I. IDENTITAS
a. Nama : Bp. Y
b. Umur : 51 tahun
c. Jenis kelamin : Laki-laki
d. Alamat : Mertoyudan, Magelang
e. Agama : Islam
II. ANAMNESIS
- Keluhan utama
Hidung tersumbat
- Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke poli THT RSUD dengan keluhan hidung
tersumbat sejak 1 bulan yang lalu. Pasien juga mengeluhkan bersin-bersin
dan hidung keluar cairan kental warna kekuningan ketika terkena debu dan
cuaca dingin sejak 1 tahun yang lalu. Pasien sulit bernafas menggunakan
hidung sejak 1 bulan yang lalu, sehingga sering menggunakan mulut untuk
bantuan bernafas.
- Riwayat penyakit lain/sebelumnya: hipertensi (-), DM (-), asma (-), urtika (-)
- Riwayat penyakit keluarga: disangkal
- Riwayat personal sosial: Pasien sering bepergian jauh menggunakan motor tanpa menggunakan masker.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Status gizi : Baik
Kepala : normal
Leher : Tidak diperiksa
Thoraks : Tidak diperiksa
Abdomen : Tidak diperiksa
Ekstremitas : Akral hangat
IV. STATUS LOKALIS
- Telinga
Dextra | Sinistra | |
Auricula | Normotia | Normotia |
Pre-auricula | Fistel (-) | Fistel (-) |
Retro-auricula | Fistel (-) | Fistel (-) |
Mastoid | NT (-), Nyeri ketuk(-), hiperemis (-) | NT (-), nyeri ketuk (-), hiperemis (-) |
Kanalis Aud. Externus | Discharge (-), hiperemis (-)
Edema (-) |
Discharge (-),hiperemis (-)
Edema (-) |
Memb. Timpani | Warna putih mengkilat, reflex cahaya (+) arah jam 5, perforasi (-) | Warna putih mengkilat, reflex cahaya (+) arah jam 7, perforasi (-) |
- Hidung dan sinus paranasal
Hidung Luar: deviasi (-), deformitas (-), massa tumor (-), krepitasi (-)
Rinoskopi anterior | Dextra | Sinistra |
Discharge | (-) | (-) |
Mukosa | Warna merah muda | Warna merah muda |
Konka | Hipertrofi | Hipertrofi |
Septum | Normal | Normal |
Massa tumor | Polip (+) | Polip (+) |
Palatum | Massa (-) | |
Arkus faring | Simetris, deviasi (-) | |
Mukosa | Warna merah muda | |
Dextra
|
Sinistra
|
|
Tonsil | Ukuran: T2
Warna: merah muda Permukaan: halus Detritus: (-) |
Ukuran: T2
Warna: merah muda Permukaan: halus Detritus: (-) |
Gigi- geligi | Gigi rapih, caries (-) |
Lidah | Normal, deviasi (-), atrofi papil (-) |
Palatum | Massa (-) |
Pipi | Permukaan halus |
Pemeriksaan Naso-Endoskopik
Tampak massa lunak putih-kuning, licin, mengkilat di kedua hidung.
V. DIAGNOSIS KERJA
Polip nasi duplex grade III
VI. DIAGNOSIS BANDING
Konka polipoid
Rinitis kronik
VII. TATALAKSANA
CT-scan sinus paranasal
Prick-test
Kortikosteroid
Polipektomi
VIII. EDUKASI
Menggunakan masker saat bepergian
Menghindari debu, polusi dan asap rokok
IX. PROGNOSIS
Ad Sanationam : bonam
Ad Functionam : dubia ad bonam
Ad Vitam : bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Polip nasi adalah massa lunak yang mengandung banyak cairan di dalam rongga
hidung. Kebanyakan polip berwarna putih bening atau keabu–abuan, mengkilat,
lunak, dapat juga berwarna pucat, kemerahan dan kekuningan yang terjadi
akibat inflamasi mukosa.
B. ANATOMI HIDUNG DAN SINUS PARANASALIS
Batang hidung (dorsum nasi) terdiri atas:
1. Bagian yang keras (cranial) : os nasalis dekstra/sinistra, prosessus
frontalis os maxilla
2. Bagian yang lunak (kaudal) : cartilago lateralis dan cartilago alaris
Septum nasi menopang dorsum nasi dan membagi 2 cavum nasi. Septum nasi
terdiri atas dua bagian:
1. Bagian anterior terdiri dari tulang rawan : cartilago quadrangularis
2. Bagian posterior terdiri atas tulang : lamina perpendikularis os
ethmoidalis, vomer
Gambar Sinus Paranasalis
Beberapa fungsi sinus paranasalis antara lain:
1. Sebagai pengatur kondisi udara
2. Membantu resonansi udara
3. Peredam perubahan tekanan udara
4. Membantu produksi mucus untuk membersihkan rongga hidung
C. PATOFISIOLOGI
Pembentukan polip sering diasosiasikan dengan inflamasi kronik, disfungsi
saraf otonom serta predisposisi genetik. Menurut teori Bernstein, terjadi
perubahan mukosa hidung akibat peradangan atau aliran udara yang
berturbulensi, terutama di daerah sempit di kompleks ostio-meatal. Terjadi
prolaps submukosa yang diikuti oleh reepitelisasi dan pembentukan kelenjar
baru. Juga terjadi peningkatan penyerapan natrium oleh permukaan sel epitel
yang berakibat retensi air sehingga terbentuk polip.
Teori lain mengatakan karena ketidakseimbangan saraf vasomotor terjadi
peningkatan permeabilitas kapiler dan gangguan regulasi vascular yang
mengakibatkan dilepasnya sitokin-sitokin dari sel mast, yang akan
menyebabkan edema dan lama-kelamaan menjadi polip. Bila proses terus
berlanjut, mukosa yang sembab makin membesar menjadi polip dan kemudian
akan turun ke rongga hidung menjadi tangkai.
Makroskopis
Secara markroskopis polip merupakan massa bertangkai dengan permukaan
licin, bentuk bulat atau lonjong, berwarna putih keabu-abuan, agak bening,
lobular, dapat tunggal atau multiple dan tidak sensitive (bila
ditekan/ditusuk tidak terasa sakit). Warna polip yang pucat tersebut
disebabkan karena mangandung banyak cairan dan sedikitnya aliran darah ke
polip. Bila terjadi iritasi kronis atau proses peradangan warna polip dapat
berubah menjadi kemerah-merahan dan polip yang sudah menahun warnanya dapat
menjadi kekuning-kuningan karena banyak mengandung jaringan ikat.
Tempat asal tumbuhnya polip terutama di kompleks ostio-meatal di meatus
medius dan sinus ethmoid. Bila ada fasilitas pemeriksaan dengan endoskop,
mungkin tempat asal tangkai polip dapat dilihat.
Ada polip yang tumbuh ke arah belakang dan membesar di nasofaring, disebut
polip koana. Polip koana kebanyakan berasal dari sinus maksila dan disebut
juga polip antro-koana.
Mikroskopis
Secara mikroskopis tampak epitel pada polip serupa dengan mukosa hidung
normal yaitu epitel bertingkat semu bersilia dengan submukosa yang sembab.
Sel-selnya terdiri dari limfosit, sel plasma, eosinofil, neutrofil dan
makrofag. Mukosa mengandung sel-sel goblet. Pembuluh darah dan kelenjar
sangat sedikit. Polip yang sudah lama dapat mengalami metaplasia epitel
karena sering terkena aliran udara, menjadi epitel transisional, kubik atau
gepeng berlapis tanpa keratinisasi. Berdasarkan jenis sel peradangannya
polip dikelompokkan menjadi 2, yaitu polip tipe eosinofilik dan tipe
neutrofilik.
D. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Keluhan utama:
a. Hidung tersumbat, dari ringan-berat
b. Rinore, mulai yang jernih sampai purulen
c. Hiposmia/anosmia
d. Dapat disertai bersin-bersin, nyeri pada hidung disertai sakit kepala di
daerah frontal.
e. Bila disertai infeksi sekunder didapati post nasal drip dan rinore
purulen
Gejala sekunder: bernafas melalui mulut, suara sengau, halitosis, gangguan
tidur, penurunan kualitas hidup. Dapat menyebabkan gejala saluran napas
bawah, berupa batuk kronik dan mengi, terutama pada penderita polip nasi
dengan asma.
Harus ditanyakan riwayat rhinitis, alergi, asma, intoleransi terhadap
aspirin dan alergi obat lainnya serta alergi makanan.
2. Pemeriksaan Fisik
Hidung tampak mekar karena pelebaran batang hidung akibat polip nasi yang
masif yang menyebabkan deformitas hidung luar. Pada rinoskopi anterior
terlihat sebagai massa berwarna pucat, berasal dari meatus medius, mudah
digerakkan.
Stadium polip (Mackey dan Lund, 1997):
b. Stadium 2 : polip sudah keluar dari meatus medius, tampak di rongga
hidung tapi belum memenuhi rongga hidung
c. Stadium 3 : polip yang masif
3.
Pemeriksaan Penunjang
b. Pemeriksaan radiologi
Foto polos sinus paranasal (posisi waters, AP, Caldwell dan lateral) dapat
memperlihatkan penebalan mukosa dan adanya batas udara-cairan di dalam
sinus, namun kurang bermanfaat pada kasus polip. Pemeriksaan CT scan sangat
bermanfaat untuk melihat dengan jelas keadaan di hidung dan sinus paranasal
apakah ada proses radang, kelainan anatomi, polip atau sumbatan pada KOM.
CT scan terutama diindikasikan pada kasus polip yang gagal diobati dengan
terapi medikamentosa, jika ada komplikasi dari sinusitis dan pada
perencanaan tindakan bedah terutama bedah endoskopi.
E. TATALAKSANA
Tujuan utama adalah menghilangkan keluhan, mencegah komplikasi, mencegah
rekuren polip. Pemberian kortikosteroid untuk menghilangkan polip nasi
disebut juga polipektomi medikamentosa. Dapat diberikan topical atau
sistemik. Polip eosinofilik memberikan respon yang lebih baik terhadap
pengobatan kortikosteroid intranasal dibandingkan polip tipe neutrofilik.
asus polip yang tidak membaik dengan terapi medikamentosa atau yang sangat
massif dipertimbangkan untuk terapi bedah. Dapat dilakukan ekstraksi polip
(polipektomi) menggunakan senar polip atau cunam dengan analgesi local,
etmoidektomi intranasal atau etmoidektomi ekstranasal untuk polip etmoid,
operasi Caldwell-Luc untuk sinus maksila. Yang terbaik ialah bila tersedia
fasilitas endoskop maka dilakukan BSEF (Bedah Sinus Endoskopi Fungsional/
FESS).
Algoritma Penatalaksanaan Polip Hidung & Sinus Paranasal (PERHATI-KL,
2007)
DAFTAR PUSTAKA
Mangunkusumo, E. & Wardani, R.S. Polip Hidung dalam Buku Ajar
Ilmu Kesehatan THT, Ed 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007.
Perhimpunan Dokter Spesialis THT-KL Indonesia. Guideline Penyakit THT-KL di
Indonesia.
2007.
No comments:
Post a Comment