemeriksaan
sekitar dan komplikasi intrakranial dari penyakit radang sinus.
Dibandingkan dengan CT, MRI lebih mampu memberikan visualisasi yang
lebih baik bagi jaringan lunak, tapi tidak dapat dengan mudah
menunjukan bagian yang terdapat batas cortical air-bone. Hal
itulah yang menjadi alasan mengapa CT masih menempati urutan prioritas
pada pencitraaan paranasal sinus ini.
Pada pasien-pasien dengan keluhan klinis khas yang mengarah pada dugaan
adanya sinusitis, antara lain pilek, nyeri kepala, nafas berbau, atau
kelainan-kelainan lain pada sinus paranasal misalnya mukokel,
pembentukan cairan dalam sinus-sinus, atau tumor, trauma sekitar sinus
paranasal, diperlukan informasi mengenai keadaan sinus tersebut.
Pemeriksaan radiologis untuk mendapatkan informasi dan untuk
mengevaluasi sinus paranasal adalah:
1. Pemeriksaan foto kepala dengan berbagai posisi yang khas
2. Pemeriksaan tomogram
3. Pemeriksaan CT-Scan
Dengan pemeriksaan radiologis tersebut para ahli radiologi dapat
memberikan gambaran anatomi atau variasi anatomi, kelainan-kelainan
patologis pada sinus paranasal dan struktur tulang sekitarnya, sehingga
dapat memberikan diagnosis yang lebih dini.
1. Pemeriksaan Foto Kepala
Pemeriksaan foto polos kepala adalah pemeriksaan yang paling baik dan
paling utama untuk mengevaluasi sinus paranasal. Karena banyaknya
unsur-unsur tulang dan jaringan lunak yang tumpang tindih pada daerah
sinus paranasal, kelainan jaringan lunak, erosi tulang kadang sulit di
evaluasi. Pemeriksaan ini dari sudut biaya cukup ekonomis dan pasien
hanya mendapat radiasi yang minimal.
Semua pemeriksaan harus dilakukan dengan proteksi radiasi yang baik,
arah sinar yang cukup teliti dan digunakan fokal spot yang kecil.
Posisi pasien yang paling baik adalah posisi duduk. Apabila dilakukan
pada posisi tiduran, paling tidak posisi Waters dilakukan pada
posisi duduk. Diusahakan untuk memperoleh hasil yang dapat mengevaluasi
adanya air fluid level dalam sinus-sinus. Apabila pasien tidak
dapat duduk, dianjurkan untuk melakukan foto lateral dengan film
diletakkan pada posisi kontralateral dengan sinar X horizontal.
Pemeriksaan kepala untuk mengevaluasi sinus paranasal terdiri atas
berbagai macam posisi, antara lain:
a. Foto kepala posisi anterior-posterior (posisi Caldwell)
Foto ini diambil pada posisi kepala menghadap kaset, bidang midsagital
kepala tegak lurus pada film. Posisi ini didapat dengan meletakkan
hidung dan dahi diatas meja sedemikian rupa sehingga garis
orbito-meatal (yang menghubungkan kantus lateralis mata dengan batas
superior kanalis auditorius eksterna) tegak lurus terhadap film. Sudut
sinar rontgen adalah 15 derajat kraniokaudal dengan titik keluarnya
nasion.
a: frontal sinus; b: innominate line; c: inferior orbital rim; d: posterior orbital floor; e: superior orbital fissure; f: greater wing of sphenoid; g: ethmoid sinus; h: medial orbital wall; i: petrous ridge: j: zygomatic-frontal suture
b. Foto kepala lateral
Foto lateral kepala dilakukan dengan kaset terletah sebelah lateral
dengan sentrasi diluar kantus mata, sehingga dinding posterior dan
dasar sinus maksila berhimpit satu sama lain.
c. Foto kepala posisi Waters
Posisi ini yang paling sering digunakan. Pada foto waters, secara ideal
piramid tulang petrosum diproyeksikan pada dasar sinus maksilaris.
Maksud dari posisi ini adalah untuk memproyeksikan tulang petrosus
supaya terletak di bawah antrum maksila sehingga kedua sinus maksilaris
dapat dievaluasi seluruhnya. Hal ini didapatkan dengan menengadahkan
kepala pasien sedemikian rupa sehingga dagu menyentuh permukaan meja.
Bidang yang melalui kantus medial mata dan tragus membentuk sudut lebih
kurang 37-45 derajat dengan film. Foto waters umumnya dilakukan pada
keadaan mulut tertutup. Pada posisi mulut terbuka akan dapat menilai
daerah dinding posterior sinus sphenoid dengan baik.
|
CM: canthomeatal line; CR: central ray; a: frontal sinus; b: medial
orbital wall; c: innominate line; d: inferior orbital rim; e:
orbital floor; f: maxillary antrum; g: superior orbital fissure; h:
zygomatic-frontal suture; i: zygomatic arch
d. Foto kepala posisi Submentoverteks
Posisi submentoverteks diambil dengan meletakkan film pada
verteks, kepala pasien menengadah sehingga garis infraorbito meatal sejajar
dengan film. Sentrasi tegak lurus kaset dalam bidang midsagital melalui
sella tursika ke arah verteks. Banyak variasi-variasi sudut sentrasi pada
posisi submentoverteks, agar supaya mendapatkan gambaran yang baik
pada beberapa bagian basis kranii, khususnya sinus frontalis dan dinding
posterior sinus maksilaris.
e. Foto Rhese
Posisi rhese atau oblik dapat mengevaluasi bagian posterior sinus
etmoid, kanalis optikus dan lantai dasar orbita sisi lain.
f. Foto proyeksi Towne
Posisi towne diambil denga berbagai variasi sudut angulasi antara
30-60 ke arah garis orbitomeatal. Sentrasi dari depan kira-kira 8 cm di
atas glabela dari foto polos kepala dalam bidang midsagital. Proyeksi ini
adalah posisi yang paling baik untuk menganalisis dinding posterior sinus
maksilaris, fisura orbita inferior, kondilus mandibularis, dan arkus
zigomatikus posterior.
2. Pemeriksaan Tomogram
Pemeriksaan tomogram pada sinus paranasal biasanya digunakan multidirection tomogram. Sejak digunakannya CT-Scan, pemeriksaan
tomogram sudah jarang digunakan. Tetapi pada fraktur daerah sinus
paranasal, pemeriksaan tomogram merupakan suatu tehnik yang terbaik untuk
menyajikan fraktur-fraktur tersebut dibandingkan dengan pemeriksaan aksial
dan coronal CT-scan. Pada pemeriksaan tomogram biasanya dilakukan pada
kepala dengan posisi AP atau Waters.
3. Pemeriksaan CT-Scan
Pemeriksaan CT-Scan sekarang merupakan pemeriksaan yang sangat unggul untuk
mempelajari sinus paranasal, karena dapat menganalisis dengan baik
tulang-tulang secara rinci dan bentuk-bentuk jaringan lunak, irisan aksial
merupakan standar pemeriksaan paling baik yang dilakukan dalam bidang
inferior orbitomeatal (IOM). Pemeriksaan ini dapat menganalisis perluasan
penyakit dari gigi geligi, sinus-sinus dan palatum, terrmasuk ekstensi
intrakranial dari sinus frontalis.
Infeksi Sinus Paranasal (Sinusitis)
Pada kasus-kasus sinusitis sphenoid, kira-kira 50% foto polos sinus
sphenoidalis yang normal, tapi apabila dilakukan pemeriksaan CT-Scan, maka
tampak kelainan pada mukosa berupa penebalan. Pada sinusitis tampak:
1. Penebalan mukosa
2. Air fluid level (kadang-kadang)
3. Perselubungan homogen pada satu atau lebih sinus para nasal
4. Penebalan dinding sinus dengan sklerotik (pada kasus-kasus kronik)
Pansinusitis adalah suatu keadaan dimana terdapat perselubungan pada
seluruh sinus-sinus. Apabila perselubungan masih tetap ada sampai 2-3
minggu setelah terapi konservatif perlu dilakukan pemeriksaan CT-Scan.
Hal-hal yang mungkin terjadi pada kasus tersebut, ialah:
1. Kista retensi yang luas, pada pemeriksaan CT-Scan terlihat gambaran air fluid level
2. Polip yang mengisi ruang sinus
3. Polip antrakoana
4. Masa pada kavum nasi yang menyumbat sinus
5. Mukokel, pada foto polos tampak gambaran radioopak berbatas tegas
berbentuk konveks dengan penebalan dinding mukosa disekitarnya. Pada
mukokel didaerah sinus etmoidalis sukar dideteksi dengan foto polos, tetapi
dapat dideteksi dengan pemeriksaan CT.
6. Tumor.
CT-scan sinus merupakan gold standard untuk pemeriksaan sinusitis
karena mampu menilai anatomi hidung dan sinus, adanya penyakit dalam hidung
dan sinus secara keseluruhan dan perluasannya. Namun karena mahal hanya
dikerjakan sebagai penunjang diagnosis sinusitis kronik yang tidak membaik
dengan pengobatan atau pra-operasi sebagai panduan operator saat melakukan
operasi sinus.
Sinus maksila, rongga hidung, septum nasi dan konka terlihat pada penampang
CT-scan aksial dan koronal. Pada sinusitis dengan komplikasi, CT-scan
adalah cara yang terbaik untuk memperlihatkan sifat dan sumber masalah.
CT-Scan koronal dari sinus paling baik untuk pembedahan, memberikan
visualisasi yang baik tentang anatomi rongga hidung, komplek osteomeatal,
rongga-rongga sinus dan struktur-struktur yang mengelilinginya seperti
orbita, lamina kribiformis, dan kanalis optikus. Obstruksi anatomi pada
komplek osteomeatal dan kelainan-kelainan gigi akan terlihat jelas.
Gambar 11. CT-scan sinus paranasal menunjukkan penebalan mukosa (panah panjang) dan air-fluid level (panah pendek) pada pasien sinusitis
Berdasarkan panduan praktik klinis dari Perhimpunan Dokter Spesialis
Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher Indonesia, CT scan
sinus paranasal potongan koronal aksial soft tissue setting
ketebalan 3mm tanpa kontras dilakukan jika:
a. Setelah pemberian antibiotika selama 2 minggu, tidak memberikan
perbaikan terhadap infeksi bakteri dan atau
b. Setelah pengobatan medikamentosa maksimal selama 6–8 minggu jika
terdapat faktor risiko rinitis alergi atau refluks laringofaringeal
MRI digunakan untuk pasien dengan kecurigaan massa sinonasal atau orbital
dan atau komplikasi intrakranial.
Gambar 11
. Sinusitis etmoid dengan komplikasi pada intrakranial dan mata kiri.
DOKUMENTASI
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Sdr. R
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 20 tahun
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Grabag
B. KASUS
Pasien dari poli THT datang ke instalasi radiologi RSUD
dengan rujukan dari dokter spesialis THT dengan klinis nyeri pipi sebelah
kanan. Dokter mendiagnosis sinusitis atau polip.
C. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Nyeri pipi kanan.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Nyeri pipi kanan sudah dirasakan sejak 3 minggu yang lalu. Keluhan ini
disertai dengan pilek dengan ingus yang kental dan berwarna kuning. Ingus
ini terasa turun sampai ke tenggorokan, terutama pada pagi hari ketika
bangun tidur sehingga pasien merasa mulutnya juga berbau. Hidung tersumbat
(+) gangguan penciuman (-). Sejak kecil pasien sering merasa hidung gatal,
bersin-bersin dan hidung tersumbat pada pagi hari. Riwayat pengobatan untuk
keluhan sekarang (-).
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit dahulu yang sama disangkal.
Riwayat alergi (+), asma (-), hipertensi (-), diabetes mellitus (-)
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat sakit jantung : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat Diabetes Melitus : disangkal
5. Riwayat Psikososial
Merokok (-), tidak olahraga teratur.
6. Anamnesis Sistem
Neurologi : pusing (-), kesadaran menurun (-), kelemahan anggota gerak (-),
kejang (-).
Respirasi : batuk (+), pilek (+), hidung tersumbat (+), hemoptoe (-)
Kardiovaskular : jantung berdebar-debar (-), pucat (-).
Gastrointestinal : mual (-), muntah (-), nyeri perut (-), BAB (+) N, flatus (+)
Urogenital : BAK (+) normal
Muskuloskeletal : kelemahan anggota gerak (-).
D. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Vital sign : Tekanan darah : 120/90 mmHg
Nadi : 76 x/menit, reguler
Suhu : 36,9ÂșC
Respirasi : 30 x/menit
VAS : 2
Kepala : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung : simetris, discharge mukopurulen (+/+), epistaksis (-/-), nyeri
tekan sinus maksilaris dextra (+).
Telinga : tanda deformitas (-/-), tanda radang (-/-), discharge (-/-),
tinitus (-/-)
Tenggorokan : arkus anterior dan posterior dbn, tonsil (T1-T1), hiperemis
(-), post nasal drip (+).
Thoraks : simetris (+) ketinggalan gerak (-)
Cor : S1-S2 reguler, bising jantung (-)
Abdomen : supel, bising usus (+) normal, timpani, nyeri tekan (-)
Ekstremitas : hangat, edema (-), deformitas (-)
E. Pemeriksaan Penunjang
Rontgen Sinus Paranasal posisi Waters
Kesan: Sinusitis maksilaris dextra
DAFTAR PUSTAKA
Cornelius et al. 2013.ACR Appropriateness Criteria Sinonasal Disease. Journal of the American College of Radiology/ Vol. 10 No. 4 April
2013 p. 241-246.
Faradilla, N. 2009. Diagnosis Radiologi dalam Bidang THT. Unsri: Pekanbaru.
Miller, J & Phil. 2009. Imaging for Sinusitis. Radiology Rounds Volume
7, Issue 8.
Pengurus Pusat PERHATI-KL. 2015. Panduan Praktik Klinis, Panduan Praktik
Klinis Tindakan, Clinical Pathway di Bidang Telinga Hidung Tenggorok-
Kepala Leher.
Rachman DM. Sinus Paranasal dalam Radiolodi Diagnostik. Edisi Kedua.
FKUI-RSCM. Jakarta. 2005. 431-46.
No comments:
Post a Comment