Monday, December 10, 2018

Legislation of Medical Forensic PERUNDANG-UNDANGAN KEDOKTERAN FORENSIK DARI SEGI HUKUM

Ilmu Kedokteran Forensik (Forensic: asal kata Forum, tempat berlangsung sidang di zaman Romawi dan Medicine : berarti kedokteran).
8 Cabang ilmu kedokteran yang menggunakan prinsip-prinsip dan pengetahuan kedokteran untuk membantu proses hukum, baik sipil maupun kriminal (Jaising P Modi).
8 Penggunaan pengetahuan dan keterampilan dibidang kedokteran kepentingan hukum dan peradilan (Prof.DR.Amri Amir Sp.F(K),DFM,SH).
8 Salah satu cabang spesialistik ilmu kedokteran yang memanfaatkan ilmu kedokteran untuk membantu penegakan hukum, keadilan dan memecahkan masalah-masalah di bidang hukum.
Di bawah ini adalah bagan perundang-undangan kedokteran forensik.
Keterangan:
8 KUHP : Kitab Undang-undang Hukum Pidana
Pada dasarnya isi dari pasal dalam RUU KUHP ini hampir sama dengan KUHP warisan dari penjajah Belanda, hanya saja dalam dalam RUU KUHP itu telah disesuaikan dengan perkembangan hukum pidana modern dan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia.
8 KUHAP : Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
8 PP : Peraturan Pemerintah
8 S.D. : Sumpah Dokter
8 R.K. : Rahasia Kedokteran
8 KODEKI : Kode Etik Kedokteran Indonesia
1→ SISTEM TATA HUKUM
8 Hukum Publik (pidana)
8 Hukum Privat (perdata)
a→ Hukum Publik/Pidana
Hukum yang mengatur hubungan antara warga negara dengan pemerintah. Mencakup dua segi, yaitu :
8 Segi Formil
KUHAP (UU No.8 Tahun 1981) yang merupakan pengganti HIR atau RIB.
8 Segi Materiil
KUHP yang berisi jenis-jenis perbuatan, pihak-pihak yang bersangkutan dan berat ringannya hukuman.
KUHP terdiri dari 3 buku (pasal 1–569) sedang diperbaharui menunggu persetujuan DPR RI:
- Buku I : Aturan umum è Bab I-IX
- Buku II : Kejahatan è Bab I-XXXI
- Buku III : Pelanggaran è Bab I-IX
Contoh hukum pidana : pembunuhan, penculikan, perkosaan, pencurian, dll.
Yang terkait dengan hukum publik :
(1) Korban
Korban hidup dibawa ke UGD, korban meninggal dibawa ke Instalasi kedokteran Forensik.
(2) Saksi
Harus > 1 orang
(3) Tersangka
Indonesia menganut asas praduga tak bersalah.
> Terdakwa : tersangka yang sempat ke pengadilan
> Terpidana : terdakwa yang telah diputuskan bersalah oleh hakim.
(4) Penyidik
Pejabat polisi negara RI atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yangg diberi wewenang khusus oleh UU.
(5) Jaksa/Penuntut Hukum
(6) Hakim
Ada 3 orang ( 1 hakim ketua dan 2 hakim anggota)
(7) Pembela atau pengacara
(8) Panitera
Petugas di pengadilan yang tugasnya mencatat jalannya persidangan.
Sanksi hukum publik :
> Masuk penjara dan tidak bisa diganti dengan uang (kebalikan hukum perdata).
> Pidana ekonomi (hukum penjara dan denda), mis: kasus korupsi.
b→ Hukum Privat/Perdata:
Hukum yang mengatur hubungan antara warga negara dengan warga negara, mis: sewa-menyewa, jual-beli, warisan, dll.
Yang terkait dalam hukum privat :
(1) Penggugat
(2) Tergugat
(3) Pengacara
Note: (1) dan (2) boleh datang ke pengadilan & menjadi pembela untuk dirinya sendiri biar lebih murah. Bila (1) dan (2) punya uang boleh menyewa (3).
Sanksi dari hukum privat : ganti rugi uang.
> UU No.8 Tahun 1999 tentang UU perlindungan konsumen mempunyai sanksi pidana dan perdata. Pihak Rumah Sakit (RS) pun termasuk didalamnya. Namun, UU ini masih ada pro dan kontra di kalangan RS. Apakah UU tersebut sesuai dengan RS karena paramedis = produsen dan pasien = konsumen.
2→ VISUM ET REPERTUM
a→ Pengertian
Menurut bahasa: berasal dari kata Latin yaitu visum (sesuatu yang dilihat) dan repertum (melaporkan).
Menurut istilah:
8 adalah laporan tertulis yang dibuat oleh dokter berdasarkan sumpah jabatannya terhadap apa yang dilihat dan diperiksa berdasarkan keilmuannya.
8 adalah keterangan tertulis yang dibuat dokter atas permintaan tertulis (resmi) penyidik tentang pemeriksaan medis terhadap seseorang manusia baik hidup maupun mati ataupun bagian dari tubuh manusia, berupa temuan dan interpretasinya, di bawah sumpah dan untuk kepentingan peradilan.
Visum et Repertum (VeR) merupakan salah satu bantuan yang sering diminta oleh pihak penyidik (polisi) kepada dokter menyangkut perlukaan pada tubuh manusia. Visum et Repertum (VeR) merupakan alat bukti dalam proses peradilan yang tidak hanya memenuhi standar penulisan rekam medis, tetapi juga harus memenuhi hal-hal yang disyaratkan dalam sistem peradilan.
Menurut LN (lembar negara) 350 Tahun 1973: Suatu laporan medik forensik oleh dokter atas dasar sumpah jabatan terhadap pemeriksaan barang bukti medis (hidup/mati) atau barang bukti lain, biologis (rambut, sperma, darah), non-biologis (peluru, selongsong) atas permintaan tertulis oleh penyidik ditujukan untuk peradilan.
8 Dalam UU, tidak disebutkan VeR; yang ada ialah “Surat Keterangan medik” dan “Surat Keterangan Ahli”.
8 VeR hanya dibuat oleh dokter.
8 Dokter gigi dapat membantu mengidentifikasi korban sesuai dengan keilmuannya, mis: mengidentifikasi korban kebakaran melalui giginya.
b→ 5 Hal Penting Tentang VeR:
8 Laporan tertulis dari dokter
8 Permintaan tertulis dari penyidik/pihak berwajib
8 Terhadap hasil pemeriksaan barang bukti peradilan medis
8 Mengingat sumpah/janji pada waktu menerima jabatan (LN No.350 Tahun 1973)
8 Pada suatu saat
c→ Kegunaan VeR:
(1) Merupakan alat bukti sah sebagai bahan pertimbangan hakim dalam penerapan keputusan berdasarkan Pasal 184 ayat 1 KUHAP, alat bukti tersebut meliputi :
1→ Keterangan saksi
2→ Keterangan ahli
3→ Surat
4→ Petunjuk
5→ Keterangan terdakwa (harus dikonfirmasi ulang dengan keempat alat bukti lainnya)
Dalam memutuskan perkara, setidaknya dipenuhi 2 alat bukti diatas, ditambah dengan keyakinan hakim.
(2) Untuk proses penyidikan lebih lanjut
d→ Bagian-bagian VeR:
(a) PEMBUKAAN
8 Pro yustisia
8 Di bagian atas laporan, utk memenuhi persyaratan yuridis dan dicantum dikiri atas, pengganti materai, dengan demikian VeR tidak perlu bermeterai.
(b) VISUM ET REPERTUM menyatakan jenis dari barang bukti atau pengganti barang bukti.
(c) PENDAHULUAN
8 Objektif administratif
8 Memuat identitas dokter pemeriksa pembuat VeR, Identitas peminta VeR, waktu (tanggal dan pukul diterimanya permohonan VeR) dan tempat pemeriksaan, dan identitas barang baukti (manusia), sesuai dengan identitas (identitas dokter yang melakukan pemeriksaan, identitas subjek yang diperiksa: nama, jenis kelamin, umur, bangsa, alamat, pekerjaan, kapan dilakukan pemeriksaan, dan tempat dilakukan pemeriksaan) yang tertera dalam surat permintaan VeR dari pihak penyidik dan label atau segel.
(d) PEMBERITAAN ATAU HASIL PEMERIKSAAN
8 Objektif medis.
8 Memuat segala sesuatu yang ditemukan pada barang bukti yang diperiksa dokter, dengan atau pemeriksaan lanjutan bila perlu.
8 Memuat hasil pemeriksaan yang objektif sesuai dengan apa yang diamati, terutama dilihat dan ditemukan pada korban atau benda yang diperiksa. Pemeriksaan dilakukan dengan sistematis dari atas ke bawah sehingga tidak ada yang tertinggal. Deskripsinya juga tertentu yaitu mulai dari letak anatomisnya, koordinatnya (absis adalah jarak antara luka dengan garis tengah badan, ordinat adalah jarak antara luka dengan titik anatomis permanen yang terdekat), jenis luka atau cedera, karakteristik serta ukurannya. Rincian tersebut terutama penting pada pemeriksaan korban mati yang pada saat persidangan tidak dapat dihadirkan kembali. Pada pemeriksaan korban hidup, bagian pemberitaan terdiri dari:
(a) Pemeriksaan anamnesis atau wawancara , mengenai apa yang dikeluhkan dan apa yang diriwayatkan yang menyangkut tentang ‘penyakit’ yang diderita korban sebagai hasil dari kekerasan/tindak pidana/diduga kekerasan.
(b) Hasil pemeriksaan yang memuat seluruh hasil pemeriksaan, baik pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya. Uraian hasil pemeriksaan korban hidup berbeda dengan pada korban mati, yaitu hanya uraian tentang keadaan umum dan perlukaan serta hal-hal lain yang berkaitan dengan tindak pidananya (status lokalis).
(c) Tindakan dan perawatan berikut indikasinya, atau pada keadaan sebaliknya, ‘alasan tidak dilakukannya suatu tindakan yang seharusnya dilakukan’. Uraian meliputi juga semua temuan pada saat dilakukannya tindakan dan perawatan tersebut. Hal tersebut perlu diuraikan untuk menghindari kesalahpahaman tentang tepat/ tidaknya penanganan dokter dan tepat/tidaknya kesimpulan yang diambil.
(d) Keadaan akhir korban, terutama tentang gejala sisa dan cacat badan merupakan hal penting untuk pembuatan kesimpulan sehingga harus diuraikan dengan jelas. Pada bagian pemberitaan memuat 6 unsur yaitu anamnesis, tanda vital, lokasi luka pada tubuh, karakteristik luka, ukuran luka, dan tindakan pengobatan atau perawatan yang diberikan
(e) KESIMPULAN (bersifat subyektif medis)
8 Memuat inti sari hasil pemeriksaan, disertai pendapat dokter
8 Memuat hasil interpretasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dari fakta yang ditemukan sendiri oleh dokter pembuat VeR, dikaitkan dengan maksud dan tujuan dimintakannya VeR tersebut. Pada bagian ini harus memuat minimal 2 unsur yaitu jenis luka dan kekerasan dan derajat kualifikasi luka. Hasil pemeriksaan anamnesis yang tidak didukung oleh hasil pemeriksaan lainnya, sebaiknya tidak digunakan dalam menarik kesimpulan. Pengambilan kesimpulan hasil anamnesis hanya boleh dilakukan dengan penuh hati-hati. Kesimpulan VeR adalah pendapat dokter pembuatnya yang bebas, tidak terikat oleh pengaruh suatu pihak tertentu. Tetapi di dalam kebebasannya tersebut juga terdapat pembatasan, yaitu pembatasan oleh ilmu pengetahuan dan teknologi, standar profesi dan ketentuan hukum yang berlaku. Kesimpulan VeR harus dapat menjembatani antara temuan ilmiah dengan manfaatnya dalam mendukung penegakan hukum. Kesimpulan bukanlah hanya resume hasil pemeriksaan, melainkan lebih ke arah interpretasi hasil temuan dalam kerangka ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku
(f) PENUTUP
8 Memuat pernyataan bahwa keterangan tertulis dokter tersebut dibuat dengan mengingat sumpah atau janji ketika menerima jabatan atau dibuat dengan mengucapkan sumpah atau janji lebih dahulu sebelum melakukan pemeriksaan serta dibubuhi tanda tangan dokter pembuat VeR.
8 VeR dibuat atas sumpah dokter, menurut pengetahuan yang sebaiknya.
8 Berdasarkan LN No. 350 Tahun 1937 dan KUHP UU No.8 Tahun 1981.
Barang bukti yang diperiksa adalah mayat yang duga akibat tindak pidana, dokter yang memeriksa harus menjelaskan ke penyelidik tentang:
(1) Penentuan identitas.
(2) Perkiraan saat kematian.
(3) Sebab kematian.
(4) Perkiraan cara kematian.
Kalau yang diperiksa korban hidup (penganiayaan), perlu diberikan kejelasan:
(1) Identitas korban
(2) Jenis luka
(3) Jenis kekerasan
(4) Kualifikasi luka (menentukan berat ringannya hukuman)
e→ Kedudukan Visum et Repertum:
(1) VeR merupakan keterangan ahli.
VeR harus disertai kehadiran dokter di pengadilan.
VeR diatur dalam:
8 Pasal 1 ayat 28 KUHAP
8 Pasal 186 KUHAP
(2) VeR merupakan surat, diatur dalam:
8 Pasal 187 ayat (c) KUHAP berisi “ Sesuatu yang telah dikuatkan dengan sumpah dapat dijadikan alat bukti yang sah”
8 LN No. 350 tahun 1937
(3) VeR dapat juga merupakan pengganti barang bukti yang dipakai sebagai alat bukti yang sah di pengadilan.
Dasar hukum VeR (KUHAP):
Pasal 1 ayat 28
Saksi ahli
Pasal 120
Permintaan kepada ahli
Pasal 133
Permintaan kepada ahli
Pasal 134
Pemberitahuan kepada keluarga
Pasal 135
Penggalian mayat
Pasal 136
Biaya
Pasal 161
Tentang sumpah
Pasal 170
Menyimpan rahasia
Pasal 179
Pendapat seorang ahli
Pasal 184
Alat bukti
3→ PP NO.27 TAHUN 1983, LN NO.36 TAHUN 1983 TENTANG PELAKSANAAN KUHAP BAB II
Ayat 1:
a→ Penyelidik dijabat oleh pejabat kepolisian negara yang berpangkat sekurang-kurangnya Pembantu Letnan Dua.
b→ Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang sekurang-kurangnya berpangkat Pengatur Muda tingkat 1(golongan II-b) atau yang disamakan dengan itu.
Ayat 2:
Dalam hal di suatu sektor Kepolisian tidak ada penyelidik sebagaimana yang dimaksud ayat 1 huruf a, maka komandan sektor Kepolisian yang berpangkat Bintara di bawah Pembantu Letnan Dua Polisi karena jabatannya adalah penyelidik.
Pasal dan Aturan Hukum yang Berkaitan Dengan Penyelidik
8 KUHAP Pasal 6 Ayat 1
Penyelidik adalah:
(a) Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia
(b) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang
Surat Keputusan Menhankam/Pangab No. Kep/B/17/vi/1974 tentang Penyidik dan Pembantu Penyidik
8 Pasal 1 ayat 2:
Penyidikan dilakukan oleh:
(a) Penyidik yang dijabat oleh pejabat Kepolisian Negara yang berpangkat sekurang-kurangnya Pembantu Letnan Dua.
(b) Pembantu Penyidik yang dijabat oleh pejabat Kepolisian Negara yang berpangkat Sersan Dua sampai dengan Sersan Mayor dan anggota-anggota kepolisian khusus yang atas usul Komandan/Kepala Jawatan/instansi Sipil pemerintah diangkat oleh Kapolri.
4→ PERUNDANG-UNDANGAN DAN PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN PEKERJAAN DOKTER DI DALAM MEMBANTU PERADILAN
8 Pasal I (28) KUHAP
Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seseorang yang memiliki keahlian khusus, tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan.
8 Pasal 120 KUHAP
(1) Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat meminta pendapat orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus.
(2) Ahli tersebut mengangkat sumpah atau mengucapkan janji di muka penyidik bahwa ia akan memberikan keterangan menurut pengetahuannya yang sebaik-baiknya kecuali bila disebab harkat serta martabat, pekerjaan atau jabatannya yang mewajibkan ia menyimpan rahasia dapat menolak untuk memberikan keterangan yang diterima.
8 Pasal 133 KUHAP
(1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.
(2) Permintaan keterangan ahli sebagai mana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.
(3) Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilak dengan cap jabatan yang diletakkan pada ibu jari atau bagian lain badan mayat.
8 Pasal 134 KUHAP
(1) Dalam hal sangat diperlukan dimana untuk kepentingan pembuktian bedah mayat tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga korban.
(2) Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan dengan sejelas-jelasnya tentang maksud dan tujuan perlu dilakukannya pembedahan tersebut.
(3) Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga atau pihak yang perlu diberitahu tidak ditemukan, penyidik segera melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 133 ayat (3) undang-undang ini.
8 Pasal 135 KUHAP
Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan perlu melakukan penggalian mayat, dilaksanakan menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 133 ayat (2) dan pasal 134 ayat (1) undang-undang ini.
8 Pasal 136 KUHAP
Semua biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam bagian kedua BAB XIV ditanggung negara.
8 Pasal 160 KUHAP
(3) Sebelum memberikan keterangan, saksi wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut agamanya masing-masing, bahwa ia akan memberikan keterangan yang sebenarnya dan tidak lain dari pada yang sebenarnya
(4) Jika peradilan menganggap perlu, seorang saksi atau ahli wajib bersumpah atau berjanji sesudah saksi atau ahli itu selesai memberikan keterangan.
8 Pasal 161 KUHAP
(1) Dalam hal saksi atau ahli tanpa alasan yang sah menolak untuk bersumpah atau berjanji sebagaimana dimaksud dalam pasal 160 ayat (3) dan (4), maka pemeriksaan terhadapnya tetap dilakukan, sedang ia dengan surat penetapan hakim ketua sidang dapat dikenakan sandera ditempat rumah tahanan negara paling lama empat belas hari
(2) Dalam hal tenggang waktu penyanderaan tersebut telah lampau dan saksi atau ahli tetap tidak mau disumpah atau mengucapakan janji, maka keterangan yang telah diberikan merupakan keterangan yang dapat menguatkan keyakinan hakim.
8 Pasal 162 KUHAP
(1) Jika saksi sesudah memberikan keterangan dalam penyidikan meninggal dunia atau karena halangan yang sah tidak dapat hadir di sidang atau tidak dapat dipanggil karena jauh tempat kediaman atau tempat tinggalnya atau karena sebab lain yang berhubungan dengan kepentingan negara, maka keterangan yang telah diberikannya itu dibacakan.
(2) Jika keterangan itu sebelumnya telah diberikan dibawah sumpah, maka keterangan itu disamakan nilainya dengan keterangan dibawah sumpah yang diucapkan di sidang.
8 Pasal 170 KUHAP
(1) Mereka yang karena pekerjaan, harkat martabat atau jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia, dapat minta dibebaskan dari kewajiban untuk memberikan keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal yang dipercayakan kepada mereka
(2) Hakim menentukan sah atau tidaknya segala alasan untuk permintaan tersebut.
8 Pasal 179 KUHAP
(1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan
(2) Semua ketentuan tersebut diatas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang memberikan keterangan ahli dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan yang sebenarnya menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya.
8 Pasal 168 KUHAP
Kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini, maka tidak dapat didengar keterangannya dan dapat mengundurkan diri sebagai saksi :
(a) Keluarga atau semenda dalam garis lurus keatas atau kebawah sampai derajat ketiga dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa
(b) Saudara dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa, saudara ibu atau saudara bapak, juga mereka yang mempunyai hubungan karena perkawinan dan anak-anak saudara terdakwa sampai derajat tiga
(c) Suami atau istri terdakwa meskipun sudah bercerai atau yang bersama-sama sebagai terdakwa.
8 Pasal 169 KUHAP
(1) Dalam hal mereka sebagaimana dimaksud dalam pasal 168 menghendakinya dan penuntut umum serta terdakwa secara tegas menyetujuinya dapat memberikan keterangan di bawah sumpah.
(2) Tanpa persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), mereka diperbolehkan memberikan keterangan tanpa sumpah.
8 Pasal 180 KUHAP
(1) Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang pengadilan, hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat minta agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan.
(2) Dalam hal timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasehat hukum terhadap hasil keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hakim memerintahkan agar hak itu dilakukan penelitian ulang.
(3) Hakim karena jabatannya dapat memerintahkan untuk dilakukan penelitian ulang sebagaimana tersebut dalam ayat (2).
(4) Penelitian ulang sebagaimana tersebut dalam ayat (2) dan (3) dilakukan oleh instansi semula dengan komposisi personil yang berbeda dan instansi lain yang mempunyai wewenang untuk itu.
8 Pasal 183 KUHAP
Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana dengan benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.
8 Pasal 184 KUHAP
(1) Alat bukti yang sah ialah :
(a) Keterangan saksi
(b) Keterangan ahli
(c) Surat
(d) Petunjuk
(e) Keterangan terdakwa
(2) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan
8 Pasal 186 KUHAP
Keterangan ahli adalah apa yang seorang ahli nyatakan disidang pengadilan
8 Pasal 187 KUHAP
Surat sebagaimana tersebut pada pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah :
(c) Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dari padanya.
8 Pasal 65 KUHAP
Tersangka atau terdakwa berhak untuk mengusahakan dan mengajukan saksi dan atau seseorang yang memiliki keahlian khusus guna memberikan keterangan yang menguntungkan bagi dirinya.
8 Pasal 222 KUHAP
Barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan pemeriksaan mayat forensik, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
8 Pasal 224 KUHAP
Barang siapa dipanggil sebagai saksi, ahli, atau juru bahasa menurut undang-undang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban berdasarkan undang-undang yang harus dipenuhinya, diancam :
(a) Dalam perkara pidana, dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan
8 LEMBARAN NEGARA NO.69 TAHUN 1960
PP No.26 tahun 1960 è Lafal Sumpah dokter: “ Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan saya dan karena keilmuan saya sebagai dokter .”
8 Lembaran Negara No.21 Tahun 1966
PP No.10 tahun 1966 è wajib simpan rahasia kedokteran
Pasal 1: Rahasia kedokteran à segala sesuatu yang diketahui oleh orang-orang tersebut dalam pasal 3 pada waktu atau selama melakukan pekerjaannya dalam lapangan kedokteran.
Pasal 2: Pengetahuan tersebut pasal 1 harus dirahasiakan oleh orang-orang tersebut dalam pasal 3, kecuali apabila suatu peraturan lain yang sederajat/lebih tinggi daripada peraturan pemerintah ini menentukan lain.
Pasal 3: Yang diwajibkan menyimpan rahasia yang dimaksudkan dalam pasal 1 adalah:
(a) Tenaga kesehatan menurut pasal 2 UU tentang tenaga kesehatan (L.N. no.7 tahun 1963)
(b) Mahasiswa kedokteran, murid yang bertugas dalam lapangan pemeriksaan, pengobatan atau perawatan, dan orang lain yang ditetapkan menteri kesehatan
Pasal 4: Terhadap pelanggaran ketentuan mengenai wajib simpan rahasia kedokteran yang tidak atau tidak dapat dipidanan menurut pasal 322 atau pasal 112 KUHAP, Menteri kesehatan dapat melakukan tindakan administratif berdasarkan pasal 11 UU tentang Tenaga kerja.
Pasal 5: Apabila pelanggaran yang dimaksud dalam pasal 4 dilakukan oleh mereka yang disebut dalam pasal 3 huruf b, maka menteri kesehatan dapat mengambil tindakan berdasarkan wewenang dan kebijaksanaannya.
Pasal 6: Dalam melaksanakan peraturan ini menteri kesehatan dapat mendengarkan Dewan Pelindung Susila Kedokteran dan atau Badan – badan lain bilamana perlu.
Pasal 7: Peraturan ini dapat disebut “Peraturan Pemerintah Tentang Wajib Simpan Rahasia Kedokteran”
8 Pasal 322 KUHAP
(1) Barang siapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan atau pencariannya yang sekarang maupun dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah.
(2) Jika kejahatan dilakukan terhadap seorang tertentu maka perbuatannya itu hanya dapat dituntut atas pengaduan orang itu.
8 Pasal 48 KUHP
Barang siapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa, tidak dipidana.
8 Pasal 50 KUHP
Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang – undang tidak dipidana
8 Pasal 51 KUHP
(1) Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak dipidana
(2) Perintah jabatan tanpa wewenang, tidak menyebabkan hapusnya pidana, kecuali jika yang diperintah, dengan itikad baik mengira bahwa perintah yang diberikan dengan wewenang dan pelaksanaannya termasuk dalam lingkungan pekerjaannya
8 Pasal 108 KUHAP
(3) Setiap pegawai negeri dalam rangka melaksanakan tugasnya yang mengetahui tentang terjadinya peristiwa yang merupakan tindak pidana wajib melaporkan hal itu kepada penyelidik atau penyidik.

No comments:

Post a Comment