Friday, November 30, 2018

Jiwa-LAMA OBAT ANTIPSIKOSIS PADA PASIEN SKIZOFRENIA

1. Rangkuman Kasus
Seorang pasien laki-laki usia 33 tahun, dengan rawat diri jelek, dibawa oleh keluarganya ke IGD RSJ  dengan keluhan utama marah-marah dan suka membenturkan kepalanya ke dinding. Keluhan disertai dengan pusing, lebih banyak diam, tidak bisa tidur, sering mengurung diri, tidak mampu merawat diri dan kurang nafsu makan. Keluhan mulai dirasakan sejak ±1 bulan yang lalu. Pasien tidak kooperatif ketika dianamnesis, pasien hanya berkata pusing dan kadang pikirannya kosong.
Pasien pernah mondok satu kali di RSJ dengan keluhan yang sama pada pertengahan tahun 2016. Menurut keluarga pasien, gejala pasien sudah sedikit berkurang ketika pulang ke rumah dan pasien bisa bekerja kembali seperti sebelum masuk RSJ di Kalimantan. Keluarga pasien mengatakan pasien hanya minum obat dua bulan setelah keluar dari RSJ, namun pasien tidak kontrol lagi karena gejala yang dirasakan sudah berkurang dan jauhnya jarak ke RSJ. Riwayat trauma kepala, kejang dan demam disangkal. Riwayat penggunaan NAPZA disangkal.
Pasien tinggal bersama ayah, ibu dan adik laki-lakinya. Riwayat penyakit keluarga tidak ditemukan penyakit yang serupa dengan pasien.
Pasien sadar penuh (CM) ketika dilakukan pemeriksaan. Pasien tampak tegang dengan afek inapropriate. Bentuk pikir non realistik dan isi pikir sulit dinilai. Proses pikir: miskin ideas, remming dan koheren. Halusinasi dan ilusi disangkal. Orientasi waku, tempat, orang dan suasana baik. Pasien menyangkal dirinya sakit dan tidak mengetahui alasan dibawa ke RSJ.
Pasien didiagnosis dengan skizofrenia tak terinci dengan agitasi dan dirawatinapkan. Pasien juga diberikan terapi berupa Injeksi Lodomer 5mg/12 jam Intra Muskular, Diazepam 10mg/24 jam Intra Muskular, Fluoxetine 10mg/24 jam (pagi), Triheksipenidil 2mg/12 jam oral dan Risperidon 2mg/12 jam oral.
2. Perasaan terhadap Pengalaman
Saya merasa penasaran dengan beberapa pasien yang berulang kali dibawa ke IGD RSJ akibat faktor presipitasi putus obat dikarenakan gejala yang dirasakan berkurang.
3. Evaluasi
Berapa lama pemberian obat antipsikosis kepada pasien skizofrenia?
4. Analisis
Pada umumnya pemberian obat anti-psikosis sebaiknya dipertahankan selama 3 bulan sampai 1 tahun setelah semua gejala psikosis mereda sama sekali. Untuk psikosis reaktif singkat, penurunan obat secara bertahap setelah hilangnya gejala dalam kurun waktu 2 minggu-2 bulan.
Pada pasien dengan serangan sindrom psikosis yang multi-episode, terapi pemeliharaan diberikan paling sedikit selama 5 tahun. Pemberian yang cukup lama ini, dapat menurunkan derajat kekambuhan 2,5-5 kali.
Efek obat anti-psikosis secara relatif berlangsung lama, sampai beberapa hari setelah dosis terakhir masih mempunyai efek klinis. Sehingga tidak langsung menimbulkan kekambuhan setelah obat dihentikan, biasanya satu bulan kemudian baru gejala sindrom psikosis kambuh kembali. Hal ini disebabkan metabolisme dan ekskresi obat sangat lambat, metabolit-metabolit masih mempunyai keakftifan anti-psikosis.
Obat anti-psikosis tidak menimbulkan gejala lepas obat yang hebat walaupun diberikan dalam jangka waktu lama, sehingga potensi ketergantungan obat kecil sekali. Pada penghentian yang mendadak dapat timbul gejala kolinergik rebound berupa gangguan lambung, mual, muntah, diare, pusing, gemetar dan lain-lain. Keadaan ini akan mereda dengan pemberian agen kolinergik, yaitu injeksi sulfas atropin 0,25mg intramuskular atau tablet triheksipenidil 3x2mg/jam.
Oleh karena itu pada penggunaan bersama obat anti-psikosis + antiparkinson, bila sudah tiba waktu penghentian obat, obat antipsikosis dihentikan lebih dahulu, kemudian baru menyusul obat antiparkinson.
Pasien yang tidak mau atau sulit teratur makan obat ataupun yang tidak efektif terhadap medikasi oral dapat digunakan obat anti-psikosis “ long acting” seperti Fluphenazine Decanoate 25mg/cc atau Haloperidol Decanoas 50mg/cc intramuskular setiap 2-4 minggu.
Pasien yang tidak taat makan obat akan meningkatkan risiko kekambuhan, rawat inap, biaya perawatan dan penurunan kualitas hidup. Ketidakpatuhan minum obat disebabkan beberapa faktor, yaitu faktor penyakitnya (tilikan, perburukan kognitif, gejala positif dan negatif, depresi, penyalahgunaan obat-obatan), obat (keefektifan, efek samping, dosis, formula, harga, pengalaman dengan obat lama), pasien (riwayat kepatuhan minum obat, stigma, sikap terhadap pengobatan dan penyakit), keluarga pasien (sikap terhadap pengobatan dan penyakit, kemampuan untuk mengingatkan pasien minum obat, stigma), dokter dan pelayanan kesehatan (komunikasi, akses pelayanan kesehatan, tim medis, rencana penghentian, sikap dokter terhadap obat, komunikasi antarpelayanan kesehatan). Beberapa intervensi untuk meningkatkan kepatuhan minum obat adalah psikoedukasi, psikososial, injeksi antipsikotik long acting dan pengingat elektronik.
5. Kesimpulan
Obat antipsikosis sebaiknya dipertahankan selama 3 bulan sampai 1 tahun setelah semua gejala psikosis mereda sama sekali. Pada pasien dengan serangan sindrom psikosis yang multiepisode, terapi pemeliharaan diberikan paling sedikit selama 5 tahun.
6. Daftar Pustaka
Haddad, P., Brain, C, & Scott, J. Nonadherence with antipsychotic medication in schizophrenia: challenges and management strategies. Patient Related Outcomes Measures (Dove Press).2014.(5):43-62.
Maslim, Rusdi. 2014. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Jakarta. PT Nuh Jaya.
Moncrieff J (2015) Antipsychotic Maintenance Treatment: Time to Rethink? PLoS Med 12(8): e1001861. oi:10.1371/journal.pmed.1001861

No comments:

Post a Comment