1. IDENTITAS PASIEN
2. Respirasi : Sesak nafas (-), batuk (-), pilek (-)
1) Kesadaran
Compos mentis, GCS E4 M6 V5
5) Motorik dan Refleks
- Anggota Gerak Atas
- Anggota Gerak Bawah
4. RESUME PEMERIKSAAN FISIK
5. DIAGNOSIS
Diagnosis klinis : Trigeminal Neuralgia
Diagnosis topis : Nervus trigeminal dextra
Diagnosis etiologis : Idiopatik
6. PENATALAKSANAAN
Carbamazepin 2x1
Amitriptilin 25 mg 0-0-½
7. PROGNOSIS
Ad vitam : ad bonam
Ad sanationam : dubia ad malam
Ad fungsionam : dubia ad malam
Karbamazepine
Nama : Ny. M
Usia : 60 tahun
Alamat : Jambu Tempurejo RT 5, RW 1, Tempuran, Kab. Magelang
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Status : Menikah
2. ANAMNESIS
- Keluhan Utama
Nyeri wajah kanan
- Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poli Saraf RSUD untuk kontrol rutin
keluhan nyeri di wajah kanan yang dirasakan sejak ± 6 tahun lalu. Nyeri
yang dirasakan pasien seperti tertusuk-tusuk, menjalar ke daerah mata,
rahang atas dan rahang bawah sebelah kanan. Nyeri yang dirasakan biasanya
timbul mendadak dan memberat ketika pasien mengunyah makanan. Nyeri
dirasakan selama ± 5 menit, pada awalnya nyeri bisa dirasakan >5 kali
dalam satu hari, namun semakin lama dirasakan semakin berkurang setelah
meminum obat rutin dari dokter.
- Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat trauma kepala (-)
Riwayat hipertensi (-)
Riwayat penyakit DM (-)
Riwayat penyakit jantung (-)
Riwayat mondok (-)
- Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan serupa.
Riwayat stroke, hipertensi, diabetes dan penyakit jantung disangkal.
- Anamnesis Sistem
2. Respirasi : Sesak nafas (-), batuk (-), pilek (-)
3. Kardiovaskuler : Berdebar-debar (-)
4. Gastrointestinal : Muntah (-), mual (-)
5. Urogenital : BAK (N), Nyeri BAK (-)
6. Muskuloskeletal : Kelemahan anggota gerak (-)
3. PEMERIKSAAN YANG DILAKUKAN
a. Pemeriksaan Fisik Umum
Keadaan umum : baik
Kesadaran : GCS 15 (E4 M6 V5)
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 85 x/menit
Napas : 22x/menit
Suhu : 36,8oC
Kepala : Mesochepal,
Mata : Conjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, refleks cahaya (+/+)
Hidung : Sekret -/-, nafas cuping hidung -/-
Leher : JVP tidak meningkat, pembesaran kelenjar tiroid (-)
Thorak : Simetris, retraksi -/-, ketertinggalan gerak -/-
Cor : Dalam batas normal
Pulmo : Dalam batas normal
Abdomen : Bising usus normal, supel, timpani, nyeri tekan (-)
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)
b. Status Neurologis
1) Kesadaran
Compos mentis, GCS E4 M6 V5
2) Tanda Rangsangan selaput otak
- Kaku kuduk : (-)
- Brudzinsky I : (-)
- Brudzinsky II : (-)
- Laseque : (-)
- Kernig : (-)
3) Tanda Peningkatan Tekanan Intra Kranial
Muntah proyektil : (-)
Sakit kepala progresif : (-)
4) Nervus Kranialis
No. | Nervus | Komponen yang diperiksa | Kanan | Kiri | |
1. | I : Olfaktorius | Menghidu sesuatu secara bergantian dengan hidung tertutup | Tidak dilakukan | Tidak dilakukan | |
2. | II : Optikus | - Tajam Penglihatan
- Lapang Penglihatan - Melihat warna |
Tidak dilakukan
Normal Normal |
Tidak dilakukan
Normal Normal |
|
3. | III : Okulomotorius | - Bentuk dan ukuran pupil
- Refleks cahaya - Gerak mata : atas, bawah, medial |
Bulat, Ø2mm
(+) (+) |
Bulat, Ø2mm
(+) (+) |
|
4. | IV : Trochlearis | - Gerak mata : lateral bawah | (+) | (+) | |
5. | V : Trigeminus | - Motorik
- Sensibilitas - Refleks Kornea - Sensibilitas taktil dan nyeri muka - Membuka mulut - Mengunyah - Menggigit |
Normal
h (+) h Nyeri Nyeri Nyeri |
Normal
Normal (+) Normal Normal Normal Normal |
|
6. | VI : Abducens | - Gerak mata lateral | (+) | (+) | |
7. | VII : Facialis | - Mengerutkan dahi
- Menutup mata - Meringis - Mencucu - Mengangkat alis |
(+)
(+) (+) (+) (+) |
(+)
(+) (+) (+) (+) |
|
8. | VIII : Vestibulokoklearis | - Pemeriksaan dengan suara
- Tes Rinne, Swabach, Webber |
(+)
Tidak dilakukan |
(+)
Tidak dilakukan |
|
9. | IX : Glossofaringeus | - Pemeriksaan orofaring
- Cegukan |
Normal
Normal |
Normal
Normal |
|
10. | X : Vagus | - Bicara
- Artikulasi - Menelan |
(+)
Normal (+) |
||
11. | XI : Accesorius | - Memalingkan kepala
- Mengangkat bahu |
(+)
(+) |
(+)
(+) |
|
12. | XII : Hipoglossus | - Menjulurkan lidah
- Atrofi papil lidah - Tremor |
Normal
(-) (-) |
- Anggota Gerak Atas
Dx | Sx | |
Kekuatan | 555 | 555 |
Tonus | Normal | Normal |
Trofi | Eutrofi | Eutrofi |
Refleks Biceps | Normal | Normal |
Refleks Triceps | Normal | Normal |
Refleks Hoffman | (-) | (-) |
Refleks Tromner | (-) | (-) |
Dx | Sx | |
Kekuatan | 555 | 555 |
Tonus | Normal | Normal |
Trofi | Eutrofi | Eutrofi |
Refleks Patella | Normal | Normal |
Refleks Achilles | Normal | Normal |
Refleks Babinski | (-) | (-) |
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis GCS E4V5M6
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Fungsi luhur : dalam batas normal
Rangsang meningeal : (-)
Saraf kranial : Peningkatan sensibilitas nervus V (trigeminal) dextra
Motorik :
Refleks fisiologis : dalam batas normal
Refleks patologis : dalam batas normal
5. DIAGNOSIS
Diagnosis klinis : Trigeminal Neuralgia
Diagnosis topis : Nervus trigeminal dextra
Diagnosis etiologis : Idiopatik
6. PENATALAKSANAAN
Carbamazepin 2x1
Amitriptilin 25 mg 0-0-½
7. PROGNOSIS
Ad vitam : ad bonam
Ad sanationam : dubia ad malam
Ad fungsionam : dubia ad malam
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Trigeminal neuralgia adalah suatu peradangan pada saraf trigeminal yang
menyebabkan rasa sakit yang hebat dan kejang otot di wajah. Serangan
intens, nyeri wajah seperti kejutan listrik dan dapat terjadi secara
mendadak atau dipicu dengan menyentuh area tertentu dari wajah. Namun
hingga saat ini penyebab pasti dari trigeminal neuralgia masih belum
dipahami sepenuhnya.
Trigeminal neuralgia menurut IASP (International Association for the study of Pain) ialah nyeri di
wajah yang timbulnya mendadak, biasanya unilateral. Nyerinya singkat dan
berat seperti ditusuk di salah satu atau lebih cabang nervus trigeminus.
Sementara menurut International Headache Society trigeminal
neuralgia nyeri adalah nyeri wajah yang menyakitkan, nyeri singkat seperti
tersengat listrik pada satu atau lebih cabang nervus trigeminus. Nyeri
biasanya muncul akibat stimulus ringat seperti mencuci muka, bercukur,
gosok gigi, berbicara.
B. ANATOMI
Nervus trigeminus atau saraf otak kelima atau saraf otak trifasial
merupakan saraf otak terbesar di antara 12 saraf otak, bersifat campuran
karena terdiri dari komponen sensorik yang mempunyai daerah persarafan yang
luas yang disebut portio mayor dan komponen motorik yang persarafannya
sempit disebut portio minor. Komponen-komponen ini keluar dari permukaan
anterolateral bagian tengah pons dan berjalan ke anterior pada dasar fossa
kranialis posterior melintasi bagian petrosa tulang pelipis ke fossa
kranialis media. Komponen sensorik dan motorik bergabung di dalam ganglion
trigeminus atau ganglion gaseri, kemudian berjalan bersama-sama sebagai
saraf otak kelima.
Nervus trigeminal mempersarafi wajah dan kepala. Terdapat 3 divisi yang
menginervasi daerah dahi dan mata (V1 optalmikus), pipi (V2 maksilaris)
serta wajah bagian bawah dan rahang (V3 mandibularis). Fungsi nervus
trigeminus adalah sensasi sentuhan wajah, sakit dan suhu, dan juga kontrol
otot pengunyahan. Fungsi nervus trigeminus harus dibedakan dengan nervus
fasialis (nervus cranialis ke VII) yang mengontrol semua gerakan wajah.
Tiga divisi nervus trigeminal muncul bersama-sama pada daerah yang disebut
ganglion gaseri. Dari sana, akar nervus trigeminal berjalan ke belakang ke
arah sisi brain stem dan masuk ke pons. Dalam brain stem,
sinyal akan berjalan terus mencapai kelompok neuron khusus yang disebut
nukleus nervus trigeminal. Informasi dibawa ke brain stem oleh
nervus trigeminus kemudian diproses sebelum dikirim ke otak dan korteks
serebral, dimana persepsi sensasi wajah akan diturunkan.
Gambar 1. Nervus Trigeminal
C. EPIDEMIOLOGI
Neuralgia Trigeminal banyak diderita pada usia diatas sekitar 40 tahun
dengan rata-rata antara 50 sampai 58 tahun, walaupun kadang-kadang
ditemukan pada usia muda terutama jenis atipikal atau sekunder, dan ada
yang melaporkan kasus neuralgia trigeminal pada anak laki-laki usia 9
tahun. Pada wanita sedikit lebih banyak dibandingkan dengan laki- laki
dengan perbandingan 1,6 : 1. Faktor ras dan etnik tampaknya tidak
terpengaruh terhadap kejadian Neuralgia Trigeminal. Prevalensi lebih kurang
155 per 100.000 penduduk dan insidensi 40 per 1.000.000. Angka prevalensi
maupun insidensi untuk Indonesia belum pernah dilaporkan. Bila insidensi
dianggap sama dengan Negara lain maka terdapat ± 8000 penderita baru
pertahun. Akan tetapi mengingat harapan hidup orang Indonesia makin tinggi
maka diperkirakan prevalensi penderita Neuralgia Trigeminal akan meningkat.
D. ETIOLOGI
Ada banyak pendapat yang berbeda tentang etiologi dari trigeminal
neuralgia, namun beberapa dari mereka masih kontroversial karena kurangnya
bukti objektif. Saat ini ada tiga etiologi yang paling populer. Teori
pertama berdasarkan pada penyakit yang berhubungan, kedua adalah trauma
langsung pada saraf dan teori ketiga merambat asal polyetiologic penyakit.
Penyakit yang berhubungan seperti gangguan dari vaskularisasi, multipel
sclerosis, diabetes melitus, rematoid, dan lain-lain. Pada trauma langsung
pada saraf dibagi menjadi dua bagian yaitu trauma pada bagian perifer dan
sentral. Teori yang ketiga yaitu polyetiologic, faktor yang mungkin dapat
berpengaruh dan menimbulkan demielinisasi dan disatrofi.
E. PATOFISIOLOGI
Ada beberapa hipotesis dari para ahli terhadap bagaimana patofisiologi
neuralgia trigeminal ini. Diduga bahwa neuralgia trigeminal disebabkan oleh demielinisasi saraf yang mengakibatkan hantaran saraf cenderung
meloncat ke serabut-serabut saraf di dekatnya. Hal ini mengakibatkan
sentuhan yang ringan saja dapat dirasakan sebagai nyeri, akibat hantaran
yang berlebihan itu.
Aneurisma, tumor, peradangan meningeal kronis, atau lesi lainnya dapat
mengiritasi akar saraf trigeminal sepanjang pons bisa juga menyebabkan
gejala neuralgia trigeminal. Vaskular yang abnormal dari arteri serebelum
superior sering disebut sebagai penyebabnya. Lesi dari zona masuknya akar
trigeminal dalam pons dapat menyebabkan sindrom nyeri yang sama.
Serangan nyerinya tidak dapat diperkirakan; karena nyeri dapat dicetuskan
oleh aktivitas sehari-hari yang biasanya tidak menimbulkan nyeri (seperti
menyisir rambut, mengunyah makanan, menggosok gigi, atau bahkan saat
terkena hembusan angin). Dikenal pula istilah trigger zone, yaitu
daerah yang sering menjadi awal bermulanya neuralgia; yang terletak di
sekitar daerah sekitar hidung dan mulut.
F. KLASIFIKASI
IHS (International Headache Society) membedakan Neuralgia
Trigeminal menjadi NT klasik dan NT simptomatik. Termasuk NT klasik adalah
semua kasus yang etiologinya belum diketahui (idiopatik). Sedangkan NT
simptomatik dapat diakibatkan karena tumor, multipel sklerosis atau
kelainan di basis kranii.
Perbedaan neuralgia trigeminus idiopatik dan simptomatik.
Trig
e
minal Neuralgia Idiopatik:
1. Nyeri bersifat paroksimal dan terasa di wilayah sensorik cabang
oftalmikus, sensorik cabang maksilaris dan atau mandibularis.
2. Timbulnya serangan bisa berlangsung 30 menit yang berikutnya menyusul
antara beberapa detik sampai menit.
3. Nyeri merupakan gejala tunggal dan utama.
4. Penderita berusia lebih dari 45 tahun, wanita lebih sering terkena
dibanding laki-laki.
Trigeminal Neuralgia Simptomatik:
1. Nyeri berlangsung terus menerus dan terasa di kawasan cabang optalmikus
atau nervus infra orbitalis.
2. Nyeri timbul terus menerus dengan puncak nyeri lalu hilang timbul
kembali.
3. Disamping nyeri terdapat juga anethesia/hipestesia atau kelumpuhan saraf
kranial, berupa gangguan autonom (Horner syndrom).
4. Tidak memperlihatkan kecenderungan pada wanita atau pria dan tidak
terbatas pada golongan usia.
G. MANIFESTASI KLINIS
Trigeminal neuralgia memberikan gejala dan tanda sebagai berikut:
1. Rasa nyeri berupa nyeri neuropatik, yaitu nyeri berat paroksimal, tajam,
seperti menikam, tertembak, tersengat listrik, terkena petir, atau terbakar
yang berlangsung singkat beberapa detik sampai beberapa menit tetapi kurang
dari dua menit, tiba-tiba dan berulang. Diantara serangan biasanya ada
interval bebas nyeri, atau hanya ada rasa tumpul ringan.
2. Lokasi nyeri umumnya terbatas di daerah dermatom nervus trigeminus dan
unilateral. Tersering nyeri didaerah distribusi nervus mandibularis (V2)
19,1% dan nervus maksilaris (V3) 14,1% atau kombinasi keduanya 35,9%
sehingga paling sering rasa nyeri pada setengah wajah bawah. Jarang sekali
hanya terbatas pada nervus optalmikus (V3) 3,3%. Sebagian pasien nyeri
terasa diseluruh cabang nervus trigeminus (15,5%) atau kombinasi nervus
maksilaris dan optalmikus (11,5%). Jarang ditemukan kombinasi nyeri pada
daerah distribusi nervus optalmikus dan mandibularis (0,6%).
3. Trigeminal neuralgia dapat dicetuskan oleh stimulus non-noksius seperti perabaan ringan, getaran, atau stimulus
mengunyah. Nyeri pada trigeminal neuralgia dapat mengalami remisi dalam
satu tahun atau lebih. Pada periode aktif neuralgia, karakteristik terjadi
peningkatan frekuensi dan beratnya serangan nyeri secara progresif sesuai
dengan berjalannya waktu.
4. Sekitar 18% penderita dengan trigeminal neuralgia, pada awalnya nyeri
atipikal yang makin lama menjadi tipikal, disebut preneuralgia trigeminal. Nyeri terasa tumpul, terus-menerus pada
salah satu rahang yang berlangsung beberapa hari sampai beberapa tahun.
Stimulus termal dapat menimbulkan nyeri berdenyut sehingga sering dianggap
sebagai nyeri dental.
H. DIAGNOSIS
Trigeminal neuralgia seyogyanya dapat dibedakan dengan nyeri wajah yang
lainnya. Pemeriksaan kesehatan dan riwayat gejalanya harus dilakukan
bersama-sama pemeriksaan lainnya untuk mengesampingkan masalah yang serius.
Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesa yang akurat, pemeriksaan klinis
dan uji klinis untuk mengetahui secara pasti stimulus pencetus dan lokasi
nyeri saat pemeriksaan.
Kriteria diagnosis trigeminal neuralgia menurut International Headache Society adalah sebagai berikut:
1. Serangan-serangan paroxysmal pada wajah, nyeri di frontal yang
berlangsung beberapa detik tidak sampai 2 menit.
2. Nyeri setidaknya bercirikan 4 sifat berikut:
a. Menyebar sepanjang satu atau lebih cabang N trigeminus, tersering pada
cabang mandibularis atau maksilaris.
b. Onset dan terminasinya terjadi tiba-tiba, kuat, tajam, superfisial,
serasa menikam atau membakar.
c. Intensitas nyeri hebat, biasanya unilateral, lebih sering di sisi kanan.
d. Nyeri dapat timbul spontan atau dipicu oleh aktifitas sehari seperti
makan, mencukur, bercakap cakap, mambasuh wajah atau menggosok gigi, area
picu dapat ipsilateral atau kontralateral.
e. Diantara serangan, tidak ada gejala sama sekali.
3. Tidak ada kelainan neurologis.
4. Serangan bersifat stereotipik.
5. Tersingkirnya kasus-kasus nyeri wajah lainnya melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan khusus bila diperlukan.
Pemeriksaan penunjang lebih bertujuan untuk membedakan trigeminal neuralgia
yang idiopatik atau simptomatik. CT Scan kepala untuk melihat
keberadaan tumor. Sklerosis multiple dapat terlihat dengan Magnetic Resonance Imaging (MRI). MRI ini sering
digunakan sebelum tindakan pembedahan untuk melihat kelainan pembuluh
darah. Diagnosa trigeminal neuralgia dibuat dengan mempertimbangkan riwayat
kesehatan dan gambaran rasa sakitnya. Sementara tidak ada pemeriksaan
diagnostik yang dapat mempertegas adanya kelainan ini. Teknologi CT Scan dan MRI sering digunakan untuk melihat adanya
tumor atau abnormalitas lain yang menyebabkan sakit tersebut. Pemeriksaan MRTA (high-definition MRI angiography) pada nervus
trigeminal dan brain stem dapat menunjukkan daerah nervus yang
tertekan oleh vena atau arteri. Sebagai tambahan, dilakukan pemeriksaan
fisik untuk menentukan stimuli pemicu, dan lokasi yang pasti dari sakitnya.
Pemeriksaan termasuk inspeksi komea, nostril, gusi, lidah dan di pipi untuk
melihat bagaimana daerah tersebut merespon sentuhan dan perubahan suhu
(panas dan dingin).
I. DIAGNOSIS BANDING
Tabel 1. Diagnosis Banding Neuralgia Trigeminal
Diagnosis Banding
|
Persebaran
|
Karakteristik Klinis
|
Faktor yang Meringankan/ Memperburuk
|
Neuralgia Trigeminal | Daerah persarafan cabang II dan III nervus trigeminus, unilateral | Laki- laki/ perempuan = 1:3,
Lebih dari 50 tahun, Paroksismal (10-30 detik), nyeri bersifat menusuk-nusuk atau sensasi terbakar, persisten selama berminggu-minggu atau lebih, Ada titik-titik pemicu, Tidak ada paralisis motorik maupun sensorik. |
Titik-titik rangsang sentuh, mengunyah, senyum, bicara, dan menguap |
Neuralgia Fasial Atipik | Unilateral atau bilateral, pipi atau angulus nasolabialis, hidung bagian dalam | Lebih banyak ditemukan pada wanita usia 30-50 tahun
Nyeri hebat berkelanjutan umumnya pada daerah maksila |
Tidak ada |
Neuralgia Post herpetikum | Unilateral
Biasanya pada daerah persebaran cabang oftalmikus nervus V |
Riwayat herpes
Nyeri seperti sensasi terbakar, berdenyut-denyut Parastesia, kehilangan sensasi sensorik keringat Sikatriks pada kulit |
Sentuhan, pergerakan |
Sindrom Costen | Unilateral, dibelakang atau di depan telinga, pelipis, wajah | Nyeri berat berdenyut-denyut diperberat oleh proses
mengunyah,
Nyeri tekan sendi temporo-mandibula. |
Mengunyah, tekanan sendi temporomandibular |
Migren | Orbito-frontal, rahang atas, angulus nasolabial | Nyeri kepala sebelah | Alkohol pada beberapa kasus |
J. TATALAKSANA
Seperti diketahui terapi dari trigeminal neuralgia ada 2 macam yaitu terapi
medikamentosa dan terapi pembedahan.
Telah disepakati bahwa penanganan lini pertama untuk trigeminal neulalgia
adalah terapi medikamentosa. Tindakan bedah hanya dipertimbangkan apabila
terapi medikamentosa mengalami kegagalan
1. Terapi Farmakologi
Peneliti-peneliti dalam bidang nyeri neuropatik telah mengembangkan
beberapa pedoman terapi farmakologik. Dalam guidline EFNS (European Federation of Neurological Society) disarankan terapai
neuralgia trigeminal dengan carbamazepin (200-1200 mg sehari) dan
oxcarbamazepin (600-1800mg sehari) sebagai terapi lini pertama. Sedangkan
terapai lini kedua adalah baclofen dan lamotrigin. Neuralgia trigeminal
sering mengalami remisi sehingga pasien dinasehatkan untuk mengatur dosis
obat sesuai dengan frekwensi serangannya. Dalam pedoman AAN-EFNS
(American Academy of Neurology-European Federation of Neurological
Society)
telah disimpulkan bahwa: carbamazepin efektif dalam pengendalian nyeri,
oxcarbazepin juga efektif, baclofen dan lamotrigin mungkin juga efektif.
Studi open label telah melaporkan manfaat terapi obat-obatan anti epilepsi
yang lain seperti clonazepam, gabapentin, phenytoin dan valproat.
Karbamazepine merupakan pengobatan lini pertama dengan dosis pemberian
200-1200 mg/hari dan oxcarbamazepin dengan dosis pemberian 600-1800 mg/hari
sesuai dengan pedoman pengobatan. Tingkat keberhasilan dari karbamazepin
jauh lebih kuat dibandingkan oxcarbamazepin, namun oxcarbamazepin memiliki
profil keamanan yang lebih baik. Sementera pengobatan lini kedua dapat
diberikan lamotrgine dengan dosis 400 mg/ hari, baclofenac 40 – 80 mg/hari,
dan pimizoid 4 – 12 mg/hari.
Selain itu ada juga pilihan pengobatan alternative, yaitu dengan memberikan
obat antiepilepsi yang telah dipelajari dalam kontrol kecil dan studi
terbuka yang disarankan untuk menggunakan fenitoin, clonazepam, gabapentin,
pregabalin, topiramate, levetiracetam, dan valproat.
Karbamazepine bekerja dengan cara menghambat aktivitas neuronal pada kanal
natrium, sehingga dapat mengurangi rangsangan neuron. Karbamazepine
memperlihatkan efek analgesik yang selektif misalnya pada tabes dorsalis
dan neuropati lainnya yang sukar diatasi dengan analgesik biasa. Sebagian
besar penderita trigeminal neuralgia mengalami penurunan sakit yang berarti
dengan menggunakan obat ini. Karena potensi untuk menimbulkan efek samping
sangat luas, khususnya gangguan darah seperti leukopeni, anemia aplastik
dan agranulositosis maka pasien yang akan diterapi dengan obat ini
dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan nilai basal dari darah dan melakukan
pemeriksaan ulang selama pengobatan.
Pemberian karbamazepine dihentikan jika jumlah leukosit abnormal (rendah).
Jika efek samping yang timbul parah, dosis karbamazepine perhari
dapat dikurangi 1-3 perhari, sebelum mencoba menambah dosis
perharinya lagi. Karbamazepine diberikan dengan dosis berkisar
200-1200 mg, dimana hampir 70% memperlihatkan perbaikan. Dosis dimulai dengan dosis minimal 1-2 pil perhari, secara bertahap
dapat ditambah hingga rasa sakit hilang atau mulai timbul efek
samping. Selama periode remisi dosis dapat dikurangi secara
bertahap. Karbamazepine dapat dikombinasi dengan fenitoin atau
baklofen bila nyeri membandel, atau diubah ke oxykarbazepine.
Efek samping yang timbul dalam dosis yang besar yaitu
drowsiness, mental confusion, dizziness, nystagmus, ataxia, diplopia,
nausea dan anorexia.
Terdapat juga reaksi serius yang tidak berhubungan dengan dosis
yaitu allergic skin rash, gangguan darah seperti
leukopenia atau agranulocytosis, atau aplastic anemia, keracunan hati, congestive heart failure, halusinasi dan
gangguan fungsi seksual.
Oxykarbamazepin
Oxykarbamazepine merupakan ketoderivat karbamazepine dimana mempunyai efek
samping lebih rendah dibanding dengan karbamazepine dan dapat meredakan
nyeri dengan baik. Pada umumnya dosis dimulai dengan 2 x 300 mg yang secara
bertahap ditingkatkan untuk mengontrol rasa sakitnya. Dosis maksimumnya
2400-3000 mg perhari. Efek samping yang paling sering adalah nausea, mual, dizziness, fatique dan tremor. Efek samping
yang jarang timbul yaitu rash, infeksi saluran pernafasan,
pandangan ganda dan perubahan elektrolit darah. Seperti obat anti-seizure lainnya, penambahan dan pengurangan obat harus secara
bertahap.
Lamotrigine
Lamotrigin berefek pada saluran natrium, menstabilkan membran saraf dan
menghambat pelepasan rangsangan neurotransmiter. Dosis awal 25 mg/hari
secara perlahan meningkat sampai dosis 200 - 400 mg/hari dibagi dua dosis.
Efek samping dapat berupa pusing, mual, penglihatan kabur dan ataksia.
Sekitar 7- 10% pasien dapat terjadi ruam pada kulit selama terapi 4 - 8
minggu. Dapat juga terjadi kelainan berupa deskuamasi atau terkait gejala
parah demam atau limfadenopati indikasi Stevens-Johnson sindrom yang
membutuhkan penghentian segera.
Phenitoin
Phenitoin berefek anti konvulsi tanpa menyebabkan depresi umum SSP. Sifat
anti konvulsi obat ini berdasarkan pada penghambatan penjalaran rangsang
dari fokus kebagian lain di otak. Penggunaan phenitoin harus hati-hati
dalam mengkombinasikan dengan karbamazepine karena dapat menurunkan dan
kadang-kadang menaikkan kadar phenitoin dalam plasma, sebaiknya diikuti
dengan pengukuran kadar obat dalam plasma.
Phenitoin dapat mengobati lebih dari setengah penderita trigeminal
neuralgia dengan dosis 300-600mg dibagi dalam 3 dosis perhari. Efek samping
yang ditimbulkannya adalah nystagmus, dysarthria, ophthalmoplegia
dan juga mengantuk serta kebingungan. Efek lainnya adalah hiperplasia
gingiva dan hypertrichosis.
Baklofen
Baklofen tidaklah seefektif karbamazepine atau phenytoin, tetapi dapat
dikombinasi dengan obat-obat tersebut. Obat ini berguna pada pasien yang
baru terdiagnosa dengan rasa nyeri relatif ringan dan tidak dapat
mentoleransi karbamazepine. Dosis untuk menghilangkan rasa sakit secara
komplit 40-80 mg perhari. Baklofen memiliki durasi yang pendek sehingga
penderita trigeminal neuralgia yang berat membutuhkan dosis setiap 2-4 jam.
Efek samping yang paling sering timbul karena pemakaian baklofen adalah
mengantuk, pusing, nausea dan kelemahan kaki. Baklofen tidak boleh
dihentikan secara tiba-tiba setelah pemakaian lama karena dapat terjadi
halusinasi atau serangan jantung.
Gabapentin
Dosis yang dianjurkan 1200-3600 mg/hari. Obat ini hampir sama efektifnya
dengan karbamazepine tetapi efek sampingnya lebih sedikit. Dosis awal
biasanya 3x300 mg/hari dan ditambah hingga dosis maksimal. Reaksi merugikan
paling sering adalah somnolen, ataksia, fatique dan nystagmus. Seperti semua obat, penghentian secara cepat harus
dihindari.
2. Terapi Pembedahan
Terapi farmakologik umumnya efektif akan tetapi ada juga pasien yang tidak
bereaksi atau timbul efek samping yang tidak diinginkan maka diperlukan
terapi pembedahan.
Beberapa situasi yang mengindikasikan untuk dilakukannya terapi pembedahan
yaitu: (1) Ketika pengobatan farmakologik tidak menghasilkan penyembuhan
yang berarti, (2) Ketika pasien tidak dapat mentolerir pengobatan dan
gejala semakin memburuk, (3) Adanya gambaran kelainan pembuluh darah pada
MRI.
Tindakan operatif yang dapat dilakukan adalah prosedur ganglion gasseri,
terapi gamma knife dan dekompresi mikrovaskuler. Pada prosedur perifer
dilakukan blok pada nervus trigeminus bagian distal ganglion gasseri yaitu
dengan suntikan streptomisin, lidokain, alkohol . Prosedur pada ganglion
gasseri ialah rhizotomi melalui foramen ovale dengan radiofrekuensi
termoregulasi, suntikan gliserol atau kompresi dengan balon ke dalam kavum
Meckel. Terapi gamma knife merupakan terapi radiasi yang difokuskan pada
radiks nervus trigeminus di fossa posterior. Dekompresi mikrovaskuler
adalah kraniotomi sampai nervus trigeminus difossa posterior dengan tujuan
memisahkan pembuluh darah yang menekan nervus trigeminus.
K. PROGNOSIS
Setelah serangan awal, trigeminal neuralgia dapat muncul kembali selama
berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun berikutnya. Setelah itu serangan
bisa menjadi lebih sering, lebih mudah dipicu, dan mungkin memerlukan
pengobatan jangka panjang. Meskipun neuralgia trigeminal tidak terkait
dengan hidup singkat, morbiditas yang terkait dengan nyeri wajah kronis dan
berulang dapat dipertimbangkan jika kondisi tidak cukup terkontrol. Kondisi
ini dapat berkembang menjadi sindrom nyeri kronis, dan pasien dapat
menderita depresi dan kehilangan fungsi sehari-hari. Pasien dapat memilih
untuk membatasi kegiatan yang memicu rasa sakit, seperti mengunyah,
sehingga pasien mungkin kehilangan berat badan dalam keadaan ekstrim.
KESIMPULAN
Neuralgia Trigeminal adalah suatu keadaan nyeri yang sangat hebat dengan
ditandai serangan nyeri yang mendadak, berlangsung singkat seperti menusuk
atau tersengat aliran listrik. Neuralgia trigeminal kebanyakan bersifat
unilateral dan mengenai daerah yang dipersarafi nervus trigeminus,
kebanyakan cabang maksilaris dan mandibularis. Ada dua macam etiologi yaitu
idiopatik dan simptomatik. Penatalaksanaan pertama trigeminal neuralgia
adalah terapi farmakologik, yaitu dengan Carbamazepin.
DAFTAR PUSTAKA
Cruccu, G. et al. 2016.
Trigeminal neuralgia: New classification and diagnostic grading for
practice and research
. American Academy of Neurology. 87 (10): 220-228
Harsono, 2015. Kapita Selekta Neurologi. Gadjah Mada
University Press: Yogyakarta.
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2016. Acuan Panduan Praktik
Klinis Neurologis. PERDOSSI.
Pinzon, Z. 2014. Terapi Rasional Nyeri Neuropatik. Cermin Dunia
Kedokteran. 41 (3): 230-231.
No comments:
Post a Comment