Friday, November 30, 2018

THT-POLIP NASI

 
I. IDENTITAS
a. Nama : Bp. Y
b. Umur : 51 tahun
c. Jenis kelamin : Laki-laki
d. Alamat : Mertoyudan, Magelang
e. Agama : Islam
II. ANAMNESIS
  • Keluhan utama
Hidung tersumbat
  • Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke poli THT RSUD dengan keluhan hidung tersumbat sejak 1 bulan yang lalu. Pasien juga mengeluhkan bersin-bersin dan hidung keluar cairan kental warna kekuningan ketika terkena debu dan cuaca dingin sejak 1 tahun yang lalu. Pasien sulit bernafas menggunakan hidung sejak 1 bulan yang lalu, sehingga sering menggunakan mulut untuk bantuan bernafas.
  • Riwayat penyakit lain/sebelumnya: hipertensi (-), DM (-), asma (-), urtika (-)
  • Riwayat penyakit keluarga: disangkal
  • Riwayat personal sosial: Pasien sering bepergian jauh menggunakan motor tanpa menggunakan masker.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Status gizi : Baik
Kepala : normal
Leher : Tidak diperiksa
Thoraks : Tidak diperiksa
Abdomen : Tidak diperiksa
Ekstremitas : Akral hangat
IV. STATUS LOKALIS
  • Telinga
Dextra Sinistra
Auricula Normotia Normotia
Pre-auricula Fistel (-) Fistel (-)
Retro-auricula Fistel (-) Fistel (-)
Mastoid NT (-), Nyeri ketuk(-), hiperemis (-) NT (-), nyeri ketuk (-), hiperemis (-)
Kanalis Aud. Externus Discharge (-), hiperemis (-)
Edema (-)
Discharge (-),hiperemis (-)
Edema (-)
Memb. Timpani Warna putih mengkilat, reflex cahaya (+) arah jam 5, perforasi (-) Warna putih mengkilat, reflex cahaya (+) arah jam 7, perforasi (-)
  • Hidung dan sinus paranasal
Pemeriksaan Luar:
Hidung Luar: deviasi (-), deformitas (-), massa tumor (-), krepitasi (-)
Rinoskopi anterior Dextra Sinistra
Discharge (-) (-)
Mukosa Warna merah muda Warna merah muda
Konka Hipertrofi Hipertrofi
Septum Normal Normal
Massa tumor Polip (+) Polip (+)
• Orofaring
Palatum Massa (-)
Arkus faring Simetris, deviasi (-)
Mukosa Warna merah muda
Dextra
Sinistra
Tonsil Ukuran: T2
Warna: merah muda
Permukaan: halus
Detritus: (-)
Ukuran: T2
Warna: merah muda
Permukaan: halus
Detritus: (-)
• Gigi dan Mulut
Gigi- geligi Gigi rapih, caries (-)
Lidah Normal, deviasi (-), atrofi papil (-)
Palatum Massa (-)
Pipi Permukaan halus
Pemeriksaan Naso-Endoskopik
Tampak massa lunak putih-kuning, licin, mengkilat di kedua hidung.
V. DIAGNOSIS KERJA
Polip nasi duplex grade III
VI. DIAGNOSIS BANDING
Konka polipoid
Rinitis kronik
VII. TATALAKSANA
CT-scan sinus paranasal
Prick-test
Kortikosteroid
Polipektomi
VIII. EDUKASI
Menggunakan masker saat bepergian
Menghindari debu, polusi dan asap rokok
IX. PROGNOSIS
Ad Sanationam : bonam
Ad Functionam : dubia ad bonam
Ad Vitam : bonam


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Polip nasi adalah massa lunak yang mengandung banyak cairan di dalam rongga hidung. Kebanyakan polip berwarna putih bening atau keabu–abuan, mengkilat, lunak, dapat juga berwarna pucat, kemerahan dan kekuningan yang terjadi akibat inflamasi mukosa.
B. ANATOMI HIDUNG DAN SINUS PARANASALIS
Batang hidung (dorsum nasi) terdiri atas:
1. Bagian yang keras (cranial) : os nasalis dekstra/sinistra, prosessus frontalis os maxilla
2. Bagian yang lunak (kaudal) : cartilago lateralis dan cartilago alaris
Septum nasi menopang dorsum nasi dan membagi 2 cavum nasi. Septum nasi terdiri atas dua bagian:
1. Bagian anterior terdiri dari tulang rawan : cartilago quadrangularis
2. Bagian posterior terdiri atas tulang : lamina perpendikularis os ethmoidalis, vomer

Gambar Sinus Paranasalis
Beberapa fungsi sinus paranasalis antara lain:
1. Sebagai pengatur kondisi udara
2. Membantu resonansi udara
3. Peredam perubahan tekanan udara
4. Membantu produksi mucus untuk membersihkan rongga hidung
C. PATOFISIOLOGI
Pembentukan polip sering diasosiasikan dengan inflamasi kronik, disfungsi saraf otonom serta predisposisi genetik. Menurut teori Bernstein, terjadi perubahan mukosa hidung akibat peradangan atau aliran udara yang berturbulensi, terutama di daerah sempit di kompleks ostio-meatal. Terjadi prolaps submukosa yang diikuti oleh reepitelisasi dan pembentukan kelenjar baru. Juga terjadi peningkatan penyerapan natrium oleh permukaan sel epitel yang berakibat retensi air sehingga terbentuk polip.
Teori lain mengatakan karena ketidakseimbangan saraf vasomotor terjadi peningkatan permeabilitas kapiler dan gangguan regulasi vascular yang mengakibatkan dilepasnya sitokin-sitokin dari sel mast, yang akan menyebabkan edema dan lama-kelamaan menjadi polip. Bila proses terus berlanjut, mukosa yang sembab makin membesar menjadi polip dan kemudian akan turun ke rongga hidung menjadi tangkai.
Makroskopis
Secara markroskopis polip merupakan massa bertangkai dengan permukaan licin, bentuk bulat atau lonjong, berwarna putih keabu-abuan, agak bening, lobular, dapat tunggal atau multiple dan tidak sensitive (bila ditekan/ditusuk tidak terasa sakit). Warna polip yang pucat tersebut disebabkan karena mangandung banyak cairan dan sedikitnya aliran darah ke polip. Bila terjadi iritasi kronis atau proses peradangan warna polip dapat berubah menjadi kemerah-merahan dan polip yang sudah menahun warnanya dapat menjadi kekuning-kuningan karena banyak mengandung jaringan ikat.
Tempat asal tumbuhnya polip terutama di kompleks ostio-meatal di meatus medius dan sinus ethmoid. Bila ada fasilitas pemeriksaan dengan endoskop, mungkin tempat asal tangkai polip dapat dilihat.
Ada polip yang tumbuh ke arah belakang dan membesar di nasofaring, disebut polip koana. Polip koana kebanyakan berasal dari sinus maksila dan disebut juga polip antro-koana.
Mikroskopis
Secara mikroskopis tampak epitel pada polip serupa dengan mukosa hidung normal yaitu epitel bertingkat semu bersilia dengan submukosa yang sembab. Sel-selnya terdiri dari limfosit, sel plasma, eosinofil, neutrofil dan makrofag. Mukosa mengandung sel-sel goblet. Pembuluh darah dan kelenjar sangat sedikit. Polip yang sudah lama dapat mengalami metaplasia epitel karena sering terkena aliran udara, menjadi epitel transisional, kubik atau gepeng berlapis tanpa keratinisasi. Berdasarkan jenis sel peradangannya polip dikelompokkan menjadi 2, yaitu polip tipe eosinofilik dan tipe neutrofilik.
D. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Keluhan utama:
a. Hidung tersumbat, dari ringan-berat
b. Rinore, mulai yang jernih sampai purulen
c. Hiposmia/anosmia
d. Dapat disertai bersin-bersin, nyeri pada hidung disertai sakit kepala di daerah frontal.
e. Bila disertai infeksi sekunder didapati post nasal drip dan rinore purulen
Gejala sekunder: bernafas melalui mulut, suara sengau, halitosis, gangguan tidur, penurunan kualitas hidup. Dapat menyebabkan gejala saluran napas bawah, berupa batuk kronik dan mengi, terutama pada penderita polip nasi dengan asma.
Harus ditanyakan riwayat rhinitis, alergi, asma, intoleransi terhadap aspirin dan alergi obat lainnya serta alergi makanan.
2. Pemeriksaan Fisik
Hidung tampak mekar karena pelebaran batang hidung akibat polip nasi yang masif yang menyebabkan deformitas hidung luar. Pada rinoskopi anterior terlihat sebagai massa berwarna pucat, berasal dari meatus medius, mudah digerakkan.
Stadium polip (Mackey dan Lund, 1997):
a. Stadium 1 : polip masih terbatas di meatus medius
b. Stadium 2 : polip sudah keluar dari meatus medius, tampak di rongga hidung tapi belum memenuhi rongga hidung
c. Stadium 3 : polip yang masif
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Naso-endoskopi
Polip stadium 1 dan 2 kadang-kadang tidak terlihat pada pemeriksaan rinoskopi anterior tetapi tampak dengan pemeriksaan nasoendoskopi. Pada kasus polip koanal juga sering dapat dilihat tangkai polip yang berasal dari ostium asesorius sinus maksila.
b. Pemeriksaan radiologi
Foto polos sinus paranasal (posisi waters, AP, Caldwell dan lateral) dapat memperlihatkan penebalan mukosa dan adanya batas udara-cairan di dalam sinus, namun kurang bermanfaat pada kasus polip. Pemeriksaan CT scan sangat bermanfaat untuk melihat dengan jelas keadaan di hidung dan sinus paranasal apakah ada proses radang, kelainan anatomi, polip atau sumbatan pada KOM. CT scan terutama diindikasikan pada kasus polip yang gagal diobati dengan terapi medikamentosa, jika ada komplikasi dari sinusitis dan pada perencanaan tindakan bedah terutama bedah endoskopi.
E. TATALAKSANA
Tujuan utama adalah menghilangkan keluhan, mencegah komplikasi, mencegah rekuren polip. Pemberian kortikosteroid untuk menghilangkan polip nasi disebut juga polipektomi medikamentosa. Dapat diberikan topical atau sistemik. Polip eosinofilik memberikan respon yang lebih baik terhadap pengobatan kortikosteroid intranasal dibandingkan polip tipe neutrofilik.
asus polip yang tidak membaik dengan terapi medikamentosa atau yang sangat massif dipertimbangkan untuk terapi bedah. Dapat dilakukan ekstraksi polip (polipektomi) menggunakan senar polip atau cunam dengan analgesi local, etmoidektomi intranasal atau etmoidektomi ekstranasal untuk polip etmoid, operasi Caldwell-Luc untuk sinus maksila. Yang terbaik ialah bila tersedia fasilitas endoskop maka dilakukan BSEF (Bedah Sinus Endoskopi Fungsional/ FESS).

Algoritma Penatalaksanaan Polip Hidung & Sinus Paranasal (PERHATI-KL, 2007)
DAFTAR PUSTAKA
Mangunkusumo, E. & Wardani, R.S. Polip Hidung dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT, Ed 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007.
Perhimpunan Dokter Spesialis THT-KL Indonesia. Guideline Penyakit THT-KL di Indonesia. 
2007.

No comments:

Post a Comment