Monday, December 10, 2018

TRILOGI HUKUM KESEHATAN

1. INFORMED CONSENT

N Latar Belakang
Perkembangan ilmu dan teknologi sekarang ini berkembang sangat pesat. Hal ini memberikan dampak kuat pada falsafah dan cara berpikir manusia. Manusia sekarang dapat mendapatkan informasi dari mana saja. Jarak dan waktu tidak lagi menjadi penghalang. Hal ini mendorong manusia untuk mengetahui segala hal baru, bahkan asing, dari berbagai bidang, termasuk bidang kedokteran dan perumahsakitan.
Dengan pesatnya informasi dan berkembangnya rasa ingin tahu manusia, perlakuan dokter kepada pasienpun berubah. Dahulu dokter bersifat paternalistik kepada pasiennya, seakan sikap seorang “bapak” terhadap “anak”nya. Namun karena pesatnya perkembangan iptek anak sekarang cenderung ingin tahu dahulu, mengapa dipilih demikian dan mengapa itu yang dipilih, apakah tidak ada pilihan lain, dan pertanyaan keingintahuan yang lain. Maka anak harus diberikan penjelasan, diberikan informasi. Begitu analogi dokter dan pasien sekarang ini. Hak hak pasien untuk mengetahui apa yang akan dilakukan dokter terhadapnya, juga hak pasien untuk menolak apa yang dianjurkan dokter, sudah ditegakkan. Pasien sebagai manusia berhak menentukan pilihannya ( The right to selfdeternation atau Autonomy). Hal ini yang melatarbelakangi terbentuknya Informed Consent.
N Paternalisme vs Autonomy
ß Paternalisme
Seperti sudah dianalogikan di atas bahwa paternalistik adalah sikap dokter yang menganggap pasien seperti anaknya. Sehingga apapun yang dipilihkan dan dilakukan oleh dokter pasti dianggap yang terbaik bagi pasien. Pasien tidak banyak menuntut dan mengikuti semua perkataan dokter.
ß Autonomi
Autonomi /Otonomi dalam arti tersirat merupakan suatu prinsip akan “privacy” , yaitu kebebasan seseorang untuk menentukan apa yang dikehendaki terhadap dirinya sendiri (the right to be left alone, Louis Brandeis). Seseorang berhak untuk bertindak, memutuskan, menerima ataupun menolak segala sesuatu atas pilihannya sendiri.
Hubungan terapeutik dokter-pasien saat ini makin kurang akrab. Salah satu penyebabnya adalah dampak teknologi dan kemajuan ilmu pengetahuan yang pesat. Akibatnya dalam hubungan dokter-pasien terjadi “depersonalisasi” dan sifatnya pun menjadi “impersonal”. Maksudnya adalah pasien hanya dianggap sebagai suatu nomor, suatu penyakit, suatu kasus, dan tidak dianggap sebagai seorang manusia seutuhnya ( wholistic). Di tambah pula sifat komsumerisme, hedonisme, materialisme dan juga faktor-faktor lain yang menggoyahkan sendi dasar hubungan tradisional dokter-pasien yang akrab.
Faden dan Beauchamp telah mengadakan analisis dan memberi gambar berikut:
N Apakah Informed Consent ?
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 585 Tahun 1989 istilah Informed Consent diterjemahkan menjasi Persetujuan Tindakan Medik (PTM). Peraturan ini berlaku sejak tanggal 4 September 1989. Peraturan ini mengatur tentang persetujuan pasien dalam tindakan medik, yaitu persetujuan yang diberikan pasien atau keluarga atas dasar penjelasan akan tindakan medik yang akan dilakukan dokter terhadap pasien.
Maka sejak berlakunya Pemenkes tersebut, jika seorang dokter akan melakukan suatu tindakan kepada pasien, terlebih dahulu harus memberikan penjelasan (informasi) mengenai tindakan apa yang akan dilakukan, risikonya, manfaatnya, alternatif lain, dan hal-hal yang mungkin terjadi apabila tidak dilakukan tindakan. Informasi ini harus diberikan secara jelas dengan bahasa yang dapat dimengerti pasien serta memperhitungkan tingkat pendidikan dan intelektualnya. Jika pasien sudah mengerti sepenuhnya dan memberikan persetujuan, maka dokter boleh melakukan tindakan. Terus?
Akan timbul pertanyaan-pertanyaan.
1. Jika sudah ada penjelasan dari dokter dan Informed Consent tetapi dokter melakukan kelalaian (negligence), apakah dokter tidak bisa dituntut karena sudah ada persetujuan yang ditanda-tangani pasien?
ß Jawab : Dokter tetap bisa dituntut karena pasien hanya memberikan izinnya untuk dilakukan tindakan yang tertera di Informed Consent, yang seharusnya dilakukan dokter berdasarkan standard profesi medik yang berlaku (hati hati, teliti, dan wajar). Dokter harusnya menyadari bahwa secarik kertas yang telah ditandatangani oleh pasien tidak dapat membebaskan dirinya dari segala tanggung jawab hukum dan tuntutan jika kelak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
Lain halnya jika pada suatu tindakan timbul komplikasi yang tidak terduga sebelumnya yang terjadi di luar kelalaian dokter. Dokter sudah bertindak sesuai dengan standar profesi dokter, namun timbul reaksi berlebihan yang tidak wajar pada pasien. Hal semacam ini tidak dapat diperhitungkan atau diketahui lebih dulu oleh dokter ( unexpected risk), maka dokter tidak dapat disalahkan.
2. Bagaimana dengan tindakan medik yang bukan pembedahan, tidak invasif (perlakuan penusukan atau pemasukan alat kedalam tubuh), atau tidak mengandung resiko tinggi?
ß Jawab : di dalam peraturan permenkes sudah jelas disebutkan bahwa tindakan tindakan yang sudah diketahui umum dan yang bukan pembedahan, tidak invasif, atau tidak mengandung risiko tinggi harus tetap diberikan penjelasan terlebih dahulu. Misalnya, pemeriksaan radiologi dengan kontras, penyinaran dengan x-ray, katerisasi jantung, pengambilan darah untuk apa dsb.
Informasi yang diberikan harus diberikan dengan iktikhad baik, secara jujur dan tidak bersifat menakut nakuti atau memaksa. Berdasarkan KUH Perdata pasal 1321: Suatu persetujuan tidak mempunyai nilai hukum jika diberikan karena kekhilafan (dwaling), ancaman kekerasan (geweld), tipuan ( bedrog).
Informasi juga harus diberikan oleh dokter secara langsung tidak boleh diberikan oleh perawat, agar informasi yang diterima pasien tidak keliru dan tidak khilaf.
Informasi harus diberikan kepada pasien baik diminta ataupun tidak, kecuali jika pasien menolaknya atau jika malah memperburuk keadaan pasien, maka dokter memiliki “therapeutic privilage” untuk tidak memberitahukan ke pasien namun dapat juga diberitahukan ke anggota keluarga/wali pasien.
N Dasar Informed Consent
ß Hubungan dokter-pasien yang berdasarkan pada kepercayaan
ß Hak otonomi (menentukan sendiri) atas diri pasien
ß Adanya hubungan perjanjian antara dokter-pasien
N Tujuan Informed Consent
ß Melindungi pasien dari segala tindakan medik yang dilakukan tanpa sepengetahuan pasien.
ß Memberikan perlindungan hukum kepada dokter terhadap akibat yang tak terduga dan bersifat negatif.
N Informed Consent dalam Praktik Sekarang
Bagaimana Informed Consent di dalam praktiknya sekarang? Tampak bahwa PTM yang ditandatangani oleh pasien atau anggota keluarganya hanya dianggap sebagai suatu keharusan legalitis-formil-administratif belaka. Namun anggapan ini harus cepat cepat dihilangkan dan harus dipraktikkan sebagaimana mestiya.
Beberapa alasan mendesak untuk segera dimulainya praktik informed consent:
Berlakuknya Permenkes No.585/89 tentang PTM, maka hal tersebut menjadi kewajiban hukum bagi para dokter. Jika timbul tuntutan karena dokter tidak memberikan informasi terlebih dahulu kepada pasien, maka kedudukan dokter secara yuridis lemah di depan pengadilan.
Hukum kedokteran di luar negeri sudah mengalami perkembangan pesat, termasuk juga lembaga informed consent.
Perlunya mempersiapkan diri dan mengetahui tentang hukum kedokteran dan kebiasaan kebiasaan umum yang berlaku di kehidupan dunia kedokteran modern.
Berkaitan dengan paternalisme dan autonomi yang sudah dibahas di atas, secara teoritis yuridis dianggap bahwa kedudukan pasien dan dokter di dalam hubungan terapeutik sederajat, berada dalam kedudukan seimbang. Namun jika dibandingkan dengan kenyataan tidaklah demikian. Sebagaimana dikatakan Faden and Beauchamp. Dokter kedudukannya lebih kuat karena :
ß Seorang dokter mempunyai ilmu pengetahuan tentang kedokteran
ß Seorang dokter tidak bergantung kepada pasien
ß Seorang dokter umumnya dalam keadaan sehat
ß Seorang dokter tidak di bawah tekanan mental
ß Seoang dokter berada dalam keadaan bebas
Pasien kedudukannya lebih lemah, karena:
ß Pasien umumnya tidak berpengetahuan ilmu kedokteran
ß Pasien tidak berdaya, bergantung kepada dokter (dependency)
ß Pasien berada dalam keadaan sakit
ß Pasien berada di bawah tekanan psikis, cemas, ketakutan
ß Pasien berasa dalam keadaan tidak bebas karena penyakitnya.
Jika dibandingkan nampaknya ada ketidakseimbangan di dalam perjanjian terapeutik tersebut. Maka oleh hukum kepada dokter dibebankan kewajiban untuk mengadakan keseimbangan dengan memberikan informasi kepada pasien. Informasi tersebut meliputi:

ß Tindakan yang akan dilakukan
ß Manfaat tindakan
ß Risiko risiko yang inhern dengan tindakan tersebut
ß Alternatif terapi lain
ß Akibat jika tidak dilakukan tindakan
ß Dan keterangan lain yang diperlukan

Namun jika ditinjau secara realistik, otonomi 100% tidak mungkin dicapai karena ketimpangan pengetahuan dan keadaan pasien. Seperti dikatakan Brody (1985) “greater autonomy is a goal; complete autonomy is an unreachable (perhaps) even undesirable ideal”
N Bentuk informed consent
Informed consent dapat berbentuk :

ß Pernyataan (express)
ó Lisan (oral)
ó Tertulis (written)
ß Tersirat (implied or tacit consent)
ó Keadaan biasa (normal)
ó Keadaan gawat darurat (emergency)

Implied Consent
Seperti yang sudah dibahas atas tentang pemeriksaan medik yang bukan pembedahan, tidak invasif, dan tidak mengandung risiko tinggi, dalam hal-hal tersebut tidak perlu dimintakan form informed consent terlebih dahulu. Hukum diadakan bukan untuk mempersulit, namun untuk memudahkan segala sesuatu. Tidak semua informed consent diberikan dengan pernyataan tertulis karena tidak praktis dan dalam praktik sehari hari tidak mungkin dilaksanakan karena akan menghabiskan waktu.
Dalam hal-hal tertentu pasien dapat dianggap telah memberikan persetujuan yang dapat ditarik kesimpulan dari sikap atau tindakan ( implied consent). Misalnya, seorang pasien datang berobat. Untuk mengetahui penyakitnya sudah lazim dan diketahui umum bahwa akan dilakukan pemeriksaan badan, pemeriksaan pernapasan dengan stetoskop, pengukuran tensi, pengambilan darah di laboratorium, dan sebagainya. Hukum menganggap bahwa hal hal yang sudah lazim diketahui pasien tentang apa yang akan dilakukan dokter, pasien sudah dianggap mengetahui karena sudah menjadi general known tentang tindakan yang akan dilakukan dokter.
Emergency
Jika seorang dokter menghadapi pasien dalam keadaan emergency maka akan merujuk pada Permenkes No.585/1989 Pasal 11, seorang pasien yang berada dalam keadaan tidak sadar atau pingsan dan tidak didampingi keluarga terdekatnya dan secara medik berada di dalam keadaan gawat darurat yang memerlukan diambilnya tindakan medik dengan segera untuk kepentingan keselamataannya, maka tidak diperlukan persetujuan dari siapapun. Dimaksudkan dalam pasal ini bahwa untuk menyelamatkan jiwa atau anggota tubuh (life and limb saving) yang tidak sadar dan tidak ada waktu untuk menunggu keluarga pasien, maka dokter diberi wewenang untuk melakukan tindakan segera. Bahkan jika tidak segera diberi pertolongan darurat dan diambil tindakan, dokter dapat dituntut karena kelalaian (negligence) atau penelantaran (abandonment).
Namun masih terdapat satu persoalan yang masih belum diantur dalam peraturan. Apabila pasien masih dalam keadaan sadar dan tidak memberikan izinnya untuk dilakukan tidakan, sedangkan keadaan dirinya harus mendapatkan tindakan dengan segera, apa yang harus dilakukan oleh dokter? Jika melakukan tindakan tanpa izin pasien yang masih sadar dan dapat menentukan pilihan dilarang oleh Undang-Undang. Namun jika tidak segera dilakukan, pasien tidak akan selamat. Hal ini masih merupakan dilema yang belum ada pemecahan karena belum diatur dalam perundang-undagan.di luar negeri, kasus semacam ini diatasi dengan membuat suatu peraturan yang dikenal ”good samaritan law”, di mana tindakan dokter atau orang lain yang dilakukan untuk menolong jiwa seseorang dilindungi oleh undang-undang. Tindakan yang dilakukan tentunya harus berdasarkan standar profesi.
Volenti Non Fit Inura
Masih terdapat satu doktrin yang perlu untuk disinggung, yaitu doktrin volenti non fit inura atau asumption of risk. Doktrin yang memakai asumsi bahwa sudah diketahui terdapat risiko oleh orang yang bersangkutan, namun dia tetap bersedia menanggung segala risiko. Ajaran ini berdasarkn pikiran bahwa barangsiapa sudah mengetahui adanya suatu risiko dan secara suka rela bersedia menanggung risiko tersebut, maka jika kemudian risiko itu benar benar timbul, dia tidak dapat menuntut.
Misalnya terhadap kasus pasien yang hendak “pulang paksa”. Pasien dan keluarganya sudah dijelaskan akan bahaya, risiko dan kemungkinan kemungkinan apabila pasien akan pulang, namun pasien tetap bersikukuh untuk pulang. Maka dalam kasus semacam ini doktrin volenti non fit inura dapat diterapkan dengan menandatangani suatu surta pernyataan oleh pasien atau keluarga terdekatnya, bahwa ia akan menanggung segala risiko yang timbul.

2. REKAM MEDIK (Medical Record)

Memasuki unsur kedua dari trilogi hukum kesehatan, rekam medik atau medical record. Dahulu masalah medical records tidak begitu diperhatikan. Pencatatan data medik di tempat praktik dokter hanya dengan mempergunakan Kartu Pasien (pacient card) atau catatan rumah sakit (status). Namun semua berubah saat negara api menyerang. Namun semua berubah. Pesatnya perkembangan teknologi dan ilmu kedokteran, pertambahan penduduk, materialisme dan hedonisme, semua itu mempengaruhi cara berpikir masyarakat juga memberikan dampak pada hubungan dokter-pasien yang semula bersifat paternalistik menjadi impersonal. Pasien sekarang tak segan-segan menuntut dokter apabila dianggap telah melakukan kelalaian. Maka hal ini diatur dalamPermenkes No. 749a Tahun 1989 tentang medical record.
Data data dalam medical records bersifat rahasia ( confidential). Karena hubungan dokter-pasien bersifat khusus dan segala sesuatu yang dipercayakan kepada dokter harus dilindungi terhadap pengungkapan lebih lanjut.
Sejak berlakunya permenkes, pelaksanaan membuat rekam medik atau catatan data data pasien sudah merupakan suatu keharusan atau kewajiban hukum. Dokter dan rumah sakit harus lebih memperhatikan dilaksanakannnya pecatatan rekam medik dengan baik. Karena di pengadilan, berkas rekam medik yang teratur, rapi, jelas, lengkap dan dibuat secara kronologis akan menjadi bukti kuat ( primafacie proof).
Catatan pada rekam medik harus jelas dan dalam bahasa yang mudah dimengerti oleh staf profesi yang merawat pasien. Suatu catatan yang meragukan (ambiguous) karena tidak jelas adalah lebih buruk daripada tidak ada catatan sama sekali. Karena hali ini menunjukkan ketidakmampuan rumah sakit atau staf profesi untuk mengadakan komunikasi dengan jelas.
Rekam medik setidak-tidaknya memuat syarat syarat minimum sebagai berikut:

ß Data indentifikasi
ß Riwayat penyakit
ß Laporan pemeriksaan fisik
ß Insturksi diagnosis dan terapatik
ß Bukti informed consent
ß Observasi klinik
ß Laporan hasil prosedur dan tes
ß Berakhirnya perawatan rumah sakit
ß Tindakan medis

Rekam medik yang lengkap memuat 4 macam data:
Data pribadi (personal)

1) Nama
2) KTP/Identitas
3) Tempat dan tangga lahir
4) Jenis kelamin
5) Status perkawinan
6) Alamat sekarang
7) Keluarga terdekat
8) Pekerjaan
9) Nama dokter
10) Keterangan lain yang diperlukan untuk identifikasi

Data finansial

1) Nama/Alamat majikan/perusahaan
2) Perusahaan asuransi yang menanggung
3) Tipe asuransi
4) Nomor polis

Data sosial

1) Kewarganegaraan/kebangsaan
2) Keturunan
3) Hubungan keluarga
4) Penghidupan
5) Kegiatan masyarakat
6) Data lain tentang kedudukan sosial pasien

Data medik
Rekam klinis dari pasien, suatu riwayat pengobatan yang berkesinambungan yang diberikan kepada pasien selama dia penjalani pengobatan. Data-data tersebut memuat:

1) Hasil hasil pemeriksaan fisik
2) Riwayat penyakit
3) Pengobatan yang diberikan
4) Progress report
5) Instruksi dokter
6) Laporan laboratorium klinik
7) Laporan-laporan: konsultasi, anestesi, operasi, formulir informed consent, catatan perawat dan laporan/catatan lain yang terjadi dan diberikan selama pasien menjalani pengobatan.

Rekam medik sebenarnya sangat berguna untuk beberapa keperluan, seperti:
1) Dasar pemeliharaan dan pengobatan pasien
2) Bahan pembuktian dalam perkara hukum
3) Bahan untuk keperluan penelitian dan pendidikan
4) Dasar pembayaran biaya pelayanan kesehatan
5) Bahan untuk menyiapkan statistik kesehatan

3. RAHASIA KEDOKTERAN

Akhirnya kita memasuki unsur trilogi hukum kesehatan yang terakhir. Rahasia kedokteran diatur di dalam norma norma etik. Norma norma etik merupakan “self imposed regulation” yang diaati atau tidaknya tergantung kepada pelaku. Sanksi etik dapat dijatuhkan oleh organisasi.
Dasar yuridis yang menyangkut Rahasia Kedokteran terdapat pada :
a. Berdasarkan sifat dari profesi itu sendiri
ß Hoge Raad 21 April 1913
ß Arrodissementsrechtbank Haaarlem 11 Desember 1984 tentang larangan mengungkapkan rahasia kedokteran
b. Hukum perdata (hukum perjanjian)
ß Perjanjian terapeutik antara dokter-hukum
ß Pasal 1909 tentang hak menyimpan rahasia (verschoningsrecht)
ß Pasal 1365 tentang perbuatan yang melawan hukum
c. Hukum pidana
ß Pasal 322 tentang wajib menyimpan rahasia
ß Pasal 224 tentang panggilan menghadap sebagai saksi ahli
d. Hukum Acara Pidana (KUHAP)
ß Pasal 170 tentang wajib menyimpan rahasia
ß Pasal 179 tentang wajib memberikan keterangan sebagai ahli kedokteran kehakiman, atau sebagai dokter
e. Hukum Acara Perdata
ß Reglemen Indonesia: pasal 146 ayat 3
ß Reglemen Luar Jawa: pasal 174
f. Hukum Administrasi
ß Peraturan Pemerintah No.10 tahun 1946 yang memperluas jangkauan wajib simpan rahasia kedokteran terhadap tenaga kesehatan lainnya.
g. Konvensi Internasional
ß United Nations Declaration of Human Rights
ß Declaration of Lisbon tentang hak rahasia atas diri pribadi
Rahasia kedokteran adalah rahasia di bidang kedokteran dan bukan rahasia dokter. Dokter hanya diwajibkan berdasarkan profesinya untuk menyimpan rahasia yang dipercayakan kepadanya, seperti juga profesi lain di mana unsur kepercayaan merupakan sesuatu yang mutlak. Masih banyak dokter yang beranggapan bahwa rahasia itu adalah rahasia dokter, milik dokter bukan milik pasien. Dianggap bahwa dokter berwenang untuk memutuskan boleh tidaknya mengungkapkan rahasia tersebut kepada pihak lain. Namun sesungguhnya rahasia adalah milik pasien. Dokter hanya dititipi rahasia oleh pasien agar digunakan secara bijak dalam pengobatan terhadapnya.
Atas dasar tersebut dapat dibuat skema
Yang
Tersangkut
Pemilik
Rahasia
Hak diberi izin
Berkas
Medical Record
Isi
Medical Record
Pasien
+
+
-
+
Dokter
-
-
-
+
Rumah Sakit
-
-
+
-
Apakah berkas Rekam medik boleh diberikan kepada pengacara pasien?
Jawab : Tidak! Berkas itu adalah milik rumah sakit dan harus tetap berada dan disimpan di rumah sakit. Karena berkas tersebut penting bagi riwayat penyakit pasien. Apabila memang sangat diperlukan data berkas rekam medik tersebut, yang boleh diserahkan adalah fotokopi rekam medik dan bukan berkas aslinya. Tentunya dengan seizin dan sepengetahuan pasien.
Berdasarkan Kode Etik Kedokteran Indonesia pasal 13Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui tentang seorang penderita, bahkan setelah penderita itu meninggal.”
Dari peraturan dan yurisprudensi:
1. Permenkes 749a tentang Rekam Medik pasal 10:
ß Berkas rekam medik milik sarana pelayanan kesehatan
ß Isi rekam medik milik pasien
2. Wallace v. University Hospitals of Cleveland, Ohlo 1959
Penggugat meminta kepada pengadilan untuk memerintahkan rumah sakit agar memberikan hak akses kepada pasien untuk memeriksa medical recordsnya.
3. Hof Amsterdam, 6-8 1987
Pengadilan berpendapat bahwa pasien mempunyai hak akses terhadap berkas miliknya
4. Hof’s-Gravenhage. 27 Desember 1945, NJ 1946 429
Rahasia profesi bertujuan untuk melindungi pasien; tidak ada keberatan bahkan apabila pasien sudah membebaskan dokter dari kewajiban untuk menyimpan rahasianya.
5. Rechtbank Assen, 12 Oktober 1954, NJ 1955, 207
Rahasia profesi tidak bertujuan untuk mempersukan pasien dalam hal pelaksanaan hak hak-nya.
6. Pyramid Life Insurance Co. V. Masonle Hospital Associatiion
Jika pasien sudah keluar dari rumah sakit, dia berhak atas informasi terhadap rekam mediknya.

SISTEM ALAT GERAK ANGGOTA BADAN ATAS

A. PENDAHULUAN

Ilmu yang mempelajari tentang tulang dikenal dengan istilahosteologi yang berasal dari bahasa Yunani, yaitu osteon dan logos. Skeleton pada orang dewasa terdiri atas beberapa unit terpisah yang disebut tulang (os atau osseus), termasuk ke dalam unit-unit tersebut beberapa kartilago. Tempat dua atau lebih unit (komponen) kerangka bertemu, disebut sendi, tanpa memperhatikan apakah gerakan dapat terjadi atau tidak. Sendi dalam bahasa latin disebutarticle, sehingga dari istilah ini dikenal articulatio yang berarti sendi atau persendian.
Ilmu yang mempelajari sendi disebut arthrologia yang berasal dari bahasa Latin arthros (sendi) atau bahasa Yunani arthron dan logos (imu). Tubuh manusia dapat melakukan gerak atau pergerakan dari suatu tempat lain apabila ketiga sistem tersebut diatas (sistem otot, tulang dan persendian) beserta sistem syaraf (systema nervosum) melakukan aksi secara simultan dalan satu sistem yang dikenal dengan sebutan sistem lokomotor atau sistem gerak (locomotion system).
Dan ilmu yang mempelajari tentang gerak bagian tubuh saja terkait dengan anatomi, namun terkait juga dengan bidang lain, seperti fisiologi dan biomekanika yang dikenal dengan istilahkinesiology. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani kinesis (pergerakan) dan logos.

B. Prinsip dasar terjadinya suatu gerakan

Otot harus kontraksi dan menyilangi sendi (kecuali yang melekat pada kulit atau organ tubuh).
Gerakan saat kontraksi otot: insersio è origo
Sendi: bisa satu aksis/lebih
Posisi persilangan otot terhadap aksis è arah gerakan
Otot dapat menyilangi lebih dari satu aksis sesuai dengan jumlah aksis pada sendi yang disilanginya. Otot dapat menyilangi satu sendi (monoartikuler) dan menyilangi lebih dari satu sendi ( polyartikuler)
Bidang gerakan otot selalu tegak lurus dengan aksisnya.
Aksis
Posisi Otot Terhadap Aksis
Gerakan
Sagital
Medial/inferior
Lateral/superior
Adduksi
Abduksi
Transversal
Anterior/superior
Posterior/inferior
Fleksi/antefleksi
Ekstensi/dorsole
Longitudinal
Medial/anterior
Lateral/posterior
Endorotasi
Eksorotasi

C. Bidang dan Sumbu Gerak Sendi-Sendi Ekstermitas Superior

Sebelum kita mengetahui bidang dan sumbu gerak sendi-sendi ektermitas atas mari kita review tentang arah-arah gerakan :

( Flexio : membengkokkan/ melipat sendi
( Extensio : meluruskan sendi
( Abductio : menjauhi sumbu badan
( Adductio : mendekati sumbu badan
( Rotatio : memutar sendi
( Pronasi : menelungkup
( Supinasi : menengadah

1) Sendi Bahu
Aksis
Gerakan
Gerakan pada bidang sagital
Anterversio (flexio)
Retroversio (extensio)
Gerakan pada bidang frontal
Abductio: menjauhi sumbu badan
Adductio: mendekati sumbu badan
Gerakan pada bidang transversal
Rotatio externa : memutar sendi ke dalam
Rotatio interna : memutar sendi keluar
2) Sendi Siku

( Flexio : Gerakan membengkok/ menekuk
( Extensio: gerakan melurus

( Pronasi : menelungkup
( Supinasi : menengadah
( Abductio radialis
( Abductio ulnaris


D. Sendi-Sendi Anggota Badan Atas

1) ARTICULATIO STERNOCLAVICULARIS
Tersusun atas: extermitas sternalis claviculae danincisura sternalis streni. Permukaan sendi tak teratur, Articulatio irregularis. Fungsi : sendiri peluru. Ciri khusus: Discus articularis)
( Rotasi pada sumbu sagital (saat kita mengangkat bahu)
( Rotasi pada sumbu longitudinal lengan (ketika antervensi dan retroversi bahu)
( Rotasi pada sumbu longitudinal (ketika mengayunkan lengan)
2) ARTICULATIO ACROMIOCLAVICULARIS
Tersusun atas: acromion dan claviculae. Secara fisiologis ada 3 aksis sendi peluru.
Berdasarkan bentuk permukaan sendi : articulation Globoidea/spheroidea. Berdasar jumlah aksis è art. triaksial Berdasar jumlah tulang è art. Simpleks: acromion-clavicula
( Rotasi pada sumbu sagital (saat mengangkat bahu)
( Rotasi pada sumbu transversal (saat mengayunkan lengan)
( Rotasi pada sumbu longitudinal (saat anterversi dan retroversi bahu)
3) ARTICULATIO HUMERI
Tersusun atas: cavitas glenoidalis dan caput humeri.
Berdasar bentuk permukaan: articulatio Globoidea/spheroidea Berdasar jumlah aksis: triaksial. Berdasar jumlah tulang yang bersendi : simpleks.
Keistimewaan : ada tendo yang melewati ruang sendi.
Selain ligamentum, juga diperkuat oleh otot: m. supraspinatus, m. infraspinatus, m. teres minor, m. subscapularis, m. deltoideus.
Jenis-jenis sendi peluru:

( Anterversi( fleksi)
( Retroversi ( ekstensi)
( Abduksi
( Adduksi
( Rotasi medial
( Rotasi lateral
(rotasi lengan, sirkumduksi: gerakan gabungan antervensi, abduksi, retroversi, adduksi)

4) ARTICULATIO CUBITI
Berdasar jumlah tulang yang bersendi à art. Composita
Ada 3 bagian : (1) art. Humeroulnaris; (2) art. Humeroradialis; (3) art. Radioulnaris proksimalis

Hukum Kesehatan

Banyak sekali kasus medis yang terjadi di Indonesia saat ini dikarenakan pelaksanaan hak dan kewajiban yang tidak seimbang, maka dari itu kita harus mengkaji lagi lebih dalam apa saja hak dan kewajiban dokter – pasien serta hukum-hukum kesehatan lainnya.
SUBJEK HUKUM
ø Individu (orang pribadi)
ø Badan hukum (karena hukum memberikan status subjek hukum)
SKEMA HAK DASAR
HUBUNGAN TENAGA KESEHATAN–PASIEN–PROVIDER
ø Pasal 3 UU PK (Praktik Kedokteran)
Pengaturan praktik kedokteran bertujuan untuk:
Memberikan perlindungan kepada pasien;
Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis yang diberikan oleh dokter dan dokter gigi;
Memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter dan dokter gigi
ø Pasal 35
Dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi mempunyaiwewenang melakukan praktik kedokteran sesuai dengan pendidikan dan kompetensi yang dimiliki, yang terdiri atas:
a. Mewawancarai pasien;
b. Memeriksa fisik dan mental pasien;
c. Menentukan pemeriksaan penunjang;
d. Menegakkan diagnosis;
e. Menentukan penatalaksanaan dan pengobatan pasien
f. Melakukan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi;
g. Menulis resep obat dan alat kesehatan;
h. Menerbitkan surat keterangan dokter atau dokter gigi;
i. Menyimpan obat dalam jumlah dan jenis yang diizinkan; dan
j. Meracik dan menyerahkan obat kepada pasien, bagi yang praktik di daerah terpencil yang tidak ada apotek
HAK DAN KEWAJIBAN DOKTER-PASIEN
ø Pasal 50
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai hak, yaitu:
a. Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional;
b. Memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar; prosedur operasional;
c. Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya;
d. Menerima imbalan jasa.
ø Pasal 51
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai kewajiban :
a. memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien;
b. merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan;
c. merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia;
d. melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya;
e. menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran gigi.
ø Pasal 52
Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai hak:
a. mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3);
b. meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain;
c. mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;
d. menolak tindakan medis; dan
e. mendapatkan isi rekam medis.
ø Pasal 53
Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai kewajiban :
a. memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya;
b. mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi;
c. mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan; dan
d. memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.
PENGADUAN
ø Pasal 66
Setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran dapat mengadukan secara tertulis kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia .
Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghilangkan hak setiap orang untuk melaporkan adanya dugaan tindak pidana kepada pihak yang berwenang dan/atau menggugat kerugian perdata ke pengadilan.
Sanksi disiplin dapat berupa:
a. Pemberian peringatan tertulis;
b. Rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat izin praktik;
c. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi.
ø Pasal 73
(1) Setiap orang dilarang menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk lain yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dan/atau surat izin praktik
(2) Setiap orang dilarang menggunakan alat, metode atau cara lain dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dan/atau surat izin praktik.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang diberi kewenangan oleh peraturan perundang-undangan.
ø KEPUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI
Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 4/PUU-V/2007 Perihal Pengujian UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran terhadap UUD Negara RI Tahun 1945. Pemohon: dr Anny Isfandyarie Sarwono,Sp.An, dkk tanggal 19 Juni 2007.
Putusan
Mengabulkan:
£ Pasal 75 Ayat (1) dan Pasal 76 sepanjang mengenai “penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau”
£ Pasal 79 sepanjang mengenai “kurungan paling lama 1(satu) tahun atau”
£ Pasal 79 huruf c sepanjang mengenai kata-kata “atau huruf e”
ø Pasal 75 Ayat (1)
Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 Ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
ø Pasal 76
Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki Surat Izin Praktik sebagaimana dimaksud dalam pasal 36 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
ø Pasal 77
Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk lain yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi dan/atau surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 Ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
ø Pasal 78
Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan alat, metode atau cara lain dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi atau surat izinpraktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 Ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
ø Pasal 79
Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), setiap dokter atau dokter gigi yang :
a. Dengan sengaja tidak memasang papan nama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1);
a. Dengan sengaja tidak membuat rekam medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1); atau
b. Dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, atau huruf e.
ø Tuntutan Pidana

Kelalaian : 359-361 KUHP
Keterangan palsu :267-268 KUHP
Aborsi ilegal: 347-349 KUHP
Penipuan: 382 BIS KUHP
Perpajakan: 209, 372 KUHP
Euthanasia: 344 KUHP
Penyerangan seks:284-294 KUHP

ø Tuntutan Perdata
Pasal 1365 KUH Perdata :
Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, menggantinya
Pasal 1366 KUH Perdata : Akibat kelalaian
Pasal 1367 KUH Perdata : Respondeat superior
Pasal 55 UU Kesehatan :
Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan.
Salah satu doa yang mustajab adalah doanya orang sakit, jadi berhati-hatilah dengan doa doa mereka, Insya Allah kita akan selamat sebagai dokter
Shafira Rizqa Ananda

KONSEP DASAR HAK ASASI MANUSIA

SEJARAH
ð Eksperimen Manusia oleh NAZI
Terjadi di Jerman dalam perang dunia ke II. Awalnya, bangsa Arya melakukan penahanan terhadap bangsa Yahudi. Hal itu disebabkan karena bangsa Arya iri atas kecerdasan bangsa Yahudi yang di atas rata-rata (adanya politik rasis yang meninggikan bangsa Arya dan merendahkan ras-ras lain).
Para tahanan sebelum dibunuh dijadikan objek uji coba dengan dimasukkan dalam suatu runagan dan diberi perlakukan eksperimen tertentu misal suhu dingin, suhu panas atau diberi gas beracun dengan dosis tertentu ( tidak manusiawi).
ð Penelitian Syphilis yang tidak dirawat di Tuskegee
Keadaan ini terjadi di Tuskegee, Alabama, sekitar tahun 1932–1972. Ini dilakukan kepada buruh laki–laki keturunan Afrika–Amerika (negro). Mereka mengalami syphilis namun dimanfaatkan untuk penelitian klinik dengan tidak memberikan pelayanan medis yang terbaik. Mereka hanya diberi placebo untuk mengetahui ketahanan manusia terhadap penyakit ini.
Akibat kejadian yang tragis tersebut, maka mulai timbulah anggapan bahwa perlu adanya pengakuan Hak Asasi Manusia. Sehingga PBB merumuskan Universal Declaration of Human Rights untuk menyerukan semua anggotanya dan semua bangsa agar memajukan dan menjamin pengakuan serta pematuhan hak – hak dan kebebasan – kebebasan individu.
KESEHATAN DAN HAM
Hubungan antara kesehatan dan Hak Asasi Manusia baru menjadi sebuah fenomena baru–baru ini. Di tahun 1945, PBB mendeklarasikan bahwa semua orang lahir secara bebas dan sama dalam hal martabat dan hak . Kemudian pada tahun 1948 Majelis Umum PBB meresmikan Deklarasi Universal Hak Manusia (Declaration Universal of Human Rights) dan di dalam dokumen ini, kesehatan adalah hal pertama yang disebutkan dalam sebuah Hak Asasi Manusia . Dan perlu diingat, Indonesia juga ikut menandatangani deklarasi ini.
KESEHATAN
Kesehatan disini memiliki arti lebih dari hanya kesehatan fisik, tetapi termasuk aspek kesehatan mental dan social. Ini dicantumkan di Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (UDHR) bahwa setiap orang memiliki hak atas sebuah standar kehidupan yan g memadai atas kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya , termasuk makanan pakaian rumah pelayanan kesehatan kebutuhan pelayanan sosial dan hak atas keamanan.
Peningkatan kesehatan dan HAM adalah pendekatan untuk memajukan kesejahteraan manusia. Peningkatan kesehatan ini mencangkup fisik, mental, dan aspek social dari kesehatan untuk setiap individu maupun populasi. Sedangkan HAM melindungi individual maupun kelompok terhadap tindakan yang berlawanan dengan dasar kebebasan dan martabat manusia. Tujuan dari hubungan antara kesehatan dan HAM adalah untuk memajukan kesejahteraan manusia melebihi yang dapat dicapai oleh pendekatan kesehatan atau Hak Asasi Manusia secara bebas.
HUBUNGAN ANTARA KESEHATAN DAN HAM
Hubungan kompleks ini bisa dilihat dalam gambaran konseptual oleh WHO dimana ada 3 lingkaran konsentris yang bertumpang tindih di tengah. Dan 3 lingkaran itu disebut:
ð Gangguan HAM yang menghasilkan penyakit
Dengan kata lain, pelanggaran atau kekurangan perhatian atas HAM dapat berakibat konsekuensi kesehatan yang serius
ð Kemajuan atau gangguan HAM selama pengembangan kesehatan
Dengan kata lain, program dan keputusan kesehatan dapat memajukan ataupun mengganggu HAM sesuai sebagaimana mereka dibentuk dan diterapkan
ð Mengurangi kerawanan dari penyakit melalui HAM
Dengan kata lain, kerawanan, dan dampak dari penyakit dapat dikurangi dengan mulai untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi HAM
Perpaduan dari ketiga lingkaran di atas membentuk suatu irisan. Irisan dari ketiga lingkaran tersebut merupakan kesehatan dan hak asasi manusia. Sedangkan panah – panah di atas adalah bentuk – bentuk penyimpangan ataupun pelanggaran dari kesehatan dan HAM. Sehingga dapat dianalogikan sebagai berikut :
Bila semakin banyak panah – panah yang menarik sebuah lingkaran atau lebih kearah luar, maka irisan di dalamnya juga akan semakin mengecil. Sama halnya bila terjadi banyak pelanggaran atau penyimpangan terhadap individu di sekitar kita, maka hak sehat maupun HAM pun akan semakin terabaikan. Jadi, tugas kita sebagai calon tenaga medis yang kelak akan menjadi dokter adalah berusaha untuk menghilangkan atau setidaknya mengurangi panah – panah tersebut.
Catatan :
ð Pertama, ketika gangguan atas HAM terjadi, konsekuensi kerugian kesehatan bisa terjadi
Bila seorang anak secara mental atau fisik terganggu, anak ini mungkin membutuhkan perhatian klinis untuk patah tulang atau mengalami gangguan psikologi karena perlakuan ini. Haknya diganggu dan dia menderita penyakit sebagai hasilnya
ð Kedua, program atau keputusan kesehatan bisa mengganggu HAM dalam bentuk dan penerapannya
Sebuah program yang didesain untuk mendidik masyarakat tentang pencegahan HIV AIDS yang tidak mempertimbangkan perbedaan bahasa percakapan yang digunakan oleh sub populasi yang berbeda adalah bentuk diskriminasi dan mengganggu HAM bagi yang tidak mendapat informasi itu. Dengan pelanggaran HAM terhadap populasi tertentu, kesehatan mereka akan menjadi terabaikan
ð Ketiga, menghormati melindungi dan memenuhi HAM, mengurangi kerawanan penyakit untuk individu maupun populasi
Orang cacat fisik membutuhkan akses untuk fasilitas kesehatan yang didesain special agar mereka bisa menggunakannya. Bila akses tidak memungkinkan, atau lebih sulit, orang cacat tidak akan bisa mengakses system kesehatan dan akan menjadi lebih rawan untuk sakit
PENATALAKSANAAN
ð Dokter atau penyedia perawatan kesehatan berperan sebagai pusat dalam pergerakan agenda HAM melalui standar perawatan medis yang mereka emban. Standar seperti menghormati pasien atau klien, tidak mendeskriminasi akses atau perawatan kenyamanan, dan inform consent penting dalam meningkatkan kualitas perawatan
ð Standar ini adalah bentuk penatalaksanaan Bio (medical) Etik dan menerapkan sebuah kesempatan untuk menjembatani praktek medis sebagai bentuk untuk meningkatkan HAM bagi populasi atau masyarakat
ð Bioetika bisa berfungsi sebagai sarana untuk meningkatkan kesadaran HAM di komunitas medis.
ð Peningkatan standar layanan kesehatan bisa menjadi suatu substrata bagi advokat untuk memperdebatkan hal ekonomi dan social yang lain yang akan meningkatkan kesejahteraan individual dan kesehatan masyarakat. Kesehatan dan komunitas resmi memliki peran meningkatkan kesehatan dan HAM, dan keduanya akan menjadi lebih efektif dengan bekerjasama dalam pencarian ini
ð Medis dan komunitas ahli hukum harus bekerja sama dalam jalan yang berbeda, misalnya dokter dan tenaga medis yang lain berada di garis depan untuk mendiagnosa kesehatan dampak dari pelanggaran HAM. Sebagai tambahan diagnosa, pakar kesehatan dapat membuat dokumen komunitas ahli hukum dalam kolaborasi dengan komutas medis dapat membuat konsep hukum yang menyediakan ganti rugi dalam keadaan pelanggaran HAM.
APAKAH HAM ITU?
Dari tadi ngomongin HAM, sebenarnya HAM itu apa sih?
HAM adalah hal utama tentang hubungan antara individu dengan pemerintah. Hukum HAM internasional terdiri dari obligasi yang sudah disetujui pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan dan melindungi hak kita secara efektif.
“Kebahagiaan dari pencapaian tertinggi standar kesehatan adalah salah satu dari dasar hak setia manusia tanpa membedakan RAS, agama, politik, ekonomi dan kondisi social” (dokumen WHO konstitusi tahun 1946)
HAM seperti untuk mencapai standar kesehatan tertinggi yang dianggap sebagai penerapan secara progresif oleh pernyataan “memaksimalkan sumber yang tersedia”
Pernyataan “harus mengambil langkah, secara individual lewat bantuan internasional dan kerjasama terutama ekonomi dan teknik untuk memaksimalkan sumber yang tersedia dengan sebuah peninjauan untuk mencapai secara progresif relasi yang penuh atas pengenalan hak di dalam (ekonomi, sosial, dan hak budaya) persetujuan oleh semua maksud yang semestinya termasuk pengadopsian dari tindakan legislatif.”
PENDEKATAN DASAR
Pendekatan dasar hak kesehatan manusia mengacu pada proses dari:
ð Menggunakan HAM sebagai kerangka untuk pengembangan kesehatan
ð Menilai dan menunjukkan HAM berpengaruh terhadap keputusan, program, atau legislasi kesehatan
ð Membuat HAM sebuah dimensi dari bentuk implementasi, pemantauan, dan evaluasi terhadap keputusan kesehatan dan program yang ada dalam bulatan diagram, termasuk politik ekonomi dan sosial.

Legislation of Medical Forensic PERUNDANG-UNDANGAN KEDOKTERAN FORENSIK DARI SEGI HUKUM

Ilmu Kedokteran Forensik (Forensic: asal kata Forum, tempat berlangsung sidang di zaman Romawi dan Medicine : berarti kedokteran).
8 Cabang ilmu kedokteran yang menggunakan prinsip-prinsip dan pengetahuan kedokteran untuk membantu proses hukum, baik sipil maupun kriminal (Jaising P Modi).
8 Penggunaan pengetahuan dan keterampilan dibidang kedokteran kepentingan hukum dan peradilan (Prof.DR.Amri Amir Sp.F(K),DFM,SH).
8 Salah satu cabang spesialistik ilmu kedokteran yang memanfaatkan ilmu kedokteran untuk membantu penegakan hukum, keadilan dan memecahkan masalah-masalah di bidang hukum.
Di bawah ini adalah bagan perundang-undangan kedokteran forensik.
Keterangan:
8 KUHP : Kitab Undang-undang Hukum Pidana
Pada dasarnya isi dari pasal dalam RUU KUHP ini hampir sama dengan KUHP warisan dari penjajah Belanda, hanya saja dalam dalam RUU KUHP itu telah disesuaikan dengan perkembangan hukum pidana modern dan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia.
8 KUHAP : Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
8 PP : Peraturan Pemerintah
8 S.D. : Sumpah Dokter
8 R.K. : Rahasia Kedokteran
8 KODEKI : Kode Etik Kedokteran Indonesia
1→ SISTEM TATA HUKUM
8 Hukum Publik (pidana)
8 Hukum Privat (perdata)
a→ Hukum Publik/Pidana
Hukum yang mengatur hubungan antara warga negara dengan pemerintah. Mencakup dua segi, yaitu :
8 Segi Formil
KUHAP (UU No.8 Tahun 1981) yang merupakan pengganti HIR atau RIB.
8 Segi Materiil
KUHP yang berisi jenis-jenis perbuatan, pihak-pihak yang bersangkutan dan berat ringannya hukuman.
KUHP terdiri dari 3 buku (pasal 1–569) sedang diperbaharui menunggu persetujuan DPR RI:
- Buku I : Aturan umum è Bab I-IX
- Buku II : Kejahatan è Bab I-XXXI
- Buku III : Pelanggaran è Bab I-IX
Contoh hukum pidana : pembunuhan, penculikan, perkosaan, pencurian, dll.
Yang terkait dengan hukum publik :
(1) Korban
Korban hidup dibawa ke UGD, korban meninggal dibawa ke Instalasi kedokteran Forensik.
(2) Saksi
Harus > 1 orang
(3) Tersangka
Indonesia menganut asas praduga tak bersalah.
> Terdakwa : tersangka yang sempat ke pengadilan
> Terpidana : terdakwa yang telah diputuskan bersalah oleh hakim.
(4) Penyidik
Pejabat polisi negara RI atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yangg diberi wewenang khusus oleh UU.
(5) Jaksa/Penuntut Hukum
(6) Hakim
Ada 3 orang ( 1 hakim ketua dan 2 hakim anggota)
(7) Pembela atau pengacara
(8) Panitera
Petugas di pengadilan yang tugasnya mencatat jalannya persidangan.
Sanksi hukum publik :
> Masuk penjara dan tidak bisa diganti dengan uang (kebalikan hukum perdata).
> Pidana ekonomi (hukum penjara dan denda), mis: kasus korupsi.
b→ Hukum Privat/Perdata:
Hukum yang mengatur hubungan antara warga negara dengan warga negara, mis: sewa-menyewa, jual-beli, warisan, dll.
Yang terkait dalam hukum privat :
(1) Penggugat
(2) Tergugat
(3) Pengacara
Note: (1) dan (2) boleh datang ke pengadilan & menjadi pembela untuk dirinya sendiri biar lebih murah. Bila (1) dan (2) punya uang boleh menyewa (3).
Sanksi dari hukum privat : ganti rugi uang.
> UU No.8 Tahun 1999 tentang UU perlindungan konsumen mempunyai sanksi pidana dan perdata. Pihak Rumah Sakit (RS) pun termasuk didalamnya. Namun, UU ini masih ada pro dan kontra di kalangan RS. Apakah UU tersebut sesuai dengan RS karena paramedis = produsen dan pasien = konsumen.
2→ VISUM ET REPERTUM
a→ Pengertian
Menurut bahasa: berasal dari kata Latin yaitu visum (sesuatu yang dilihat) dan repertum (melaporkan).
Menurut istilah:
8 adalah laporan tertulis yang dibuat oleh dokter berdasarkan sumpah jabatannya terhadap apa yang dilihat dan diperiksa berdasarkan keilmuannya.
8 adalah keterangan tertulis yang dibuat dokter atas permintaan tertulis (resmi) penyidik tentang pemeriksaan medis terhadap seseorang manusia baik hidup maupun mati ataupun bagian dari tubuh manusia, berupa temuan dan interpretasinya, di bawah sumpah dan untuk kepentingan peradilan.
Visum et Repertum (VeR) merupakan salah satu bantuan yang sering diminta oleh pihak penyidik (polisi) kepada dokter menyangkut perlukaan pada tubuh manusia. Visum et Repertum (VeR) merupakan alat bukti dalam proses peradilan yang tidak hanya memenuhi standar penulisan rekam medis, tetapi juga harus memenuhi hal-hal yang disyaratkan dalam sistem peradilan.
Menurut LN (lembar negara) 350 Tahun 1973: Suatu laporan medik forensik oleh dokter atas dasar sumpah jabatan terhadap pemeriksaan barang bukti medis (hidup/mati) atau barang bukti lain, biologis (rambut, sperma, darah), non-biologis (peluru, selongsong) atas permintaan tertulis oleh penyidik ditujukan untuk peradilan.
8 Dalam UU, tidak disebutkan VeR; yang ada ialah “Surat Keterangan medik” dan “Surat Keterangan Ahli”.
8 VeR hanya dibuat oleh dokter.
8 Dokter gigi dapat membantu mengidentifikasi korban sesuai dengan keilmuannya, mis: mengidentifikasi korban kebakaran melalui giginya.
b→ 5 Hal Penting Tentang VeR:
8 Laporan tertulis dari dokter
8 Permintaan tertulis dari penyidik/pihak berwajib
8 Terhadap hasil pemeriksaan barang bukti peradilan medis
8 Mengingat sumpah/janji pada waktu menerima jabatan (LN No.350 Tahun 1973)
8 Pada suatu saat
c→ Kegunaan VeR:
(1) Merupakan alat bukti sah sebagai bahan pertimbangan hakim dalam penerapan keputusan berdasarkan Pasal 184 ayat 1 KUHAP, alat bukti tersebut meliputi :
1→ Keterangan saksi
2→ Keterangan ahli
3→ Surat
4→ Petunjuk
5→ Keterangan terdakwa (harus dikonfirmasi ulang dengan keempat alat bukti lainnya)
Dalam memutuskan perkara, setidaknya dipenuhi 2 alat bukti diatas, ditambah dengan keyakinan hakim.
(2) Untuk proses penyidikan lebih lanjut
d→ Bagian-bagian VeR:
(a) PEMBUKAAN
8 Pro yustisia
8 Di bagian atas laporan, utk memenuhi persyaratan yuridis dan dicantum dikiri atas, pengganti materai, dengan demikian VeR tidak perlu bermeterai.
(b) VISUM ET REPERTUM menyatakan jenis dari barang bukti atau pengganti barang bukti.
(c) PENDAHULUAN
8 Objektif administratif
8 Memuat identitas dokter pemeriksa pembuat VeR, Identitas peminta VeR, waktu (tanggal dan pukul diterimanya permohonan VeR) dan tempat pemeriksaan, dan identitas barang baukti (manusia), sesuai dengan identitas (identitas dokter yang melakukan pemeriksaan, identitas subjek yang diperiksa: nama, jenis kelamin, umur, bangsa, alamat, pekerjaan, kapan dilakukan pemeriksaan, dan tempat dilakukan pemeriksaan) yang tertera dalam surat permintaan VeR dari pihak penyidik dan label atau segel.
(d) PEMBERITAAN ATAU HASIL PEMERIKSAAN
8 Objektif medis.
8 Memuat segala sesuatu yang ditemukan pada barang bukti yang diperiksa dokter, dengan atau pemeriksaan lanjutan bila perlu.
8 Memuat hasil pemeriksaan yang objektif sesuai dengan apa yang diamati, terutama dilihat dan ditemukan pada korban atau benda yang diperiksa. Pemeriksaan dilakukan dengan sistematis dari atas ke bawah sehingga tidak ada yang tertinggal. Deskripsinya juga tertentu yaitu mulai dari letak anatomisnya, koordinatnya (absis adalah jarak antara luka dengan garis tengah badan, ordinat adalah jarak antara luka dengan titik anatomis permanen yang terdekat), jenis luka atau cedera, karakteristik serta ukurannya. Rincian tersebut terutama penting pada pemeriksaan korban mati yang pada saat persidangan tidak dapat dihadirkan kembali. Pada pemeriksaan korban hidup, bagian pemberitaan terdiri dari:
(a) Pemeriksaan anamnesis atau wawancara , mengenai apa yang dikeluhkan dan apa yang diriwayatkan yang menyangkut tentang ‘penyakit’ yang diderita korban sebagai hasil dari kekerasan/tindak pidana/diduga kekerasan.
(b) Hasil pemeriksaan yang memuat seluruh hasil pemeriksaan, baik pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya. Uraian hasil pemeriksaan korban hidup berbeda dengan pada korban mati, yaitu hanya uraian tentang keadaan umum dan perlukaan serta hal-hal lain yang berkaitan dengan tindak pidananya (status lokalis).
(c) Tindakan dan perawatan berikut indikasinya, atau pada keadaan sebaliknya, ‘alasan tidak dilakukannya suatu tindakan yang seharusnya dilakukan’. Uraian meliputi juga semua temuan pada saat dilakukannya tindakan dan perawatan tersebut. Hal tersebut perlu diuraikan untuk menghindari kesalahpahaman tentang tepat/ tidaknya penanganan dokter dan tepat/tidaknya kesimpulan yang diambil.
(d) Keadaan akhir korban, terutama tentang gejala sisa dan cacat badan merupakan hal penting untuk pembuatan kesimpulan sehingga harus diuraikan dengan jelas. Pada bagian pemberitaan memuat 6 unsur yaitu anamnesis, tanda vital, lokasi luka pada tubuh, karakteristik luka, ukuran luka, dan tindakan pengobatan atau perawatan yang diberikan
(e) KESIMPULAN (bersifat subyektif medis)
8 Memuat inti sari hasil pemeriksaan, disertai pendapat dokter
8 Memuat hasil interpretasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dari fakta yang ditemukan sendiri oleh dokter pembuat VeR, dikaitkan dengan maksud dan tujuan dimintakannya VeR tersebut. Pada bagian ini harus memuat minimal 2 unsur yaitu jenis luka dan kekerasan dan derajat kualifikasi luka. Hasil pemeriksaan anamnesis yang tidak didukung oleh hasil pemeriksaan lainnya, sebaiknya tidak digunakan dalam menarik kesimpulan. Pengambilan kesimpulan hasil anamnesis hanya boleh dilakukan dengan penuh hati-hati. Kesimpulan VeR adalah pendapat dokter pembuatnya yang bebas, tidak terikat oleh pengaruh suatu pihak tertentu. Tetapi di dalam kebebasannya tersebut juga terdapat pembatasan, yaitu pembatasan oleh ilmu pengetahuan dan teknologi, standar profesi dan ketentuan hukum yang berlaku. Kesimpulan VeR harus dapat menjembatani antara temuan ilmiah dengan manfaatnya dalam mendukung penegakan hukum. Kesimpulan bukanlah hanya resume hasil pemeriksaan, melainkan lebih ke arah interpretasi hasil temuan dalam kerangka ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku
(f) PENUTUP
8 Memuat pernyataan bahwa keterangan tertulis dokter tersebut dibuat dengan mengingat sumpah atau janji ketika menerima jabatan atau dibuat dengan mengucapkan sumpah atau janji lebih dahulu sebelum melakukan pemeriksaan serta dibubuhi tanda tangan dokter pembuat VeR.
8 VeR dibuat atas sumpah dokter, menurut pengetahuan yang sebaiknya.
8 Berdasarkan LN No. 350 Tahun 1937 dan KUHP UU No.8 Tahun 1981.
Barang bukti yang diperiksa adalah mayat yang duga akibat tindak pidana, dokter yang memeriksa harus menjelaskan ke penyelidik tentang:
(1) Penentuan identitas.
(2) Perkiraan saat kematian.
(3) Sebab kematian.
(4) Perkiraan cara kematian.
Kalau yang diperiksa korban hidup (penganiayaan), perlu diberikan kejelasan:
(1) Identitas korban
(2) Jenis luka
(3) Jenis kekerasan
(4) Kualifikasi luka (menentukan berat ringannya hukuman)
e→ Kedudukan Visum et Repertum:
(1) VeR merupakan keterangan ahli.
VeR harus disertai kehadiran dokter di pengadilan.
VeR diatur dalam:
8 Pasal 1 ayat 28 KUHAP
8 Pasal 186 KUHAP
(2) VeR merupakan surat, diatur dalam:
8 Pasal 187 ayat (c) KUHAP berisi “ Sesuatu yang telah dikuatkan dengan sumpah dapat dijadikan alat bukti yang sah”
8 LN No. 350 tahun 1937
(3) VeR dapat juga merupakan pengganti barang bukti yang dipakai sebagai alat bukti yang sah di pengadilan.
Dasar hukum VeR (KUHAP):
Pasal 1 ayat 28
Saksi ahli
Pasal 120
Permintaan kepada ahli
Pasal 133
Permintaan kepada ahli
Pasal 134
Pemberitahuan kepada keluarga
Pasal 135
Penggalian mayat
Pasal 136
Biaya
Pasal 161
Tentang sumpah
Pasal 170
Menyimpan rahasia
Pasal 179
Pendapat seorang ahli
Pasal 184
Alat bukti
3→ PP NO.27 TAHUN 1983, LN NO.36 TAHUN 1983 TENTANG PELAKSANAAN KUHAP BAB II
Ayat 1:
a→ Penyelidik dijabat oleh pejabat kepolisian negara yang berpangkat sekurang-kurangnya Pembantu Letnan Dua.
b→ Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang sekurang-kurangnya berpangkat Pengatur Muda tingkat 1(golongan II-b) atau yang disamakan dengan itu.
Ayat 2:
Dalam hal di suatu sektor Kepolisian tidak ada penyelidik sebagaimana yang dimaksud ayat 1 huruf a, maka komandan sektor Kepolisian yang berpangkat Bintara di bawah Pembantu Letnan Dua Polisi karena jabatannya adalah penyelidik.
Pasal dan Aturan Hukum yang Berkaitan Dengan Penyelidik
8 KUHAP Pasal 6 Ayat 1
Penyelidik adalah:
(a) Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia
(b) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang
Surat Keputusan Menhankam/Pangab No. Kep/B/17/vi/1974 tentang Penyidik dan Pembantu Penyidik
8 Pasal 1 ayat 2:
Penyidikan dilakukan oleh:
(a) Penyidik yang dijabat oleh pejabat Kepolisian Negara yang berpangkat sekurang-kurangnya Pembantu Letnan Dua.
(b) Pembantu Penyidik yang dijabat oleh pejabat Kepolisian Negara yang berpangkat Sersan Dua sampai dengan Sersan Mayor dan anggota-anggota kepolisian khusus yang atas usul Komandan/Kepala Jawatan/instansi Sipil pemerintah diangkat oleh Kapolri.
4→ PERUNDANG-UNDANGAN DAN PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN PEKERJAAN DOKTER DI DALAM MEMBANTU PERADILAN
8 Pasal I (28) KUHAP
Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seseorang yang memiliki keahlian khusus, tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan.
8 Pasal 120 KUHAP
(1) Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat meminta pendapat orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus.
(2) Ahli tersebut mengangkat sumpah atau mengucapkan janji di muka penyidik bahwa ia akan memberikan keterangan menurut pengetahuannya yang sebaik-baiknya kecuali bila disebab harkat serta martabat, pekerjaan atau jabatannya yang mewajibkan ia menyimpan rahasia dapat menolak untuk memberikan keterangan yang diterima.
8 Pasal 133 KUHAP
(1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.
(2) Permintaan keterangan ahli sebagai mana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.
(3) Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilak dengan cap jabatan yang diletakkan pada ibu jari atau bagian lain badan mayat.
8 Pasal 134 KUHAP
(1) Dalam hal sangat diperlukan dimana untuk kepentingan pembuktian bedah mayat tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga korban.
(2) Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan dengan sejelas-jelasnya tentang maksud dan tujuan perlu dilakukannya pembedahan tersebut.
(3) Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga atau pihak yang perlu diberitahu tidak ditemukan, penyidik segera melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 133 ayat (3) undang-undang ini.
8 Pasal 135 KUHAP
Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan perlu melakukan penggalian mayat, dilaksanakan menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 133 ayat (2) dan pasal 134 ayat (1) undang-undang ini.
8 Pasal 136 KUHAP
Semua biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam bagian kedua BAB XIV ditanggung negara.
8 Pasal 160 KUHAP
(3) Sebelum memberikan keterangan, saksi wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut agamanya masing-masing, bahwa ia akan memberikan keterangan yang sebenarnya dan tidak lain dari pada yang sebenarnya
(4) Jika peradilan menganggap perlu, seorang saksi atau ahli wajib bersumpah atau berjanji sesudah saksi atau ahli itu selesai memberikan keterangan.
8 Pasal 161 KUHAP
(1) Dalam hal saksi atau ahli tanpa alasan yang sah menolak untuk bersumpah atau berjanji sebagaimana dimaksud dalam pasal 160 ayat (3) dan (4), maka pemeriksaan terhadapnya tetap dilakukan, sedang ia dengan surat penetapan hakim ketua sidang dapat dikenakan sandera ditempat rumah tahanan negara paling lama empat belas hari
(2) Dalam hal tenggang waktu penyanderaan tersebut telah lampau dan saksi atau ahli tetap tidak mau disumpah atau mengucapakan janji, maka keterangan yang telah diberikan merupakan keterangan yang dapat menguatkan keyakinan hakim.
8 Pasal 162 KUHAP
(1) Jika saksi sesudah memberikan keterangan dalam penyidikan meninggal dunia atau karena halangan yang sah tidak dapat hadir di sidang atau tidak dapat dipanggil karena jauh tempat kediaman atau tempat tinggalnya atau karena sebab lain yang berhubungan dengan kepentingan negara, maka keterangan yang telah diberikannya itu dibacakan.
(2) Jika keterangan itu sebelumnya telah diberikan dibawah sumpah, maka keterangan itu disamakan nilainya dengan keterangan dibawah sumpah yang diucapkan di sidang.
8 Pasal 170 KUHAP
(1) Mereka yang karena pekerjaan, harkat martabat atau jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia, dapat minta dibebaskan dari kewajiban untuk memberikan keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal yang dipercayakan kepada mereka
(2) Hakim menentukan sah atau tidaknya segala alasan untuk permintaan tersebut.
8 Pasal 179 KUHAP
(1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan
(2) Semua ketentuan tersebut diatas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang memberikan keterangan ahli dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan yang sebenarnya menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya.
8 Pasal 168 KUHAP
Kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini, maka tidak dapat didengar keterangannya dan dapat mengundurkan diri sebagai saksi :
(a) Keluarga atau semenda dalam garis lurus keatas atau kebawah sampai derajat ketiga dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa
(b) Saudara dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa, saudara ibu atau saudara bapak, juga mereka yang mempunyai hubungan karena perkawinan dan anak-anak saudara terdakwa sampai derajat tiga
(c) Suami atau istri terdakwa meskipun sudah bercerai atau yang bersama-sama sebagai terdakwa.
8 Pasal 169 KUHAP
(1) Dalam hal mereka sebagaimana dimaksud dalam pasal 168 menghendakinya dan penuntut umum serta terdakwa secara tegas menyetujuinya dapat memberikan keterangan di bawah sumpah.
(2) Tanpa persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), mereka diperbolehkan memberikan keterangan tanpa sumpah.
8 Pasal 180 KUHAP
(1) Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang pengadilan, hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat minta agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan.
(2) Dalam hal timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasehat hukum terhadap hasil keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hakim memerintahkan agar hak itu dilakukan penelitian ulang.
(3) Hakim karena jabatannya dapat memerintahkan untuk dilakukan penelitian ulang sebagaimana tersebut dalam ayat (2).
(4) Penelitian ulang sebagaimana tersebut dalam ayat (2) dan (3) dilakukan oleh instansi semula dengan komposisi personil yang berbeda dan instansi lain yang mempunyai wewenang untuk itu.
8 Pasal 183 KUHAP
Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana dengan benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.
8 Pasal 184 KUHAP
(1) Alat bukti yang sah ialah :
(a) Keterangan saksi
(b) Keterangan ahli
(c) Surat
(d) Petunjuk
(e) Keterangan terdakwa
(2) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan
8 Pasal 186 KUHAP
Keterangan ahli adalah apa yang seorang ahli nyatakan disidang pengadilan
8 Pasal 187 KUHAP
Surat sebagaimana tersebut pada pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah :
(c) Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dari padanya.
8 Pasal 65 KUHAP
Tersangka atau terdakwa berhak untuk mengusahakan dan mengajukan saksi dan atau seseorang yang memiliki keahlian khusus guna memberikan keterangan yang menguntungkan bagi dirinya.
8 Pasal 222 KUHAP
Barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan pemeriksaan mayat forensik, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
8 Pasal 224 KUHAP
Barang siapa dipanggil sebagai saksi, ahli, atau juru bahasa menurut undang-undang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban berdasarkan undang-undang yang harus dipenuhinya, diancam :
(a) Dalam perkara pidana, dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan
8 LEMBARAN NEGARA NO.69 TAHUN 1960
PP No.26 tahun 1960 è Lafal Sumpah dokter: “ Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan saya dan karena keilmuan saya sebagai dokter .”
8 Lembaran Negara No.21 Tahun 1966
PP No.10 tahun 1966 è wajib simpan rahasia kedokteran
Pasal 1: Rahasia kedokteran à segala sesuatu yang diketahui oleh orang-orang tersebut dalam pasal 3 pada waktu atau selama melakukan pekerjaannya dalam lapangan kedokteran.
Pasal 2: Pengetahuan tersebut pasal 1 harus dirahasiakan oleh orang-orang tersebut dalam pasal 3, kecuali apabila suatu peraturan lain yang sederajat/lebih tinggi daripada peraturan pemerintah ini menentukan lain.
Pasal 3: Yang diwajibkan menyimpan rahasia yang dimaksudkan dalam pasal 1 adalah:
(a) Tenaga kesehatan menurut pasal 2 UU tentang tenaga kesehatan (L.N. no.7 tahun 1963)
(b) Mahasiswa kedokteran, murid yang bertugas dalam lapangan pemeriksaan, pengobatan atau perawatan, dan orang lain yang ditetapkan menteri kesehatan
Pasal 4: Terhadap pelanggaran ketentuan mengenai wajib simpan rahasia kedokteran yang tidak atau tidak dapat dipidanan menurut pasal 322 atau pasal 112 KUHAP, Menteri kesehatan dapat melakukan tindakan administratif berdasarkan pasal 11 UU tentang Tenaga kerja.
Pasal 5: Apabila pelanggaran yang dimaksud dalam pasal 4 dilakukan oleh mereka yang disebut dalam pasal 3 huruf b, maka menteri kesehatan dapat mengambil tindakan berdasarkan wewenang dan kebijaksanaannya.
Pasal 6: Dalam melaksanakan peraturan ini menteri kesehatan dapat mendengarkan Dewan Pelindung Susila Kedokteran dan atau Badan – badan lain bilamana perlu.
Pasal 7: Peraturan ini dapat disebut “Peraturan Pemerintah Tentang Wajib Simpan Rahasia Kedokteran”
8 Pasal 322 KUHAP
(1) Barang siapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan atau pencariannya yang sekarang maupun dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah.
(2) Jika kejahatan dilakukan terhadap seorang tertentu maka perbuatannya itu hanya dapat dituntut atas pengaduan orang itu.
8 Pasal 48 KUHP
Barang siapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa, tidak dipidana.
8 Pasal 50 KUHP
Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang – undang tidak dipidana
8 Pasal 51 KUHP
(1) Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak dipidana
(2) Perintah jabatan tanpa wewenang, tidak menyebabkan hapusnya pidana, kecuali jika yang diperintah, dengan itikad baik mengira bahwa perintah yang diberikan dengan wewenang dan pelaksanaannya termasuk dalam lingkungan pekerjaannya
8 Pasal 108 KUHAP
(3) Setiap pegawai negeri dalam rangka melaksanakan tugasnya yang mengetahui tentang terjadinya peristiwa yang merupakan tindak pidana wajib melaporkan hal itu kepada penyelidik atau penyidik.

CONCEPT OF FAMILY MEDICINE

Apa tujuan Pembelajaran bab ini?
Ö Mahasiswa mampu memahami latar belakang peranan dokter keluarga
Ö Mampu memahami dokter keluarga sebagai Agent of change
Ö Mampu menjelaskan konsep “Five star doctors” sebagai cerminan dokter yang baik
Ö Mampu menjelaskan konsep kedokteran keluarga
Menurut PDKI (Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia)
Dokter Keluarga adalah tenaga kesehatan tempat kontak pertama pasien (di fasilitas/system pelayanan kesehatan) untuk menyelesaikan semua masalah kesehatan yang dihadapi tanpa memandang jenias penyakit, organology, golongan usia, dan jenis kelamin, sedini dan sedapat mungkin, secara paripurna, dengan pendekatan holistik, bersinambung, dan dalam koordinasi serta kolaborasi dengan professional kesehatan lainnya dengan menerapkan prinsip pelayanan yang efektif dan efisien yang mengutamakan pencegahan serta menjunjung tinggi tanggung jawab professional, hukum, etika, dan moral.
³ Batasan dan Ruang Lingkup
Dokter keluarga adalah dokter praktek umum yang menyelenggarakan pelayanan primer yang komprehensif, kontinu, mengutamakan pencegahan, koordinatif, mempertimbangkan keluarga, komunitas dan lingkungannya dilandasi ketrampilan dan keilmuan yang mapan.
³ Pengertian dan Ruang Lingkup Pelayanan Dokter Keluarga
Pelayanan dokter keluarga melibatkan Dokter Keluarga sebagai penyaring di tingkat primer sebagai bagian suatu jaringan pelayanan kesehatan terpadu yang melibatkan dokter spesialis di tingkat pelayanan sekunder dan rumah sakit rujukan sebagai tempat pelayanan rawat inap, diselenggarakan secara komprehensif, kontinu, integratif, holistik, koordinatif dengan mengutamakan pencegahan, menimbang peran keluarga dan lingkungannya serta pekerjaannya. Pelayanan diberikan kepada semua pasien tanpa memilah jenis kelamin, usia serta faktor-faktor lainnya. (The American Academy of Family Physician, 1969; Geyman, 1971; McWhinney, 1981)
³ Karakteristik Dokter Keluarga
1} Mengembangkan “Person-centred approach” berorientasi pada individu, keluarganya, dan komunitasnya.
2} Mempunyai cara konsultasi yang unikyang menggambarkan hubungan dokter-pasien sepanjang waktu, melalui komunikasi efektif antara dokter-pasien.
3} Menyediakan layanan jangka panjang sesuai dengan kebutuhan pasien.
4} Mempunyai proses pengambilan keputusan yang istimewa mempertimbangkan insidens dan prevalens penyakit di masyarakat.
5} Sekaligus menangani masalah kesehatan akut dan kronik setiap individu pasien.
6} Menangani penyakit yang masih belum jelas dalam fase dini, yang mungkin memerlukan intervensi segera.
7} Meningkatkan taraf kesehatan dan kesejahteraan melalui intervensi yang pas dan efektif.
8} Mempunyai tanggung jawab khusus untuk kesehatan masyarakat.
9} Mengelola masalah kesehatan dalam dimensi jasmani, rohani (psikologi) sosial, kultural, dan eksistensial.
³ Penyebab Status Kesehatan Indonesia Terpuruk
Masalah dalam sistem pelayanan kesehatan Indonesia, sehingga status kesehatan masyarakat Indonesia lebih buruk dibandingkan dengan negara-negara lain:
1} Unstructured (tidak terstruktur)
Sebagian besar permasalahan kesehatan Masyarakat Indonesia seharusnya dapat diselesaikan pada tingkat pertama, tetapi karena adanya kebebasan dari masyarakat untuk memilih dokternya dan tidak adanya aturan yang jelas, masyarakat lebih banyak berkonsultasi pada dokter spesialis (tingkat sekunder), sehingga terjadi pemborosan.
2} Fragmented: Loss of holistic (terkotak-kotak: kehilangan pelayanan holistik)
Misalnya dokter spesialis hanya terfokus pada bidang spesialisasinya, tidak terlalu peduli pada keseluruhan kondisi pasien (tidak meng-explore pasien). Misalnya bagaimana psikologi pasien akibat penyakit yang di derita, penyebab penyakitnya,dll.
3} Dehumanized (tidak manusia)
Menolak pasien yang tidak memiliki biaya pengobatan atau membeda-bedakan pelayanan untuk pasien, termasuk perbuatan yang tidak seharusnya (tidak manusiawi).
4} Expensive (mahal)
Mahalnya pembiayaan layanan kesehatan di Indonesia banyak penyebabnya. Biaya sekolah kesehatan yang mahal, sampai dengan tidak berjalannya sistem asuransi di Indonesia. Budaya masyarakat Indonesia mengeluarkan uang apabila butuh, bukan untuk berjaga-jaga.
³ Perbedaan Dokter Pelayanan Umum dengan Dokter Keluarga
Pelayanan
DPU
DK
Cakupan layanan Terbatas Lebih luas
Sifat pelayanan Sesuai dengan Keluhan Menyeluruh dan paripurna, bukan sekedar yang dikeluhkan saat itu
Cara Pelayanan Kasus per kasus, pengamatan sesaat Kasus per kasus, bersinambung, pengamatan sepanjang hayat
Jenis Pelayanan Lebih bersifat kuratif, hanya mengobati penyakit yang ditemukan Lebih bersifat meningkatkan taraf kesehatan, mencegah dan mengobati penyakit, serta melakukan upaya rehabilitasi
Peran Keluarga Kurang dipertimbangkan Selalu dipertimbangkan, bahkan dimanfaatkan dan dilibatkan
Preventif dan Promotif Tidak selalu menjadi perhatian Menjadi perhatian utama
Hubungan Dokter dengan Pasien Dokter-pasien-teman-konsultan
Di Indonesia sistem kesehatannya tidak terstruktur. Misalnya, seharusnya seseorang yang sakit berobat secara bertahap ke dokter layanan primer terlebih dahulu, kemudian apabila dokter layanan primer tidak mempunyai kompetensi yang cukup, dirujukkan kepada dokter layanan kedua dan seterusnya. Namun kenyataanya seseorang yang mengalami suatu penyakit, langsung berobat kepada dokter layanan kedua atau ketiga. Hal seperti ini yang juga merupakan faktor mengapa biaya kesehatan di Indonesia mahal. Padahal sesungguhnya dokter layanan primer dapat menangani lebih dari 80% masalah kesehatan secara umum.
³ Solusi?
Bagaimana solusi untuk menangani sistem kesehatan di Indonesia tersebut?
³ Mengapa harus dokter keluarga?
Menjadi dokter yang baik, menjadi dokter keluarga. Dokter keluarga diharapkan menjadi Agent of Change. Hal yang dikhawatirkan akan terjadi sejalan dengan perkembangan perkembangan informasi dan teknologi yang pesat adalah adanya pergesaran norma dan perilaku kemanusiaan kini dan di masa datang. Yang pada akhirnya nanti akan berdampak pula pada etika, termasuk pula etika dalam kedokteran. Dalam menghadapi masalah ini diperlukan agent of change.
³ Jadi apa itu agent of change ?
Dokter keluarga yang akan:
1} Menyediakan kesehatan dan pelayanan kedokteran yang adil dan merata yang merupakan hak (Rights) dalam hidup dan kehidupan manusia ( HAK ASASI MANUSIA)
2} Mempromosikan kesehatan manusia, bersamaan dengan melindungi dan mempromosikan hak-hak manusia
³ Paradigma Sehat
Paradigma sehat merupakan sebuah kesisteman. Yakni :
Ö Dokter keluarga yang baik akan selalu berada dalam kesisteman tersebut
Ö Prinsip dokter yang baik di masa kini tidak lepas: Keagamaan, Kemanusiaan, Etika, Hukum dan Peraturan, idealisme.
Kesisteman Yang Baik
Akan Melahirkan
Dokter Yang Baik
³ Wujud Dokter yang Baik
Dokter yang baik adalah dokter yang:
Ö Memiliki Wacana Sebagai “The five Stars Doctor (2000)”
Ö Menjadi Dokter Keluarga ( Dokter Layanan Primer dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga )
³ Five Stars Doctor
Peran “Five-star Doctor” (WHO, 2000) dalam suatu sistem kesehatan yang merespon kebutuhan masyarakat.
Modifikasi “Five-star Doctor” menjadi “ Five-star Family Doctor” oleh Philippine Association of Family Physicians (PAFP, 2001).
Tapi, kali ini bukan 5 stars lagi temen” sekarang sudah menjadi 7 STARS DOCTOR by WHO:
1} Care Provider = merawat pasien dengan baik, simpati, empati.
2} Decision maker = keputusan cepat, tepat, akurat, mengetahui mana yang lebih efisien.
3} Communicator = Komunikasi dengan baik, bahasa yang mudah dimengerti.
4} Community Leader = Pemimpin di masyarakat, penyuluh yang baik.
5} Manager = Mengelola Managemen, yakni sangat penting bagi dokter untuk memperoleh keterampilan manajerial yang memungkinkan mereka untuk memulai pertukaran informasi dalam rangka untuk membuat keputusan yang lebih baik, dan bekerja dalam tim multidisiplin dalam hubungan erat dengan mitra lainnya.
6} Researcher = Peneliti
7} Faith and Piety = Iman dan Taqwa
Jadi, Dokter yang paling baik itu dokter yang memiliki 7 stars doctor..
³ 9 Prinsip Pelayanan Dokter Keluarga
1} Komprehensif dan holistik
2} Kontinu
3} Mengutamakan pencegahan
4} Koordinatif dan kolaboratif
5} Personal sebagai bagian integral dari keluarganya
6} Mempertimbangkan keluarga, lingkungan kerja, dan lingkungan
7} Menjunjung tinggi etika, moral dan hukum
8} Sadar biaya dan sadar mutu
9} Dapat diaudit dan dipertangungjawabkan
³ Gambaran Dokter Keluarga
1} Dokter yang bekerja dan terlatih khusus untuk pemeliharaan dan pelayanan kedokteran tingkat pertama
2} Dokter yang pro aktif (tidak reaktif), pandai-cerdas, senantiasa mendengarkan secara seksama, mengerti akan ucapan, keinginan, keluhan, dan latar belakang pasiennya
3} Dokter yang dapat bercakap-cakap dengan “bahasa pasien” siap melayani kebutuhan pasien. Baik dalam keadaan sehat maupun dalam keadaan sakit”
4} Dokter yang dapat merujuk pasien pada saat yang tepat, di luar batas kompetensi dan kewenangannya.
5} Dokter yang bekerja dengan sistem pencatatan yang baik.
“Dokter keluarga merupakan ujung tombak dalam sistem pemeliharaan dan pelayanan kedokteran yang berhadapan langsung dengan masyarakat“
³ Perbedaan Perspektif Internasional dan Nasional Mengenai Kedokteran Keluarga ( Family Medicine )
Perspektif Internasional
Perspektif Nasional
a. Pengembangan KK sebagai suatu disiplin/ spesialisasi kedokteran tersendiri → terstruktur
b. FM = General Practice = Primary Care Medicine
→ Istilah FM lebih disukai untuk menekankan ‘ family’ sebagai suatu unit pelayanan
→ gerakan di seluruh dunia
a. Pengembangannya lebih difokuskan pada “Pelatihan Dokter Keluarga” (kursus singkat tanpa sertifikasi), dan BUKAN mengembangkan akademik. Family Medicine sebagai disiplin kedokteran tersendiri
→ baru berbentuk ‘sosialisasi/pengenalan’
→ sporadis, terputus2 & tidak terstruktur
→ pengembangannya LAMBAT
c. FM mengintegrasikan:
(1) bio-medical (clinical) science
(2) behavioral science
(3) social science (public health)
KIPDI III 2005
→ membekali lulusan dokter layanan primer dengan pendekatan Kedokteran Keluarga
³ Perubahan Peradaban Kesehatan
Penjelasan
Dulu dokter sebagai orang yang mengobati, tapi sekarang dokter lebih jauh lagi berperan dalam bagaimana caranya agar masyarakat tidak cepat jatuh sakit (sehat).
“Mencegah Lebih Baik Daripada Mengobati”
ight="96" />
Penjelasan
Dulu dokter hanya focus pada penyakit pasien (pemilihan obat yang tepat/dokter spesialis focus pada spesialisasinya), tapi sekarang dokter lebih focus pada keadaan pasien secara keseluruhan.
³ Kunci konsep kedokteran keluarga
1} The crucial values of continuity of care (Nilai penting di dalam pelayanan berkelanjutan)
2} Central importance of context, especially family context (Konteks Keluarga)
3} The need for comprehensive of care (pelayanan komprehensif)
4} The value of counselling and patient education (edukasi dan konseling)
5} The need to relieve when cure is not possible (Meringankan penderitaan)
6} The importance of rehabilitation (Pentingnya rehabilitasi)
7} The crucial importance of preventing illness, accidents and disability, and promoting (Pentingnya pencegahan penyakit, kecelakaan kecacatan dan promosi)
³ Keterampilan yang Harus Dimiliki Dokter Keluarga
1} Communication and consulting skills
2} Physical examination skills
3} Diagnostic reasoning skills
4} Procedural skills according to the context of practice
5} Practice management skills
Sehingga pada akhirnya setiap keluarga Indonesia mempunyai “dokter keluarga” yang baik, yang dapat memelihara, menjaga, dan memberi pelayanan yang layak pada kesehatan mereka. Itulah yang semestinya menjadi impian kita bersama. Dokter keluarga yang akan ada sebagai pengawal kesehatan keluarga-keluarga Indonesia.
³ Apakah kita harus menunggu adanya kebijakan nasional untuk menjadi dokter yang baik?
³ Apakah ada yang melarang kita untuk menjadi dokter yang baik?
SOO! Persiapkanlah menjadi DOKTER YANG BAIK mulai sekarang.
Mitra Dokter Keluarga