Ilmu Kedokteran Forensik (Forensic: asal kata Forum,
tempat berlangsung sidang di zaman Romawi dan Medicine : berarti
kedokteran).
8 Cabang ilmu kedokteran yang menggunakan prinsip-prinsip dan pengetahuan
kedokteran untuk membantu proses hukum, baik sipil maupun kriminal (Jaising P Modi).
8 Penggunaan pengetahuan dan keterampilan dibidang kedokteran kepentingan
hukum dan peradilan (Prof.DR.Amri Amir Sp.F(K),DFM,SH).
8 Salah satu cabang spesialistik ilmu kedokteran yang memanfaatkan ilmu
kedokteran untuk membantu penegakan hukum, keadilan dan memecahkan
masalah-masalah di bidang hukum.
Di bawah ini adalah bagan perundang-undangan kedokteran forensik.
Keterangan:
8 KUHP : Kitab Undang-undang Hukum Pidana
Pada dasarnya isi dari pasal dalam RUU KUHP ini hampir sama dengan KUHP
warisan dari penjajah Belanda, hanya saja dalam dalam RUU KUHP itu
telah disesuaikan dengan perkembangan hukum pidana modern dan
nilai-nilai luhur bangsa Indonesia.
8
KUHAP : Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
8 PP : Peraturan Pemerintah
8 S.D. : Sumpah Dokter
8 R.K. : Rahasia Kedokteran
8 KODEKI : Kode Etik Kedokteran Indonesia
1→ SISTEM TATA HUKUM
8 Hukum Publik (pidana)
8 Hukum Privat (perdata)
a→ Hukum Publik/Pidana
Hukum yang mengatur hubungan antara warga negara dengan pemerintah. Mencakup dua segi, yaitu :
8 Segi Formil
KUHAP (UU No.8 Tahun 1981) yang merupakan pengganti HIR atau RIB.
8 Segi Materiil
KUHP yang berisi jenis-jenis perbuatan, pihak-pihak yang bersangkutan dan
berat ringannya hukuman.
KUHP terdiri dari 3 buku (pasal 1–569) sedang diperbaharui menunggu
persetujuan DPR RI:
- Buku I : Aturan umum è Bab I-IX
- Buku II : Kejahatan è Bab I-XXXI
- Buku III : Pelanggaran è Bab I-IX
Contoh hukum pidana
: pembunuhan, penculikan, perkosaan, pencurian, dll.
Yang terkait dengan hukum publik
:
(1) Korban
Korban hidup dibawa ke UGD, korban meninggal dibawa ke Instalasi kedokteran
Forensik.
(2) Saksi
Harus > 1 orang
(3) Tersangka
Indonesia menganut asas praduga tak bersalah.
> Terdakwa : tersangka yang sempat ke pengadilan
> Terpidana : terdakwa yang telah diputuskan bersalah oleh hakim.
(4) Penyidik
Pejabat polisi negara RI atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yangg
diberi wewenang khusus oleh UU.
(5) Jaksa/Penuntut Hukum
(6) Hakim
Ada 3 orang ( 1 hakim ketua dan 2 hakim anggota)
(7) Pembela atau pengacara
(8) Panitera
Petugas di pengadilan yang tugasnya mencatat jalannya persidangan.
Sanksi hukum publik
:
> Masuk penjara dan tidak bisa diganti dengan uang (kebalikan hukum
perdata).
> Pidana ekonomi (hukum penjara dan denda), mis: kasus korupsi.
b→ Hukum Privat/Perdata:
Hukum yang mengatur hubungan antara warga negara dengan warga negara, mis:
sewa-menyewa, jual-beli, warisan, dll.
Yang terkait dalam hukum privat
:
(1) Penggugat
(2) Tergugat
(3) Pengacara
Note: (1) dan (2) boleh datang ke pengadilan & menjadi pembela
untuk dirinya sendiri biar lebih murah. Bila (1) dan (2) punya uang
boleh menyewa (3).
Sanksi dari hukum privat
: ganti rugi uang.
> UU No.8 Tahun 1999 tentang UU perlindungan konsumen
mempunyai sanksi pidana dan perdata. Pihak Rumah Sakit (RS) pun termasuk
didalamnya. Namun, UU ini masih ada pro dan kontra di
kalangan RS. Apakah UU tersebut sesuai dengan RS karena paramedis =
produsen dan pasien = konsumen.
2→ VISUM ET REPERTUM
a→ Pengertian
Menurut bahasa: berasal dari kata Latin yaitu visum (sesuatu yang
dilihat) dan repertum (melaporkan).
Menurut istilah:
8 adalah laporan tertulis yang dibuat oleh dokter berdasarkan sumpah
jabatannya terhadap apa yang dilihat dan diperiksa berdasarkan keilmuannya.
8 adalah keterangan tertulis yang dibuat dokter atas permintaan tertulis
(resmi) penyidik tentang pemeriksaan medis terhadap seseorang manusia baik
hidup maupun mati ataupun bagian dari tubuh manusia, berupa temuan dan
interpretasinya, di bawah sumpah dan untuk kepentingan peradilan.
Visum et Repertum
(VeR) merupakan salah satu bantuan yang sering diminta oleh pihak penyidik
(polisi) kepada dokter menyangkut perlukaan pada tubuh manusia. Visum et Repertum (VeR) merupakan alat bukti dalam proses
peradilan yang tidak hanya memenuhi standar penulisan rekam medis, tetapi
juga harus memenuhi hal-hal yang disyaratkan dalam sistem peradilan.
Menurut LN (lembar negara) 350 Tahun 1973: Suatu laporan
medik forensik oleh dokter atas dasar sumpah jabatan terhadap pemeriksaan
barang bukti medis (hidup/mati) atau barang bukti lain, biologis (rambut,
sperma, darah), non-biologis (peluru, selongsong) atas permintaan tertulis
oleh penyidik ditujukan untuk peradilan.
8 Dalam UU, tidak disebutkan VeR; yang ada ialah “Surat Keterangan medik”
dan “Surat Keterangan Ahli”.
8 VeR hanya dibuat oleh dokter.
8 Dokter gigi dapat membantu mengidentifikasi korban sesuai dengan
keilmuannya, mis: mengidentifikasi korban kebakaran melalui giginya.
b→ 5 Hal Penting Tentang VeR:
8 Laporan tertulis dari dokter
8 Permintaan tertulis dari penyidik/pihak berwajib
8 Terhadap hasil pemeriksaan barang bukti peradilan medis
8 Mengingat sumpah/janji pada waktu menerima jabatan (LN No.350 Tahun 1973)
8 Pada suatu saat
c→ Kegunaan VeR:
(1)
Merupakan alat bukti sah sebagai bahan pertimbangan hakim dalam penerapan
keputusan berdasarkan Pasal 184 ayat 1 KUHAP, alat bukti
tersebut meliputi :
1→ Keterangan saksi
2→
Keterangan ahli
3→ Surat
4→ Petunjuk
5→ Keterangan terdakwa (harus dikonfirmasi ulang dengan
keempat alat bukti lainnya)
Dalam memutuskan perkara, setidaknya dipenuhi 2 alat bukti diatas, ditambah
dengan keyakinan hakim.
(2) Untuk proses penyidikan lebih lanjut
d→ Bagian-bagian VeR:
(a) PEMBUKAAN
8 Pro yustisia
8 Di bagian atas laporan, utk memenuhi persyaratan yuridis dan dicantum
dikiri atas, pengganti materai, dengan demikian VeR tidak perlu bermeterai.
(b) VISUM ET REPERTUM menyatakan jenis dari barang bukti atau
pengganti barang bukti.
(c) PENDAHULUAN
8 Objektif administratif
8 Memuat identitas dokter pemeriksa pembuat VeR, Identitas peminta VeR,
waktu (tanggal dan pukul diterimanya permohonan VeR) dan tempat
pemeriksaan, dan identitas barang baukti (manusia), sesuai dengan identitas
(identitas dokter yang melakukan pemeriksaan, identitas subjek yang
diperiksa: nama, jenis kelamin, umur, bangsa, alamat, pekerjaan, kapan
dilakukan pemeriksaan, dan tempat dilakukan pemeriksaan) yang tertera dalam
surat permintaan VeR dari pihak penyidik dan label atau segel.
(d) PEMBERITAAN ATAU HASIL PEMERIKSAAN
8 Objektif medis.
8 Memuat segala sesuatu yang ditemukan pada barang bukti yang diperiksa
dokter, dengan atau pemeriksaan lanjutan bila perlu.
8 Memuat hasil pemeriksaan yang objektif sesuai dengan apa yang diamati,
terutama dilihat dan ditemukan pada korban atau benda yang diperiksa.
Pemeriksaan dilakukan dengan sistematis dari atas ke bawah sehingga tidak
ada yang tertinggal. Deskripsinya juga tertentu yaitu mulai dari letak
anatomisnya, koordinatnya (absis adalah jarak antara luka dengan garis
tengah badan, ordinat adalah jarak antara luka dengan titik anatomis
permanen yang terdekat), jenis luka atau cedera, karakteristik serta
ukurannya. Rincian tersebut terutama penting pada pemeriksaan korban mati
yang pada saat persidangan tidak dapat dihadirkan kembali. Pada pemeriksaan
korban hidup, bagian pemberitaan terdiri dari:
(a)
Pemeriksaan anamnesis
atau wawancara
, mengenai apa yang dikeluhkan dan apa yang diriwayatkan yang menyangkut
tentang ‘penyakit’ yang diderita korban sebagai hasil dari kekerasan/tindak
pidana/diduga kekerasan.
(b) Hasil pemeriksaan yang memuat seluruh hasil pemeriksaan,
baik pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan
penunjang lainnya. Uraian hasil pemeriksaan korban hidup berbeda dengan
pada korban mati, yaitu hanya uraian tentang keadaan umum dan perlukaan
serta hal-hal lain yang berkaitan dengan tindak pidananya (status lokalis).
(c) Tindakan dan perawatan berikut indikasinya, atau pada
keadaan sebaliknya, ‘alasan tidak dilakukannya suatu tindakan yang
seharusnya dilakukan’. Uraian meliputi juga semua temuan pada saat
dilakukannya tindakan dan perawatan tersebut. Hal tersebut perlu diuraikan
untuk menghindari kesalahpahaman tentang tepat/ tidaknya penanganan dokter
dan tepat/tidaknya kesimpulan yang diambil.
(d) Keadaan akhir korban, terutama tentang gejala sisa dan
cacat badan merupakan hal penting untuk pembuatan kesimpulan sehingga harus
diuraikan dengan jelas. Pada bagian pemberitaan memuat 6 unsur yaitu
anamnesis, tanda vital, lokasi luka pada tubuh, karakteristik luka, ukuran
luka, dan tindakan pengobatan atau perawatan yang diberikan
(e) KESIMPULAN (bersifat subyektif medis)
8 Memuat inti sari hasil pemeriksaan, disertai pendapat dokter
8 Memuat hasil interpretasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah
dari fakta yang ditemukan sendiri oleh dokter pembuat VeR, dikaitkan dengan
maksud dan tujuan dimintakannya VeR tersebut. Pada bagian ini harus memuat
minimal 2 unsur yaitu jenis luka dan kekerasan dan derajat kualifikasi
luka. Hasil pemeriksaan anamnesis yang tidak didukung oleh hasil
pemeriksaan lainnya, sebaiknya tidak digunakan dalam menarik kesimpulan.
Pengambilan kesimpulan hasil anamnesis hanya boleh dilakukan dengan penuh
hati-hati. Kesimpulan VeR adalah pendapat dokter pembuatnya yang bebas,
tidak terikat oleh pengaruh suatu pihak tertentu. Tetapi di dalam
kebebasannya tersebut juga terdapat pembatasan, yaitu pembatasan oleh ilmu
pengetahuan dan teknologi, standar profesi dan ketentuan hukum yang
berlaku. Kesimpulan VeR harus dapat menjembatani antara temuan ilmiah
dengan manfaatnya dalam mendukung penegakan hukum. Kesimpulan bukanlah
hanya resume hasil pemeriksaan, melainkan lebih ke arah interpretasi hasil
temuan dalam kerangka ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku
(f) PENUTUP
8 Memuat pernyataan bahwa keterangan tertulis dokter tersebut dibuat dengan
mengingat sumpah atau janji ketika menerima jabatan atau dibuat dengan
mengucapkan sumpah atau janji lebih dahulu sebelum melakukan pemeriksaan
serta dibubuhi tanda tangan dokter pembuat VeR.
8 VeR dibuat atas sumpah dokter, menurut pengetahuan yang sebaiknya.
8 Berdasarkan LN No. 350 Tahun 1937 dan KUHP UU No.8 Tahun 1981.
Barang bukti yang diperiksa adalah mayat yang duga akibat tindak pidana,
dokter yang memeriksa harus menjelaskan ke penyelidik tentang:
(1) Penentuan identitas.
(2) Perkiraan saat kematian.
(3) Sebab kematian.
(4) Perkiraan cara kematian.
Kalau yang diperiksa korban hidup (penganiayaan), perlu diberikan
kejelasan:
(1) Identitas korban
(2) Jenis luka
(3) Jenis kekerasan
(4) Kualifikasi luka (menentukan berat ringannya hukuman)
e→ Kedudukan Visum et Repertum:
(1) VeR merupakan keterangan ahli.
VeR harus disertai kehadiran dokter di pengadilan.
VeR diatur dalam:
8 Pasal 1 ayat 28 KUHAP
8 Pasal 186 KUHAP
(2) VeR merupakan surat, diatur dalam:
8 Pasal 187 ayat (c) KUHAP berisi “ Sesuatu yang telah dikuatkan dengan
sumpah dapat dijadikan alat bukti yang sah”
8 LN No. 350 tahun 1937
(3) VeR dapat juga merupakan pengganti barang bukti yang dipakai sebagai
alat bukti yang sah di pengadilan.
Dasar hukum VeR (KUHAP):
Pasal 1 ayat 28
|
Saksi ahli
|
Pasal 120
|
Permintaan kepada ahli
|
Pasal 133
|
Permintaan kepada ahli
|
Pasal 134
|
Pemberitahuan kepada keluarga
|
Pasal 135
|
Penggalian mayat
|
Pasal 136
|
Biaya
|
Pasal 161
|
Tentang sumpah
|
Pasal 170
|
Menyimpan rahasia
|
Pasal 179
|
Pendapat seorang ahli
|
Pasal 184
|
Alat bukti
|
3→
PP NO.27 TAHUN 1983, LN NO.36 TAHUN 1983 TENTANG PELAKSANAAN KUHAP BAB
II
Ayat 1:
a→ Penyelidik dijabat oleh pejabat kepolisian negara yang berpangkat
sekurang-kurangnya Pembantu Letnan Dua.
b→ Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang sekurang-kurangnya berpangkat
Pengatur Muda tingkat 1(golongan II-b) atau yang disamakan dengan itu.
Ayat 2:
Dalam hal di suatu sektor Kepolisian tidak ada penyelidik sebagaimana yang
dimaksud ayat 1 huruf a, maka komandan sektor Kepolisian yang berpangkat
Bintara di bawah Pembantu Letnan Dua Polisi karena jabatannya adalah
penyelidik.
Pasal dan Aturan Hukum yang Berkaitan Dengan Penyelidik
8 KUHAP Pasal 6 Ayat 1
Penyelidik adalah:
(a) Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia
(b) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh
undang-undang
Surat Keputusan Menhankam/Pangab No. Kep/B/17/vi/1974 tentang Penyidik
dan Pembantu Penyidik
8 Pasal 1 ayat 2:
Penyidikan dilakukan oleh:
(a) Penyidik yang dijabat oleh pejabat Kepolisian Negara yang berpangkat
sekurang-kurangnya Pembantu Letnan Dua.
(b) Pembantu Penyidik yang dijabat oleh pejabat Kepolisian Negara yang
berpangkat Sersan Dua sampai dengan Sersan Mayor dan anggota-anggota
kepolisian khusus yang atas usul Komandan/Kepala Jawatan/instansi Sipil
pemerintah diangkat oleh Kapolri.
4→
PERUNDANG-UNDANGAN DAN PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN PEKERJAAN DOKTER
DI DALAM MEMBANTU PERADILAN
8 Pasal I (28) KUHAP
Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seseorang yang
memiliki keahlian khusus, tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang
suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan.
8 Pasal 120 KUHAP
(1) Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat meminta pendapat orang
ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus.
(2) Ahli tersebut mengangkat sumpah atau mengucapkan janji di muka penyidik
bahwa ia akan memberikan keterangan menurut pengetahuannya yang
sebaik-baiknya kecuali bila disebab harkat serta martabat, pekerjaan atau
jabatannya yang mewajibkan ia menyimpan rahasia dapat menolak untuk
memberikan keterangan yang diterima.
8 Pasal 133 KUHAP
(1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban
baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang
merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli
kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.
(2) Permintaan keterangan ahli sebagai mana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas
untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah
mayat.
(3) Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada
rumah sakit harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan
terhadap mayat tersebut dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilak
dengan cap jabatan yang diletakkan pada ibu jari atau bagian lain badan
mayat.
8 Pasal 134 KUHAP
(1) Dalam hal sangat diperlukan dimana untuk kepentingan pembuktian bedah
mayat tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih
dahulu kepada keluarga korban.
(2) Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan dengan
sejelas-jelasnya tentang maksud dan tujuan perlu dilakukannya pembedahan
tersebut.
(3) Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga
atau pihak yang perlu diberitahu tidak ditemukan, penyidik segera
melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 133 ayat (3)
undang-undang ini.
8 Pasal 135 KUHAP
Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan perlu melakukan penggalian
mayat, dilaksanakan menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 133
ayat (2) dan pasal 134 ayat (1) undang-undang ini.
8 Pasal 136 KUHAP
Semua biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan pemeriksaan sebagaimana
dimaksud dalam bagian kedua BAB XIV ditanggung negara.
8 Pasal 160 KUHAP
(3) Sebelum memberikan keterangan, saksi wajib mengucapkan sumpah atau
janji menurut agamanya masing-masing, bahwa ia akan memberikan keterangan
yang sebenarnya dan tidak lain dari pada yang sebenarnya
(4) Jika peradilan menganggap perlu, seorang saksi atau ahli wajib
bersumpah atau berjanji sesudah saksi atau ahli itu selesai memberikan
keterangan.
8 Pasal 161 KUHAP
(1) Dalam hal saksi atau ahli tanpa alasan yang sah menolak untuk bersumpah
atau berjanji sebagaimana dimaksud dalam pasal 160 ayat (3) dan (4), maka
pemeriksaan terhadapnya tetap dilakukan, sedang ia dengan surat penetapan
hakim ketua sidang dapat dikenakan sandera ditempat rumah tahanan negara
paling lama empat belas hari
(2) Dalam hal tenggang waktu penyanderaan tersebut telah lampau dan saksi
atau ahli tetap tidak mau disumpah atau mengucapakan janji, maka keterangan
yang telah diberikan merupakan keterangan yang dapat menguatkan keyakinan
hakim.
8 Pasal 162 KUHAP
(1) Jika saksi sesudah memberikan keterangan dalam penyidikan meninggal
dunia atau karena halangan yang sah tidak dapat hadir di sidang atau tidak
dapat dipanggil karena jauh tempat kediaman atau tempat tinggalnya atau
karena sebab lain yang berhubungan dengan kepentingan negara, maka
keterangan yang telah diberikannya itu dibacakan.
(2) Jika keterangan itu sebelumnya telah diberikan dibawah sumpah, maka
keterangan itu disamakan nilainya dengan keterangan dibawah sumpah yang
diucapkan di sidang.
8 Pasal 170 KUHAP
(1) Mereka yang karena pekerjaan, harkat martabat atau jabatannya
diwajibkan menyimpan rahasia, dapat minta dibebaskan dari kewajiban untuk
memberikan keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal yang dipercayakan
kepada mereka
(2) Hakim menentukan sah atau tidaknya segala alasan untuk permintaan
tersebut.
8 Pasal 179 KUHAP
(1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman
atau dokter ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan
(2) Semua ketentuan tersebut diatas untuk saksi berlaku juga bagi mereka
yang memberikan keterangan ahli dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan
sumpah atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan yang
sebenarnya menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya.
8 Pasal 168 KUHAP
Kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini, maka tidak dapat didengar
keterangannya dan dapat mengundurkan diri sebagai saksi :
(a) Keluarga atau semenda dalam garis lurus keatas atau kebawah sampai
derajat ketiga dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa
(b) Saudara dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa, saudara
ibu atau saudara bapak, juga mereka yang mempunyai hubungan karena
perkawinan dan anak-anak saudara terdakwa sampai derajat tiga
(c) Suami atau istri terdakwa meskipun sudah bercerai atau yang
bersama-sama sebagai terdakwa.
8 Pasal 169 KUHAP
(1) Dalam hal mereka sebagaimana dimaksud dalam pasal 168 menghendakinya
dan penuntut umum serta terdakwa secara tegas menyetujuinya dapat
memberikan keterangan di bawah sumpah.
(2) Tanpa persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), mereka
diperbolehkan memberikan keterangan tanpa sumpah.
8 Pasal 180 KUHAP
(1) Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul
di sidang pengadilan, hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan
dapat minta agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan.
(2) Dalam hal timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasehat
hukum terhadap hasil keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
hakim memerintahkan agar hak itu dilakukan penelitian ulang.
(3) Hakim karena jabatannya dapat memerintahkan untuk dilakukan penelitian
ulang sebagaimana tersebut dalam ayat (2).
(4) Penelitian ulang sebagaimana tersebut dalam ayat (2) dan (3) dilakukan
oleh instansi semula dengan komposisi personil yang berbeda dan instansi
lain yang mempunyai wewenang untuk itu.
8 Pasal 183 KUHAP
Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan
sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, ia memperoleh keyakinan bahwa
suatu tindak pidana dengan benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang
bersalah melakukannya.
8
Pasal 184 KUHAP
(1) Alat bukti yang sah ialah :
(a) Keterangan saksi
(b) Keterangan ahli
(c) Surat
(d) Petunjuk
(e) Keterangan terdakwa
(2) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan
8 Pasal 186 KUHAP
Keterangan ahli adalah apa yang seorang ahli nyatakan disidang pengadilan
8 Pasal 187 KUHAP
Surat sebagaimana tersebut pada pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas
sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah :
(c) Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan
keahliannya mengenai sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dari
padanya.
8 Pasal 65 KUHAP
Tersangka atau terdakwa berhak untuk mengusahakan dan mengajukan saksi dan
atau seseorang yang memiliki keahlian khusus guna memberikan keterangan
yang menguntungkan bagi dirinya.
8 Pasal 222 KUHAP
Barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan
pemeriksaan mayat forensik, diancam dengan pidana penjara paling lama
sembilan bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
8 Pasal 224 KUHAP
Barang siapa dipanggil sebagai saksi, ahli, atau juru bahasa menurut
undang-undang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban berdasarkan
undang-undang yang harus dipenuhinya, diancam :
(a) Dalam perkara pidana, dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan
8 LEMBARAN NEGARA NO.69 TAHUN 1960
PP No.26 tahun 1960 è Lafal Sumpah dokter: “
Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena
pekerjaan saya dan karena keilmuan saya sebagai dokter
.”
8 Lembaran Negara No.21 Tahun 1966
PP No.10 tahun 1966 è wajib simpan rahasia kedokteran
Pasal 1: Rahasia kedokteran à segala sesuatu yang diketahui oleh
orang-orang tersebut dalam pasal 3 pada waktu atau selama melakukan
pekerjaannya dalam lapangan kedokteran.
Pasal 2: Pengetahuan tersebut pasal 1 harus dirahasiakan oleh orang-orang
tersebut dalam pasal 3, kecuali apabila suatu peraturan lain yang
sederajat/lebih tinggi daripada peraturan pemerintah ini menentukan lain.
Pasal 3: Yang diwajibkan menyimpan rahasia yang dimaksudkan dalam pasal 1
adalah:
(a) Tenaga kesehatan menurut pasal 2 UU tentang tenaga kesehatan (L.N. no.7
tahun 1963)
(b) Mahasiswa kedokteran, murid yang bertugas dalam lapangan pemeriksaan,
pengobatan atau perawatan, dan orang lain yang ditetapkan menteri kesehatan
Pasal 4: Terhadap pelanggaran ketentuan mengenai wajib simpan rahasia
kedokteran yang tidak atau tidak dapat dipidanan menurut pasal 322 atau
pasal 112 KUHAP, Menteri kesehatan dapat melakukan tindakan administratif
berdasarkan pasal 11 UU tentang Tenaga kerja.
Pasal 5: Apabila pelanggaran yang dimaksud dalam pasal 4 dilakukan oleh
mereka yang disebut dalam pasal 3 huruf b, maka menteri kesehatan dapat
mengambil tindakan berdasarkan wewenang dan kebijaksanaannya.
Pasal 6: Dalam melaksanakan peraturan ini menteri kesehatan dapat
mendengarkan Dewan Pelindung Susila Kedokteran dan atau Badan – badan lain
bilamana perlu.
Pasal 7: Peraturan ini dapat disebut “Peraturan Pemerintah Tentang Wajib
Simpan Rahasia Kedokteran”
8 Pasal 322 KUHAP
(1) Barang siapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya
karena jabatan atau pencariannya yang sekarang maupun dahulu, diancam
dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling
banyak sembilan ribu rupiah.
(2) Jika kejahatan dilakukan terhadap seorang tertentu maka perbuatannya
itu hanya dapat dituntut atas pengaduan orang itu.
8 Pasal 48 KUHP
Barang siapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa, tidak
dipidana.
8 Pasal 50 KUHP
Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang –
undang tidak dipidana
8 Pasal 51 KUHP
(1) Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan
yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak dipidana
(2) Perintah jabatan tanpa wewenang, tidak menyebabkan hapusnya pidana,
kecuali jika yang diperintah, dengan itikad baik mengira bahwa perintah
yang diberikan dengan wewenang dan pelaksanaannya termasuk dalam lingkungan
pekerjaannya
8 Pasal 108 KUHAP
(3) Setiap pegawai negeri dalam rangka melaksanakan tugasnya yang
mengetahui tentang terjadinya peristiwa yang merupakan tindak pidana wajib
melaporkan hal itu kepada penyelidik atau penyidik.
No comments:
Post a Comment