Thursday, November 29, 2018

Bedah-CEDERA SPINA

Mekanisme Cedera Spina biasanya cedera lewat salah satu dari dua cara: 
(a) jatuh pada kepala atau bagian belakang leher, 
(b) pukulan pada dahi, yang memaksa leher hiperekstensi

Cedera spina mengandung dua ancaman, yaitu perusakan terhadap kolumna vertebra dan jaringan saraf.
Cedera yang stabil dan tak stabil
Bila diterapkan pada lesi akut, cedera stabil adalah cedera yang komponen vertebralnya tidak akan tergeser oleh gerakan normal sehingga sumsum tulang yang tidak rusak tidak dalam bahaya, sedangkan cedera yang tak stabil adalah cedera yang dapat mengalami pergeseran lebih jauh.

Dalam menilai stabilitas spina, unsur yang harus dipertimbangkan adalah:
⦁    Kolumna anterior: dua-pertiga bagian anterior corpus vertebraa, bagian anterior diskus intervertebralis dan ligamen longitudinal anterior
⦁    Komponen pertengahan: sepertiga bagian posterior badan vertebral, bagian posterior dari diskus intervertebralis dan ligamen longitudinal posterior
⦁    Kompleks oseoligamentosa posterior: pedikulus, sendi-sendi permukaan, arkus tulang posterior dan ligamen interspinosa serta supraspinosa
Unsur struktur pada spina Tiga unsur itu adalah: (a) Kolumna anterior (b) Komponen pertengahan (c) Kompleks posterior

⦁    MEKANISME CEDERA
Cedera yang tak langsung biasanya terjadi jika kolumna spinalis mengalami kolaps pada poros vertikalnya, terutama saat jatuh dari tempat tinggi atau bila seseorang terjebak di bawah reruntuhan. Tipe pergeseran yang penting:
⦁    Hiperekstensi (kombinasi distraksi dan ekstensi)
Jarang terjadi pada torakolumbal, tapi sering pada leher. Ligamen anterior dan diskus dapat rusak atau arkus saraf mungkin mengalami fraktur.
⦁    Fleksi
Jika ligamen posterior tetap utuh, fleksi paksaan akan meremukkan badan vertebral menjadi baji; ini adalah cedera stabil dan paling sering ditemukan. Jika ligamen posterior robek, cedera bersifat tidak stabil dan badan vertebra bagian atas dapat miring ke depan di atas badan vertebra di bawahnya.
⦁    Pergeseran aksial (kompresi)
Kekuatan vertikal yang menimpa segmen lurus pada spina servikal atau lumbal akan menimbulkan kompresi aksial. Nukleus pulposus akan mematahkan lempeng vertebra dan menyebabkan fraktur vertikal pada vertebra; dengan kekuatan yang lebih besar, bahan diskus didorong masuk ke dalam badan vertebral, menyebabkan fraktur remuk (burst fracture).
    Fleksi, kompresi dan distraksi posterior
Kombinasi fleksi dengan kompresi anterior dan distraksi posterior dapat mengganggu kompleks vertebra pertengahan di samping kompleks posterior. Fragmen tulang dan bahan diskus dapat bergeser ke dalam kanalis spinalis. Keadaan ini merupakan cedera tak stabil dengan risiko progresi yang tinggi.
⦁    Rotasi-fleksi
Cedera spina yang paling berbahaya adalah akibat kombinasi fleksi, rotasi dan pemuntiran. Ligamen dan kapsul sendi teregang sampai batas kekuatannya, mereka dapat robek permukaan sendi dapat mengalami fraktur atau bagian atas dari satu vertebra dapat terpotong. Akibatnya adalah pergeseran atau dislikasi ke depan pada vertebra di atas dengan atau tanpa dibarengi kerusakan tulang.
⦁    Translasi horisontal
Kolumna vertebralis teriris dan segmen bagian atas atau bawah dapat bergeser ke anteroposterior atau ke lateral. Lesi bersifat tak stabil dan kerusakan saraf sering terjadi.
    PENYEMBUHAN

Fraktur-dislokasi sembuh karena pembentukan tulang baru dan fusi vertebra yang rusak. Cedera fleksi yang diserta kompresi korpus vertebra serta kerusakan ligamen posterior dapat mengakibatkan deformitas progresif.

⦁    DIAGNOSIS
Setiap pasien yang pernah menderita cedera berat harus diperiksa sepenuhnya untuk mencari ada tidaknya cedera spinal. Riwayat kecelakaan dapat memberi petunjuk yang penting jatuh dari tempat tinggi, cedera akibat terjun, benturan pada kepala, tertimpa reruntuhan atau ambruknya langit-langit atau sentakan mendadak pada leher akibat tubrukan dari belakang (whiplash injury) merupakan penyebab kerusakan spinal yang sering ditemukan.
Prosesus spinosus dipalpasi dengan hati-hati. Kadang-kadang suatu celah dapat teraba bila ligamen terobek dan hematoma pada spina merupakan tanda bahaya. Tulang dan jaringan lunak diperiksa dengan pelan-pelan untuk mencari ada tidaknya nyeri tekan.
Pencitraan
Pemeriksaan sinar-X harus dilakukan dengan sesedikit mungkin manipulasi pada leher atau punggung, namun pemeriksaan ini harus cukup lengkap untuk memberikan informasi yang penting. CT sangat berharga untuk menunjukkan fraktur pada korpus vertebra atau arkus saraf atau pelanggaran batas kanalis spinalis. MRI sangat berguna untuk memperlihatkan jaringan jaringan lunak (diskus intervertebralis dan ligamentum flavum) dan lesi korda.
Cedera Spina 
CT scan ini memperlihatkan satu fragmen besar yang melewati batas sehingga membahayakan kanalis spinalis

Cedera yang menyertai
Periksa dengan cermat ada tidaknya cedera penyerta pada tengkorak, toraks, perut atau pelvis.

⦁    PRINSIP PENANGANAN
⦁    Pertolongan Pertama
Prioritas pertama ialah memastikan adanya saluran napas dan ventilasi yang memadai. Pasien yang tak sadar harus diperlakukan seolah-olah mereka mengalami cedera spinal sebelum diagnosis ini jelas-jelas disingkirkan.
⦁    Penanganan Awal di Rumah Sakit
Tergantung pada sifat dan beratnya cedera, yang tidak dapat dinilai melalui penampilan di permukaan. Penilaian umum dilakukan, sering terdapat cedera berat yang menyertai. Jika pasien perlu resusitasi atau intubasi trakea, hati-hati akan bahaya fleksi atau ekstensi leher. Ventilasi harus dijamin, syok serta perdarahan harus diterapi. Pasien dinilai dengan cermat untuk mencari ada tidaknya cedera spinal dan dilakukan pemeriksaan neurologik. Pemeriksaan dengan sinar X dilakukan.
Leher dan punggung dipertahankan pada posisi anatomis dengan bantal dan penyangga dan terapi pasti untuk cedera spinal ditunda hingga diagnosis penuh telah dibuat.
Pemeriksaan teknik log-rolling harus dilakukan untuk melakukan pemeriksaan pada punggung

Pemeriksaan klinik diulangi beberapa jam setelah masuk ke bagian rawat, tanda-tanda mungkin telah berubah. Pasien dengan kerusakan korda memerlukan perhatian khusus untuk mencegah ulkus dekubitus dan komplikasi kandung kemih. Suatu kateter uretra dimasukkan dan keluaran urin dikur (keluaran urin berkurang selama periode syok).
⦁    Terapi Definitif
Tujuan terapi adalah:
⦁    Mempertahankan fungsi neruologik
⦁    Mengurangi kompresi pada saraf atau korda yang dapat dipulihkan
⦁    Menstabilkan spina
⦁    Merehabilitasi pasien
Pasien yang tanpa kerusakan tulang dan hanya mengalami cedera jaringan lunak yang ringan dapat ditangani dalam bagian rawat kecelakaan dan diperbolehkan pulang, dengan pesan agar kembali lagi seminggu kemudian untuk dinilai.

Pasien tanpa cacat neurologik
Kalau cedera spinal bersifat stabil, ini dapat dibiarkan saja dan pasien diterapi dengan menopang spina pada posisi yang tidak akan menyebabkan regangan lebih jauh, ban leher yang kokoh atau penyangga lumbal biasanya mencukupi, tetapi pasien mungkin perlu istirahat di tempat tidur hingga nyeri dan spasme otot mereda.
Kalau cedera spinal bersifat tak stabil, cedera ini perlu dipertahankan agar aman hingga jaringan sembuh dan spina menjadi stabil. Dislokasi dan subluksasi harus direduksi, baik dengan menyesuaikan postur, dengan traksi atau operasi terbuka.
Pasien dengan kehilangan motorik dan sensorik lengkap
Selama 48 jam pertama pasien mengalami syok spinal. Kalau tidak ada penyembuhan setelah seminggu, lesi mungkin lengkap dan permanen. Kalau cedera spinal bersifat stabil (jarang terjadi), pasien dapat diterapi secara konservatif dan direhabilitasi secepat mungkin.
Pada cedera tak stabil biasa ditemui, terapi konservatif dapat digunakan; cara ini banyak menuntut dan terbaik dilakukan dalam suatu unit khusus yang dilengkapi dengan perawatan sehari semalam penuh, secara rutin dimiringkan setiap 2 jam, pembersihan kulit, perawatan kandung kemih dan fisioterapi khusus dan terapi kerja
Pasien dengan kehilangan neurologik yang tidak lengkap
Kalau cedera bersifat stabil, pasien dapat diterapi secara konservatif dengan berisitirahat di tempat tidur hingga nyeri mereda kemudian dengan beberapa bentuk penopang lokal. Kalau cedera bersifat tak stabil, reduksi atau dekompresi dengan operasi dini dan stabilisasi dapat diindikasikan
⦁    Metode terapi:
⦁    Halo-body cast. Dengan pasien pada posisi telentang dan kepalanya disangga oleh seorang asisten, alat halo dipertahankan pada posisi tepat di bawah bagian terlebar tengkorak. Di bawah anestesi lokal, empat pen steril dimasukkan ke lubang halo dan disekrupkan ke bagian luar tengkorak, pen kemudian dikunci pada posisinya. Jaket gips diterapkan, membentang dari bahu dan dibentuk di atas krista iliaka. Halo difiksasi pada gips badan.
⦁    Dekompresi dan stabilisisasi dapat dicapai dari depan melalui pendekatan transtoraks atau transperitoneal, atau dari belakang melalui pendekatan translaminar atau transpedikular.


⦁    CEDERA VERTEBRA SERVIKAL
Pasien yang pingsan karena cedera kepala, fraktur vertebra servikal harus selalu dicurigai. Posisi leher yang abnormal dapat menjadi tanda pendukung, tetapi palpasi jarang bermanfaat. Gerakan harus dilakukan dengan sangat pelan-pelan dan kalau nyeri, lebih baik ditunda hingga leher telah difoto dengan sinar X. Nyeri atau paraestesi pada tungkai perlu diperhatikan dan tungkai harus selalu diperiksa untuk mencari bukti danya kerusakan sumsum atau akar saraf.
Foto sinar X harus bermutu tinggi dan harus diperiksa secara metodik:
⦁    Pada foto AP, harus lateral  harus utuh, dan prosesus spinosus serta bayangan trakea harus berada pada garis tengah
⦁    Foto lateral harus mencakup ketujuh vertebra servikal dan T1 kalau tidak, cedera yang rendah akan terlewatkan
⦁    Jarak antara odontoid dan bagian belakang arkus anterior pada atlas harus tak lebih dari 4,5 mm pada anak atau 3 mm pada orang dewasa dan tidak berubah bila fleksi
⦁    Untuk menghindari terlewatnya dislokasi yang tanpa fraktur, kadang-kadang diperlukan film lateral pada posisi fleksi dan ekstensi
⦁    Pergeseran korpus vertebra ke depan di atas korpus di bawahnya adalah penting
⦁    Lesi yang tidak jelas atau menyangsikan membutuhkan CT.

⦁    Fraktur Avulsi
Fraktur pada prosesus spinosus C7 dapat terjadi oleh kontraksi otot yang hebat (fraktur clay-shovoller). Fraktur ini nyeri tapi tak bahaya.
⦁    Strain Servikal (Whiplash)
Cedera jaringan lunak yang terjadi bila leher tiba-tiba tersentak ke dalam hiperekstensi. Biasanya cedera ini terjadi setelah tertabrak dari belakang; badan terlempar ke depan dan kepala tersentak ke belakang.
Pasien mengeluh nyeri dan kekakuan pada leher, yang dapat amat refrakter dan bertahan selama setahun atau lebih lama. Keadaan ini sering disertai dengan gejala lain yang lebih tidak jelas, misalnya nyeri kepala, pusing, deperesi, penglihatan kabur dan rasa baal atau paraesetsia pada lengan. Analgesik akan meringankan nyeri dan fisioterapi memberi rasa nyaman.
⦁    Fraktur C1
Beban berat yang mendadak di atas kepala dapat menyebabkan peremukan yang dapat menyebabkan fraktur pada cincin atlas di belakang dan di muka massa lateral (fraktur Jefferson). Tidak ada pelanggaran batas pada kanalis spinalis dan biasanya tidak ada kerusakan neurologik.
Fraktur C1/Jefferson
 ⦁    Fraktur pada Pedikulus C2
Fraktur orang digantung ditemukan pada kehidupan sehari-hari pada kecelakaan mobil di mana kepala membentuk kaca depan, memaksa leher hiperekstensi. Kalau kedua pedikulus mengalami fraktur dan bergeser secara hebat, kerusakannya akan menyebabkan kematian. Fraktur yang tidak bergeser pun tetap berbahaya dan terbaik pasien diterapi dengan imobilisasi dalam halo-body cast selama seminggu.
Fraktur C2/Hangman
 ⦁    Fraktur Odontoid
(a) Fraktur odontoid yang sangat bergeser
(b) Fraktur ini telah direduksi dan dipertahankan dengan memfiksasi prosesus spinosus C1 pada prosesus C2
Diakibatkan oleh kecelakaan karena mengemudi dalam kecepatan tinggi atau jatuh dengan keras. Fraktur yang bergeser ini sebenarnya adalah fraktur-dislokasi pada sendi atlantoaksial di mana atlas bergeser ke depan atau ke belakang, sekaligus membawa prosesus odontoid bersamanya. Fraktur yang tak bergeser dapat diterapi dengan penyangga servikal yang sesuai, yang dipakai selama 12 minggu.
⦁    Cedera Hiperekstensi-C3 ke T1
Tulang tidak rusak tapi ligamen longitudinal anterior dapat robek. Riwayat memar pada muka atau laserasi sering menunjukkan mekanismenya. Kerusakan neurologik bervariasi dan mungkin akibat terjadi  kompresi antara diskus dan ligamentum flavum; edema dan hematomielia dapat menyebabkan sindrom medula spinalis sentral yang akut. Cedera ini stabil pada posisi netral, di mana cedera ini harus dipertahankan dengan ban leher selama 6 minggu.
⦁    Cedera Kompresi Baji
Reduksi tidak diperlukan.
Fraktur kompresi baji yang sebenarnya (a) stabil karena ligamen posterior tetap utuh. Fraktur kominutif 
(b) terbaik dianggap sebagai fraktur tak stabil karena bagian posterior korpus vertebra yang besar dapat bergeser ke belakang
⦁    Fraktur Remuk
Fragmen tulang dapat mengalami pergeseran, sehingga sebaiknya gerakan dibatasi. Gunakan ban leher gips selama 6 minggu, kemudian ganti dengan ban leher polietilen hingga fusi antarbadan terlihat dengan sinar X.

⦁    Fraktur Korpus Kominutif
Diakibatkan oleh tekanan aksial yang hebat diakibatkan oleh kombinasi tekanan aksial  dengan fleksi, biasanya pada lompat indah. Fraktur ini biasanya diterapi dengan traksi tengkorak selama 8 minggu, kemudian penyangga servikal selama 8 minggu lagi.
⦁    Subluksasi – C3 ke T1
Penggunaan ban leher selama 6 minggu biasanya memadai.
(a) Foto yang diambil pada posisi ekstensi tidak memperlihatkan pergeseran korpus vertebra,-tetapi terdapat celah yang terlalu besar di antara prosesus spinosus C4 dan 5 
(b) Bila leher sedikit berfleksi, subluksasi tampak jelas.
⦁    Dislokasi dan Fraktur Dislokasi di Antara C3 dan T1
Terapi awal. Pergeseran harus direduksi, dengan traksi tengkorak yang berat (10-15 kg) selama beberapa jam. Terapi berikutnya, melanjutkan traksi (dikurangi 5 kg) selama 6 minggu kemudian dengan ban leher selama 6 minggu lagi.
⦁    Dislokasi Permukaaan Unilateral
Reduksi dapat terjadi spontan sementara leher diposisikan untuk traksi.


⦁    CEDERA VERTEBRA TORAKAL
Paraplegia lengkap yang tidak membaik selama 48 jam, penanganan konservatif sudah cukup, pasien dapat diuji di tempat tidur selama 5-6 minggu, kemudian dimobilisasi dengan suatu penyangga. Kalau paraplegia bersifat sebagian, diperlukan kompresi dan stabilisasi.


⦁    CEDERA TORAKOLUMBAL
Bila pasien ditemukan di tempat kecelakaan, dia harus dipindahkan ke atas usungan sebagai satu potong, spina harus dipertahankan lurus. Untuk memeriksa punggung, pasien dengan hati-hati dimiringkan minimal dua orang, sebaiknya tiga orang ke satu sisi. Kemudian lakukan sinar-X, perhatikan: (1) Penjajaran vertebra (2) Bentuk masing-masing korpus vertebra.
⦁    Fraktur Prosesus Transversus
Cedera jaringan lunak. Jika terisolasi tidak perlu terapi.
⦁    Cedera Ekstensi
Biasanya sembuh secara spontan. Sering ditemukan pada atlet angkat berat, pesenam atau atlet lain.
⦁    Fraktur Kompresi-Baji
 Fraktur kompresi baji (a) Fraktur kompresi dengan setengah korpus vertebra masih intak 
(b) Fraktur baji anterior dengan kehilangan tinggu 20% 
(c) Gips jaket 
(d) Lightweight removable orthosis 
(e) Fiksasi posterior berhasil mencegah kolaps lebih jauh
Tersering, yang disebabkan oeh fleksi spinal dan biasanya ligamen posterior utuh. Terapi yang terbaik adalah aktivitas. Pasien dipertahankan di tempat tidur selama satu atau dua minggu hingga nyeri mereda kemudian latihan spinal.
⦁    Fraktur Remuk
Kompresi aksial dapat meledakkan korpus vertebra, menyebabkan kegagalan pada kolumna anterior dan pertengahan. Cedera dapat diterapi dengan imobilisasi dalam jaket gips yang tidak dipasaang dengan spina pada posisi hiperekstensi tapi pada posisi netral, kemudian diganti dengan jaket poietilen setelah 6 minggu.
Fraktur peremukan lumbal Tekanan yang hebat dapa menyebabkan reropulsi korpus vertebra (a)
Tingkat pelanggaran batas pada kanalis spinalis terbaik diperlihatkan dengan CT (b)
⦁    Cedera Pisau Lipat
Kombinasi fleksi dan distraksi dapat menyebabkan tulang belakang lumbal-perttengahan membentuk pisau lipat dengan poros yang bertempat di bagian anterior kolumna vertebralis. Terapi dengan jaket gips selama 6-8 minggu.
⦁    Fraktur-Dislokasi
Terapi bergantung apakah korda atau akar saraf rusak atau tidak.

Fraktur-Dislokasi dengan Paraplegia
Traksi saja dapat mencapai reduksi. Setelah 6-8 minggu pasien dapat dimobilisasi dari tempat tidur. Jika hanya sebagian, dibutuhkan kompresi dan stabilisasi

Fraktur-Dislokasi tanpa Paraplegia
Dapat direduksi dengan traksi dalam posisi ekstensi, spina kemudian diimobilisasi, sebaiknya ddengan fiksasi internal. Penyangga dipakai minimal 3 bulan.


⦁    CEDERA SARAF
⦁    Gegar Korda (Neurapraksia)
Paralisis motorik (flaksid), kehilangan sensorik dan paralisis viseral di bawah lesi korda, tapi dapat sembuh dalam beberapa menit atau jam.
⦁    Transesksi Korda
Paralisis motorik, kehilangan sensorik dan paralisis viseral terjadi di bawah lesi korda, bersifat sementara.
⦁    Transeksi Akar
Paralisis motorik, kehilangan sensorik dan paralisis viseral terjadi pada distribusi akar yang rusak. Regenerasi secara teoritis dapat terjadi dan paralisis motorik yang tersisisa tetap flasid secara permanen.
Tingkat Anatomis
Pada cedera vertebra servikal, transeksi korda hampir sesuai dengan tingkat kerusakan tulang. Transeksi korda servikal yang tinggi bersifat fatal karena semua otot pernapasan lumpuh. Pada cedera di bawah vertebra C5, tungkai atas sebagian terhindar dan mengakibatkan deformitas yang khas. Transeksi korda vertebra T10 menyebabkan paralisis tungkai bawah dan visera. Korda membentuk suatu tonjolan kecil (konus medularis) di antara vertebra T10 dan L1, dan meruncing pada antar ruang di antara vertebra L1 dan L2.
Akar sakral mempersarafi: (1) Sensasi dalam daerah pelana, suatu jalur di sepanjang bagian belakang paha dn tungkai bawah, dan dua pertiga sebelah luar paha kaki, (2) Tenaga motorik pada otot yang mengendalikan pergelangan kaki dan kaki, (3) Refleks anal dan penis, respons plantar dan refleks pergelangan kaki, (4) Pengendalian kencing.
Akar lumbal mempersarafi: (1) Sensasi pada seluruh tungkai bawah selain bagian yang dipasok oleh segmen sakral, (2) Tenaga motorik pada otot yang mengendalikan pinggul dan lutut, (3) Refleks kremaster dan refleks lutut.


Prognosis

⦁    CEDERA TORAKS
⦁    Fraktur Tulang Rusuk
Diakibatkan cedera langsung, atau pada pasien osteoporotik dapat patah dengan tekanan kecil, misalnya batuk. Terapi dengan injeksi anastetik lokal dan latihan pernapasan. Komplikasi: cedera paru-paru, yaitu pneumotorak.
⦁    Fraktur Sternum
Akibat pukulan langsung pada dada, atau tak langsung selama cedera fleksi spina. Sternum perlu diangkat ke depan dengan anestesi umum dengan pengait tulang jika bergeser sangat hebat.
⦁    Dada Remuk ke Dalam
Akibat cedera torak yang hebat. Terapi dengan melakukan anestesi dan memberikan pernapasan dengan tekanan positif. Saluran napas harus bersih untuk trakeotomi dan intubasi. Rongga pleura harus didrainase melalui suatu pipa interkostal.
Fraktur sangkar toraks (a) Fraktur tulang rusuk biasanya terihat jelas pada sinar-X 
(b) Fraktur yang tak bergeser kadang-kadang sulit ditemukan, seminggu kemudian fraktur itu terlihat jelas pada scan radionuklida

No comments:

Post a Comment